Bantah Pernyataan Trump, Iran: Negosiasi dengan AS Tidak Langsung

Oman dilaporkan akan menjadi tuan rumah pertemuan delegasi AS dan Iran akhir pekan ini.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 09 Apr 2025, 10:05 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2025, 10:05 WIB
Ilustrasi nuklir Iran
Ilustrasi nuklir Iran (AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Teheran - Iran mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan pembicaraan tidak langsung dengan Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan ini di Oman, membuka kemungkinan jalur diplomasi terkait program nuklir Iran. Namun, pada saat bersamaan pengakuan Iran juga mengungkapkan potensi hambatan mengenai format negosiasi.

Pasalnya, pada Senin (7/4/2025), Donald Trump menyatakan, "Kami akan mengadakan pembicaraan langsung dengan Iran."

Dalam kesempatan yang sama, di Ruang Oval bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyebutkan bahwa AS-Iran akan mengadakan "pertemuan besar" pada Sabtu (12/4) dengan melibatkan pejabat hampir tingkat tertinggi.

Namun, kemudian, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi melalui media sosial mengonfirmasi bahwa pertemuan tersebut akan berlangsung di Oman pada Sabtu dan bahwa ini adalah pembicaraan tingkat tinggi tidak langsung.

Pada Selasa (8/4), pejabat pemerintahan Trump menegaskan kembali bahwa lokasi pertemuan itu memang di Oman, yang berbatasan dengan Arab Saudi. Mereka menyatakan bahwa formatnya akan tetap menjadi pembicaraan "langsung". Demikian seperti dikutip dari NPR.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Tammy Bruce menyebutkan bahwa utusan AS yang akan memimpin tim tersebut adalah Steve Witkoff, yang memiliki tanggung jawab atas berbagai isu global, mulai dari Ukraina hingga Jalur Gaza.

Iran: Bola di Tangan AS

Donald Trump dan Benjamin Netanyahu
Presiden Amerika Serikat (AS) dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Senin (7/4/2025). (Dok. Pool via AP)... Selengkapnya

Pada masa jabatan pertamanya, Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran yang sebelumnya ditandatangani oleh mantan Presiden Barack Obama dan beberapa kekuatan dunia lainnya.

Dalam kesepakatan tersebut, Iran setuju membatasi pengembangan nuklirnya dan menjalani inspeksi sebagai imbalan atas pelonggaran sanksi ekonomi. Namun, setelah Trump menarik diri dari kesepakatan itu pada 2018, AS memberlakukan sanksi keras dan apa yang disebut sebagai "tekanan maksimum" terhadap Iran.

Adapun laporan intelijen tahunan AS yang diterbitkan bulan lalu menyatakan, "Kami masih menilai bahwa Iran tidak sedang membangun senjata nuklir."

Para pemimpin Iran sebelumnya menolak tawaran Trump untuk terlibat dalam pembicaraan langsung. Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyebutkan bahwa AS telah "melanggar janji" mereka - merujuk pada penarikan Trump dari kesepakatan nuklir 2015 dan tindakan AS itu dianggap merusak kepercayaan. Oleh karena itu, Pezeshkian mengatakan AS harus membuktikan bahwa mereka bisa membangun kembali kepercayaan sebelum Iran bersedia melibatkan diri dalam pembicaraan langsung.

Namun, seorang ajudan dari Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei menyatakan bahwa Iran terbuka untuk melakukan pembicaraan tidak langsung.

Bicara dalam konferensi pers pada Senin bersama Netanyahu, Trump menegaskan bahwa kesepakatan yang diinginkannya akan "berbeda dan mungkin jauh lebih kuat" daripada kesepakatan nuklir 2015.

Trump juga memberikan peringatan kepada Iran dengan mengatakan, "Jika pembicaraan dengan Iran gagal, saya rasa Iran akan berada dalam bahaya besar."

Namun, menteri luar negeri Iran dalam artikel opini yang diterbitkan The Washington Post menegaskan bahwa Iran tidak akan tunduk pada ancaman.

"Untuk maju, kita harus sepakat bahwa tidak ada 'opsi militer' apalagi 'solusi militer'," tulisnya.

"Kami mencari perdamaian, namun kami tidak akan pernah menyerah," lanjutnya. "Sekarang bola ada di tangan AS."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya