Cerita Gondangdia: Menjaga Bahasa Indonesia lewat Media Massa

Fadjriah Nurdiarsih, editor bahasa Liputan6.com, menceritakan pengalamannya sebagai polisi bahasa bagi media daring.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Des 2018, 10:02 WIB
Diterbitkan 16 Des 2018, 10:02 WIB
Cerita Gondangdia Fadjriah
Fadjriah Nurdiarsih, editor bahasa Liputan6.com, berkisah tentang keseharian dan pengalamannya menjaga bahasa Indonesia di media massa daring.

Liputan6.com, Jakarta “Mungkin Bapak/Ibu tidak merasa, tapi apa yang Bapak/Ibu lakukan sehari-hari turut menjaga muruah bahasa Indonesia di media massa,” ucap Hurip Danu Ismadi, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia, di Hotel Park Jakarta, Cawang, 10 Oktober 2018.

Ya, memperbaiki kalimat yang strukturnya bermasalah, kata-kata yang tidak baku, akurasi, logika, serta salah ketik menjadi makanan sehari-hari Fadjriah Nurdiarsih, editor  bahasa, sejak bergabung dengan Liputan6.com tiga tahun lalu. Meski demikian, kariernya sebagai editor sudah dimulai sejak dia lulus dari Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Indonesia, tahun 2008 yang lalu.

Meski harus memelototi ratusan naskah setiap hari, Fadjriah mengaku tidak pernah bosan atau lelah. Membaca memang menjadi hobinya. Selain itu, pekerjaan ini pun merupakan renjananya, sehingga dia melakukannya dengan senang dan tanpa merasa terbebani.

“Setiap saya menemukan kesalahan di berita, saya sadar saya harus memperbaikinya sesuai kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebab, sekali media memuat bentuk yang salah dan pembaca tidak tahu, maka pembaca akan menganggapnya sebagai bentuk yang benar. Kalau bentuk yang salah itu kemudian tersebar, maka media ikut berdosa,” ujarnya.

Polisi Bahasa

Safari Bahasa dari Badan Bahasa ke Liputan6.com.
Safari Bahasa dari Badan Bahasa ke Liputan6.com. Para editor berpose dengan para juru bahasa (foto Fadjriah Nurdiarsih)

Polisi Bahasa merupakan julukan yang disematkan rekan-rekannya kepada perempuan yang juga suka menulis cerpen ini. Karena itulah, dia menjadi tempat bertanya dan juga berdiskusi perihal bahasa. Apalagi kini banyak istilah-istilah baru yang muncul akibat perkembangan teknologi dan belum mampu diakomodasi oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia Indonesia (KBBI).  

“Menjadi editor bahasa itu susah karena semua orang akan menganggap kita paling tahu soal bahasa Indonesia. Selain itu, meski kita memperbaiki 99 dari 100 kesalahan dalam sebuah artikel, masih adanya satu kesalahan pun akan membuat kita gagal sebagai editor,” ujarnya bersungguh-sungguh.

Saking rumitnya tugas editor bahasa, dia mengutip pameo yang terkenal di kalangan editor bahwa “menulis merupakan pekerjaan manusia dan mengedit merupakan pekerjaan dewa”.

Oleh karena itu, dia pun rajin mengasah kemampuannya dengan bertanya pada orang-orang yang lebih ahli, termasuk para ahli bahasa di Komisi Istilah Badan Bahasa. Fadjriah pun ikut serta dalam Kongres Bahasa XI yang diadakan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, 28-31 Oktober 2018. Dalam kongres yang diselenggarakan empat tahun yang lalu itu, dia bersemuka dengan para dosen, peneliti, serta peminat bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia. Bahkan dia juga diundang ke Istana Wakil Presiden untuk mendengarkan pengarahan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf  Kalla soal perkembangan bahasa Indonesia.

Kerja Sama dengan Kampus dan Organisasi Lain

Cerita Gondangdia Fadjriah
Saat memberikan kuliah bahasa Indonesia jurnalistik kepada mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (11/12/2018)

Menyadari pentingnya sosialisasi dan peran editor bahasa bagi media, Liputan6.com selaku media yang berkomitmen menjaga bahasa Indonesia pun melakukan safari bahasa, termasuk ke kampus dan masyarakat luas. Salah satunya telah dilaksanakan di Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun.

Pada Selasa (11/12/2018), dalam kuliah Pengantar Ilmu Jurnalistik yang diampu Grace Azmin, Fadjriah diminta bercerita mengenai suka-dukanya kerja di media. Tak lupa dia memberikan contoh-contoh kesalahan bahasa yang umum dilakukan redaksi media massa. Beberapa kesalahan yang dicontohkannya sangat lucu dan menggelitik, sehingga mahasiswa pun tertawa terpingkal-pingkal.

Para mahasiswa itu juga senang karena mendapat ilmu langsung dari praktisi yang sehari-hari bergelut di media daring. Banyak pertanyaan yang dilontarkan, termasuk bagaimana cara membuat judul yang provokatif, pedoman penulisan berita yang sensitif, hingga apakah media berpihak atau tidak.

Liputan6.com pun bertekad untuk terus menjadi yang terdepan dan tepercaya dalam pemberitaannya, memasyarakatkan istilah baru, serta membuat istilah-istilah baru yang bisa menjadi pedoman dan popular di kalangan masyarakat Indonesia.

Salah satunya dengan rutin memuat Kolom Bahasa yang berisi berbagai masalah bahasa yang tengah populer di masyarakat, liputan khusus Bulan Bahasa, serta membuat tips khusus dalam video singkat Semenit Berfaedah.

 

 *Saksikan video menarik berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya