Dua Kata Ini Penyebab Air Asia QZ 8501 Jatuh

KNKT akhirnya mengungkapkan hasil investigasi mereka terhadap jatuhnya pesawat Air Asia QZ 8501.

oleh Sulung Lahitani diperbarui 02 Des 2015, 19:59 WIB
Diterbitkan 02 Des 2015, 19:59 WIB
Dua Kata Ini Penyebab AirAsia QZ8501 Jatuh
AirAsia menghapus biaya bahan bakar, penumpang dapat lebih hemat ketika berpergian dengan AirAsia.

Citizen6, Jakarta Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya mengungkapkan hasil investigasi mereka terhadap jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501. Sebelas bulan lalu, tepatnya Minggu 28 Desember 2014, pesawat yang membawa 156 penumpang, 4 awak kabin, dan 2 pilot tersebut jatuh di perairan Selat Karimata, Kalimantan Tengah.

Setidaknya, terdapat lima faktor penyebab jatuhnya AirAsia QZ 8501. Pertama, retakan solder pada eletronic module di Rudder Travel Limiter Unit (RTLU). Kedua, sistem perawatan pesawat dan analisis di perusahaan yang belum optimal. Ketiga, pemutusan arus listrik pada Flight Auqmentation Computer (FAC). Keempat, terputusnya arus listrik FAC menyebabkan auto pilot tidak berfungsi, ekor pesawat pun bergerak 2 derajat ke kiri, dan pesawat berguling mencapai sudut 54 derajat.

"Sampai saat tersebut, pesawat masih bisa kembali normal," jelas investigator KNKT Nurcahyo Utomo.

Setelah kondisi tersebut, pesawat yang dikendalikan secara manual mengakibatkan pesawat masuk dalam kondisi membingungkan, pilot dan kopilot tak bisa berbuat apa-apa. Saat itu, terjadi komunikasi tidak efektif antara pilot dan kopilot. Perekam suara kokpit (VCR), merekam dua kata yang menyebabkan pesawat mengalami stall dan masuk ke kondisi yang disebut upset condition.

"Pull down, pull down."

Demikian kalimat yang diucapkan pilot pada kopilot.

"Padahal kalau stik kemudi ditarik (pull), pesawat naik ke atas. Sementara setelah itu pilot bilang down, yang artinya ke bawah. Yang terjadi adalah setiap kali pilot berteriak pull down, pull down, pesawat makin naik dan akhirnya terjadi stall," tutur Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono.

Setelah berada dalam upset condition, pesawat naik ke ketinggian 38.000 kaki, kemudian turun hingga ketinggian 29.000 kaki. Butuh waktu sekitar 2,5 menit dari ketinggian tersebut hingga pesawat menyentuh laut.

Komunikasi yang tidak efektif antara pilot dan kopilot itulah yang membuat KNKT merekomendasikan kepada AirAsia Indonesia untuk membuat standar komunikasi dalam situasi genting.

"Para pilot harus dilatih bagaimana mengambil alih kendali dari satu pilot ke pilot lainnya saat terbang dalam keadaan kritis," tutup Nurcahyo. (sul)

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya