Fakta dari HAARP, Teknologi yang Dijadikan Bahan Hoaks Penyebab Bencana

Agar tidak disesatkan oleh hoaks, simak fakta tentang teknologi HAARP.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 13 Feb 2023, 10:25 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2023, 13:00 WIB
Tangkapan layar  klaim gempa Turki disebabkan teknologi HAARP
Penelusuran klaim gempa Turki disebabkan teknologi HAARP

Liputan6.com, Jakarta - Tekonologi High-frequency Active Auroral Research Program (HAARP) atau Program Penelitian Auroral Aktif Frekuensi Tinggi diklaim sebagai penyebab gempa Turki, hal ini tentu menimbulkan beragam tanggapan.

Kabar teknologi HAARP menjadi pemicu gempa Turki pun beredar di media sosial, namun setelah ditelusuri ternyata informasi tersebut hoaks.

Agar tidak disesatkan oleh hoaks, simak fakta tentang teknologi HAARP.

Tentang Teknologi HAARP

Dikutip dari Tekno Liputan6.com, HAARP adalah upaya ilmiah yang ditujukan untuk mempelajari sifat dan perilaku ionosfer.

NASA mencatat, bersama dengan atmosfer atas yang netral, ionosfer membentuk batas antara atmosfer bawah Bumi--tempat kita hidup dan bernapas--dan ruang hampa udara.

"HAARP adalah pemancar berfrekuensi tinggi berkekuatan tinggi yang paling mumpuni di dunia untuk mempelajari ionosfer," tulis laman University of Alaska Fairbanks, dikutip Jumat (10/2/2023).

Pada 2015, pengoperasian fasilitas penelitian dipindahkan dari Angkatan Udara AS ke University of Alaska Fairbanks pada 11 Agustus 2015.

Ini memungkinkan HAARP untuk melanjutkan eksplorasi fenomenologi ionosfer melalui perjanjian penelitian dan pengembangan kerjasama penggunaan lahan.

Dalam informasinya, dinyatakan bahwa program HAARP berkomitmen untuk mengembangkan fasilitas penelitian ionosfer kelas dunia yang terdiri dari:

Ionospheric Research Instrument, fasilitas pemancar daya tinggi yang beroperasi dalam rentang Frekuensi Tinggi. IRI dapat digunakan untuk menggairahkan sementara area ionosfer yang terbatas untuk studi ilmiah.

Serangkaian instrumen ilmiah atau diagnostik canggih yang dapat digunakan untuk mengamati proses fisik yang terjadi di wilayah tereksitasi.

Pengamatan proses yang dihasilkan dari penggunaan IRI secara terkendali akan memungkinkan para ilmuwan untuk lebih memahami proses yang terjadi terus menerus di bawah rangsangan alami matahari.

"Instrumen ilmiah yang dipasang di Observatorium HAARP juga dapat digunakan untuk berbagai upaya penelitian berkelanjutan yang tidak melibatkan penggunaan IRI tetapi sangat pasif," tulis laman tersebut.

"Ini termasuk karakterisasi ionosfer menggunakan suar satelit, pengamatan teleskopik dari struktur halus di aurora dan dokumentasi variasi jangka panjang di lapisan ozon," imbuhnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dibantah BMKG

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono melalui unggahan akun Twitternya menjelaskan penyebab gempa Turki.

"Geologi-tektonik sumber gempa Turki, memiliki  dua sumber gempa utama yaitu Sesar Anatolia Utara dan Sesar Anatolia Timur yang merupakan generator gempa dahsyat di Turki. Gempa magnitudo 7,8 berada di persimpangan 3 Lempeng aktif yaitu Anatolia, Arab, dan Afrika." cuit Daryono.

Daryono melanjutkan penjelasannya,

"Gempa susulan Turki 7,8 mendelineasi segmen patahan sepanjang ~300 km yaitu patahan East Anatolian Fault tipe left lateral strike slip. Gempa menyebabkan seluruh segmen sesar pecah semua, memicu rentetan gempa kuat yang merusak dan mematikan," lanjutnya.

Daryono pun membantah penyebab gempa Turki adalah teknologi HAARP. "Adalah angan angan kosong, mengkait-kaitkan gempa dengan HAARP,".


Tujuan Program HAARP

Militer AS tertarik mempelajari ionosfer karena bagian dari atmosfer berperan dalam transmisi sinyal radio. HAARP mengirimkan sinyal radio ke ionosfer untuk mempelajari responsnya. Itu adalah salah satu dari beberapa cara untuk secara akurat mengukur bagian yang tidak dapat diakses dari atmosfer.

HAARP beroperasi dari HAARP Research Station di Gakona, Alaska, yang memiliki pemancar frekuensi radio berdaya tinggi yang dapat mengganggu sebagian kecil dari ionosfer. Instrumen lainnya kemudian digunakan untuk mengukur gangguan tersebut.

Tujuan dari program tersebut adalah untuk memahami fisika ionosfer, yang terus-menerus merespons dampak aktivitas Matahari. Jilatan api matahari (solar flares) dapat mengirim partikel surya menuju Bumi, yang bisa mengganggu komunikasi dan jaringan listrik . Jika para ilmuwan bisa lebih memahami apa yang terjadi pada ionosfer, mereka mungkin dapat mengurangi masalah itu.

Namun, kini Angkatan Udara tak lagi merasa perlu meneruskan kegiatan HAARP. Demikian menurut David Walker, pejabat yang membidangi sains, teknologi, dan teknis di US Air Force.

Pada sidang Senat 14 Mei 2014, Walker mengatakan, Angkatan Udara tidak memiliki kepentingan dalam mempertahankan situs tersebut dan memilih cara lain dalam penelitian ionosfer.


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya