Liputan6.com, Jakarta - Di dalam gedung dari bata merah yang kini menjadi masjid terbaru di Jerman, Seyran Ates mengadakan revolusi feminis dari agama Islam. Seorang wanita tampak menyuarakan azan. Sementara itu, berbeda dengan di masjid lainnya, di masjid tersebut pria dan wanita berdampingan tanpa dipisahkan.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Ates, seorang feminis Muslim yang mendirikan masjid tersebut kemudian maju ke atas mimbar, menyampaikan khotbah Jumat. Dua imam, seorang wanita dan seorang pria, kemudian bergiliran memimpin salat Jumat.
Demikian aktifitas salat Jumat perdana di Masjid Ibnu Rusyd-Goethe Berlin. Seringnya perempuan hanya disediakan tempat beribadah yang lebih kecil, membuat Ates melakukan kritik dengan mendirikan masjid feminis.
"Niatnya adalah memberi Islam liberal ruang. Saya merasa sangat terdiskriminasi oleh masjid biasa di mana wanita harus salat di bagian belakang yang jelek," kata Ates seperti melansir dari Washington Post.
Ates merupakan seorang Turki Kurdi yang dikenal baik oleh komunitas Muslim Jerman. Setelah bertahun-tahun memperjuangkan hak-hak perempuan, ia memutuskan untuk mendirikan masjid tersebut dengan sumbangan dari berbagai pihak.
Haithm al-Kubati, seorang pria asal Yaman yang salat Jumat di masjid tersebut mengatakan masih butuh waktu membiasakan diri. Namun, ia tak mempermasalahkan kesetaraan yang dilakukan oleh wanita di masjid itu.
Dalam Islam, pria dan wanita dipisahkan karena berbagai alasan. Salah satunya adalah karena bukan muhrim. Apa yang dilakukan oleh Ates menghadirkan protes dan kritik dari berbagai pihak.
"Kami mengamati dan menyimpulkan, apa yang mereka lakukan tidak berakar dalam Islam sama sekali," kata Burhan Kesici, ketua Dewan Islam untuk Republik Federal Jerman.
Ia menambahkan dalam Islam yang sebenarnya, kedudukan wanita setara dengan pria. Adalah kesalahan dan agenda Barat untuk membuat Islam tidak mendukung kesetaraan terhadap wanita.
"Tentu saja wanita (dengan pria) itu setara (dalam Islam). Pemisahan dalam praktik keagamaan tidak berarti bahwa mereka tidak setara. Ini justru untuk menghormati perempuan," tambah Burhan.
Apa yang dilakukan oleh Ates bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, Amina Wadud, seorang perempuan Amerika menyampaikan khotbah Jumat di sebuah masjid di Afrika Selatan pada tahun 1994 untuk menuntut kesetaraan.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6