Jadi Ayah Andalan, Hindari 7 Sikap Ini yang Berpotensi Rusak Masa Depan Anak

Sebagai kepala keluarga, ayah menjadi kunci keluarga harmonis. Namun, tujuh sikap ini tanpa disadari dapat mengancam masa depan anak

oleh Liputan6dotcom diperbarui 25 Agu 2020, 22:02 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2020, 18:03 WIB
Ilustrasi keluarga
Hiburan bukan hanya dari sisi gaming maupun menikmati foto maupun video tapi juga kemampuannya dalam memberikan pengalaman si pengguna.

Liputan6.com, Jakarta - Setiap orang tua pasti selalu menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Segala petuah diutarakan sebagai modal anak untuk menjalani kehidupan ke depannya. Bahkan, tak jarang orang tua berinisiatif membatasi ruang gerak anak karena takut si anak terjerumus ke arah pada kegiatan yang negatif. Seperti halnya, pergaulan bebas, tawuran, dan balap liar yang kerap terjadi di Indonesia.

Saking sayangnya, Anda terkadang telah memilihkan jalan hidupnya tanpa meminta pertimbangan dari sang buah hati. Terlepas dari suka atau tidak suka, mau tidak mau seorang anak harus patuh pada pilihan Anda. Dan semua itu telah diatur oleh kepala keluarga.

Ayah sebagi kunci kendali sebuah keluarga. Sifat disiplin dan didaktor yang diperlihatkan tak jarang membuat enggan atau takut setiap anggota keluarga. Hal tersebut berujung pada keputusannya yang jadi pilihan.

Namun, sadarkah Anda pilihan yang diambil bukan pilihan anak? Dan pada akhirnya menjadi bumerang bagi si anak menjalani kehidupannya di masa depan. Berikut penjelasannya dikutip dari Brightside:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


1. Memegang kendali dalam hubungan anak bersama teman

Ilustrasi Teman, Sahabat
Ilustrasi teman sahabat pria. (Sumber Pixabay)

Dalam tumbuh kembang si buah hati, biasanya sosok ayah mengambil peranan apalagi ketika anaknya memasuki fase pubertas. Di masa-masa ini seorang anak cenderung sulit mengontrol emosi dan masih tahap pencarian jati diri.

Untuk menjaga hal berbahaya terjadi, Anda kerap mengontrol gerak gerik anak-anaknya hingga melewati batas privasi. Jika kebiasaan ini terus-menerus dilakukan tanpa disadari seorang anak kesulitan membangun hubungan bersama teman-teman.

Mungkin, hal tersebut perlu digantikan dengan memberikan kiat-kiat keamanan sang anak dan percayakan kepada mereka untuk mengatasinya tanpa dihantui sikap protektif.


2. Jarang menghabiskan waktu bersama anak

Memberikan Kebebasan yang Wajar
Ilustrasi Anak Bermain Credit: pexels.com/pixabay

Sebagai kepala keluarga, seorang ayah berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kerja keras dan tanggung jawab akan pekerjaannya membuat seorang ayah kehilangan waktu menikmati tumbuh kembang sang anak.

Dilanda kelelahan akibat rutinitas pekerjaanya, sosok ayah cenderung enggan mengajak bermain si anak. Tentu, hal ini membuat hubungan Anda bersama anak akan semakin renggang.

Perlu diingat, kehadiran Anda akan meningkatkan harga diri anak Anda, menolongnya melewati masalah-masalah yang dihadapi. Langkah kecil yang Anda lakukan membuat kamu lebih dekat untuk terhubung dengannya.


3. Menyembunyikan masalah dari anak

Masalah Keluarga
Ilustrasi Masalah Keluarga Credit: pexels.com/pixabay

Menempatkan anak-anak pada zona nyaman mereka akan menjadi ancaman di masa depan. Tiba saatnya masalah itu datang, anak cenderung ketakutan dan tidak dapat mengatasinya sendiri. Akibatnya, konsekuensi yang diperbuat sang anak harus ditanggung oleh Anda.

Seakan-akan membuat Anda senjata mutakhir yang selalu jadi andalan si anak. Tindakan tersebut membuat pikiran si anak jadi tidak memiliki keterampilan untuk membuat alternatif lain yang berpotensi sebagai jalan keluar bagi dirinya.

Jadi, sosok ayah yang membatasi risiko yang dibuat oleh si anak akan membuat mereka tidak mandiri dan tidak dewasa.


4. Membatasi anak berekspresi

Ayah
Peran ayah memengaruhi kehidupan anak perempuan. (Ilustrasi: The Meta Picture)

Cara orang tua mendidik anak seringkali berbeda antara anak perempuan dengan laki-laki. Hal ini sudah menjadi kebiasaan yang lumrah.

Seorang anak perempuan diperbolehkan mengekspresikan dirinya secara bebas dan bahkan secara sadar orang tua mendukungnya. Kebalikan dengan anak laki-laki yang condong ditekan emosinya dan harus menyembunyikannya.

Dan kata-kata yang sering terucap 'anak laki kan jagoan jadi ga boleh nangis', perbuatan ini menyebabkan laki-laki tidak dapat mengontrol emosi ke depannya dan parahnya berujung pada stress dan cemas yang berlebihan.


5. Mendisiplinkan anak tanpa kasih sayang

Ayah Anak
Ilustrasi/copyright pexels.com/Hannah Nelson

Sikap disiplin identik dengan pemberian hukuman yang bertubi-tubi agar anak laki-lakinya jera. Namun, tindakan ini jika tidak diimbangi dengan kasih sayang menjadikan seorang anak merasa takut pada Anda.

Sebaliknya, sebagai seorang ayah berikan penjelasan aturan dan batasan yang bijak serta menasihati bahwa setiap tindakan yang diperbuat terdapat konsekuensi yang harus anak Anda jalani.


6. Menyembunyikan kegagalan yang Anda alami

Ilustrasi keluarga
Hubungan yang erat antara ayah dan anak memiliki dampak positif terhadap well-being anak. Yuk, dekatkan diri dengan anak melalui 3 cara ini!

Cara ampuh meraih kesukseskan ialah dengan merasakan kegagalan. Biarkan anak Anda mengetahui kegagalan yang pernah Anda lalui sebagai pelajaran di masa depan.

Jika menunjukkan kepadanya Anda dapat belajar bersamaan dengan anak Anda. Dari kesalahan tersebut dapat dijadikan pegangan anak Anda di mana di balik tujuan yang dicapai disitulah juga terdapat risiko yang harus dihadapi tanpa menghindarinya.


7. Tidak hormat pada ibunya

Ilustrasi Sidang Cerai
(ilustrasi)

Jika Anda kerap melampiaskan kemarahan pada istri Anda dengan tidak hormat, hal ini memperburuk hubungannya di masa depan. Bahkan ketika sudah bercerai pun, Anda juga masih harus memperlakukan ibunya dengan hormat.

Jika tidak perilaku seperti dimungkinkan dapat ditiru oleh sang anak. Maka ada baiknya seorang ayah tetap menghargai seorang wanita dengan hormat, baik ibu, saudara perempuannya, dan setiap wanita sebagai contoh teladan bagi anaknya kelak.

 

Penulis 

Ignatia Ivani 

Universitas Multimedia Nusantara

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya