Marak Hoaks Pembagian Hadiah di Media Sosial, Pakar Ungkap Modus dan Cara Pencegahannya

Kasus penipuan di media sosial masih marak terjadi, satu di antaranya yang sering ditemukan yaitu modus bagi-bagi hadiah mencatut perusahaan ternama hingga para pesohor. Berikut cara menghindarinya.

oleh Tim Cek Fakta diperbarui 17 Nov 2024, 11:00 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2024, 11:00 WIB
Tangkapan layar klaim link pedaftaran BRI bagikan saldo Rp 500 ribu dan beragam hadiah,
Penelusuran klaim link pedaftaran BRI bagikan saldo Rp 500 ribu dan beragam hadiah.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus penipuan di media sosial masih marak terjadi, satu di antaranya yang sering ditemukan yaitu modus bagi-bagi hadiah mencatut perusahaan ternama hingga para pesohor.

Pakar IT, Abimanyu Wachjoewidajat membeberkan, modus penipuan para pelaku dan memberikan panduan untuk menghindari jebakan penipuan ini. Menurut Abimanyu, para pelaku membuat konten hoaks berisi klaim warganet telah memenangkan suatu undian atau pemberian hadiah dari perusahaan ternama.

"Korbannya diberitahu bahwa mereka memenangkan undian atau bahwa perusahaan besar tersebut sedang berulang tahun dan membagikan hadiah spesial. Biasanya, mereka diarahkan untuk mengklik tautan yang disediakan," ujar Abimanyu kepada Liputan6.com, Jumat (15/11/2024).

Selain itu, demi mengelabui korbannya, para pelaku juga membuat situs palsu dengan domain yang terlihat mirip dengan situs resmi perusahaan.

"Contoh kasus, jika situs resmi perusahaan adalah abc.com, para pelaku akan membuat domain mirip seperti abc.com.info atau bahkan abc.cm, Hal ini sengaja dibuat agar korban berpikir bahwa tautan tersebut adalah resmi, padahal pengelola situs tersebut bukan perusahaan yang sebenarnya," ungkap Abimanyu.

Tak hanya beredar di Facebook, Instagram, dan TikTok, modus penipuan semacam ini juga menyebar di aplikasi percakapan. Modus operandinya adalah membagikan tautan palsu melalui grup atau pesan pribadi.

"Masyarakat yang tidak curiga sering kali tergiur dengan iming-iming hadiah, lalu menyebarkan informasi tersebut ke teman-temannya tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu," tambah Abimanyu.

Jika seseorang terjebak dan mengklik tautan palsu tersebut, dampaknya bisa sangat berbahaya. Para pelaku akan mengambil data pribadi, data perbankan, hingga meretas gawai korbannya.

"Biasanya, pelaku menggunakan metode phishing untuk mencuri informasi pribadi, termasuk data perbankan, atau menyebarkan malware yang dapat menginfeksi perangkat korban. Hal ini bisa berujung pada pencurian identitas, peretasan akun, atau bahkan penyadapan data ponsel," ucap dia.

Untuk menghindari penipuan, Abimanyu menyarankan agar pengguna media sosial tidak mudah tergiur dengan tawaran hadiah. Langkah yang paling penting adalah dengan mengecek terlebih dahulu sumber informasinya.

"Jangan terburu-buru mengklik tautan atau memberikan data pribadi," katanya.

Selain itu, ia menekankan, meminta masyarakat agar tidak langsung menyebarkan informasi yang belum terverifikasi.

"Sebelum menyebarkan ke grup WhatsApp atau media sosial, sebaiknya tanyakan terlebih dahulu kepada orang yang lebih paham atau cek langsung ke situs resmi perusahaan terkait," tambah dia.

Abimanyu juga menyoroti kelemahan dalam sistem pelaporan penipuan di Indonesia. Ia berpendapat, proses melapor ke pihak berwajib dan Kementerian Komunikasi dan Digital menghabiskan banyak waktu, sehingga masyarakat kesulitan dan enggan melapor.

"Saat ini, laporan bisa disampaikan melalui situs resmi Komdigi. Namun, prosesnya panjang dan sering kali membebani masyarakat yang harus menganalisis dan melaporkan secara komprehensif," kritiknya.

Menurutnya, Komdigi seharusnya lebih proaktif dalam menangani kasus penipuan di media sosial, tanpa membebankan investigasi awal kepada masyarakat. Ia berharap, dengan kepemimpinan baru di Komdigi, penanganan kasus-kasus hoaks dan penipuan digital bisa lebih efisien.

"Dengan teknologi yang sudah semakin canggih, seharusnya pemerintah bisa menggunakan solusi digital yang lebih cerdas untuk memberantas penipuan semacam ini," tutup Abimanyu.

 

Penulis: Aqmarina Aulia Jami

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya