Liputan6.com, Jakarta Kabar miris soal arsitek dari Swiss, Toni Ruttiman pertama kali dibagikan oleh sosiolog sekaligus akademisi dari Universitas Indoneisa, Imam Prasodjo di akun Facebooknya. Ruttiman merupakan arsitek dari Swiss yang secara suka rela membangun puluhan jembatan di daerah terpencil di Indonesia.
Baca Juga
Imam mengisahkan, Ruttiman datang ke Indonesia karena hatinya tersentuh melihat pemberitaan mengenai kondisi jembatan di Indonesia. Tekatnya untuk datang ke Indonesia makin bulat ketika ia melihat anak-anak harus bergelantungan di jembatan agar sampai di sekolah.
Kata Imam, sudah tiga tahun Ruttiman di Indonesia dan luput dari segala pemberitaan media. Dia bergerak mengajak warga bergotong-royong membangun jembatan gantung untuk menyambung akses jalan yang terputus.
Lantaran minimnya bantuan dari Pemerintah Indonesia, Ruttiman secara mandiri mengupayakan ketersediaan bahan baku. Ia mengambil langsung dari Swiss lewat kenalan dekatnya yang mempunyai perusahaan pipa ternama.
"Ruttiman sudah memasang 61 jembatan gantung di pelosok Nusantara seperti di Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Sulawesim Maluku Utara, dan NTT," ujar Imam mengisahkan.
Advertisement
terhambat birokrasi
Tetapi sayangnya, apa yang dilakukan Ruttiman tak mendapat jalan yang mulus dari pemerintah. Belakangan, tutur Imam, Ruttiman bahkan harus menghadapi ribetnya birokrasi pengiriman barang.
"Saya mengikuti betapa sulitnya mengurus proses administrasi import barang bantuan. Saya merasa kesal menghadapi birokrasi yang begitu ruwet dan lambat ini, walaupun untuk import barang bantuan sekalipun," ujar Imam geram.
Imam menyertakan postingan surat dari asisten Ruttiman tentang lika-liku proses pengiriman barang bantuan. Belakangan diketahui, barang bantuan yang mengendap di bea cukai itu malah dikenai denda yang tidak sedikit, yakni sekitar Rp 195 juta.
Imam mengaku terpukul melihat surat itu, ia makin malu dan cemas ketika mendapat kiriman email dari Ruttiman yang hendak menyudahi upaya bantuan suka relanya karena merasa dihambat oleh birokrasi yang rumit.
"Terus terang saya malu menghadapi kejadian ini. Saya ingin sekali berteriak sekerasnya mewakili rakyat yang selama ini masih mengharapkan bantuan Toni Ruttiman. Maukah pemerintah mengambil alih denda yang harus dibayar ini? Saya juga terpikir, bisakah kita bersama-sama urunan untuk mengganti denda itu agar kita sebagai bangsa setidaknya memiliki harga diri? Entahlah!," tulis Imam.
(War)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6
Advertisement