IAKMI Sebut Galon AMDK Terstandarisasi Aman, Tak Perlu Label BPA

IAKMI menilai bahwa pelabelan "Berpotensi Mengandung BPA" pada galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang sudah terstandarisasi tidak diperlukan.

oleh Yulia Lisnawati diperbarui 06 Nov 2024, 22:28 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2024, 20:53 WIB
IAKMI Sebut Galon AMDK Terstandarisasi Aman, Tak Perlu Label BPA
IAKMI Sebut Galon AMDK Terstandarisasi Aman, Tak Perlu Label BPA (Jude Wilson/unsplash.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menilai bahwa pelabelan "Berpotensi Mengandung BPA" pada galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang sudah terstandarisasi tidak diperlukan.

Mereka menegaskan bahwa yang lebih penting adalah pengawasan ketat terhadap semua jenis produk air minum yang dijual di pasaran, bukan hanya fokus pada kandungan Bisfenol-A (BPA) dalam kemasan.

Ketua Umum IAKMI, Dr. Hermawan Saputra, dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Riset Konsumen Ganesha, mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan terhadap galon AMDK yang sudah terstandarisasi, terutama yang sudah mendapatkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Apalagi belum ada survei yang menemukan sudah ada masyarakat yang terganggu kesehatannya karena mengonsumsi AMDK yang sudah terstandarisasi itu," ungkap Dr Hermawan, Rabu (6/11/2024).

 

Menurut Hermawan, yang juga seorang akademisi, pakar bidang kesehatan dan pengamat kebijakan kesehatan Indonesia, IAKMI sendiri lebih tertarik untuk melakukan survei terhadap masyarakat yang mengonsumsi produk air minum yang dijual di depot-depot air minum isi ulang ketimbang AMDK yang sudah jelas-jelas terstandarisasi.

“Kami menemukan banyak kejadian yang dialami masyarakat yang mengonsumsi air minum dari depot air isi ulang. Ada orang yang mengalami diare, kemudian gangguan ISPA, terutama pada bayi dan balita,” jelasnya.

Dia menuturkan dari pantauan dan kajian cepat yang dilakukan IAKMI, terjadinya penyakit pada masyarakat pengguna air minum isi ulang dari depot-depot itu lebih disebabkan karena adanya paparan bakteri yang ada di dispenser atau mesin pompanya.

“Jadi, bukan pada sumber air dalam galonnya tapi pada sanitasi dan higienitas prosesnya,” katanya.

 

 

Penelitian Menunjukkan Galon AMDK Aman

Sebelumnya, Balai Besar Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBKFK) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga sudah membuktikan bahwa migrasi Bisfenol-A (BPA) dari galon polikarbonat berbagai merek yang diteliti masih jauh di bawah ambang batas aman yang ditetapkan BPOM.

Artinya, galon-galon tersebut aman untuk digunakan sebagai kemasan air minum. Manajer Teknis BBKFK Kemenperin, Roni Kristiono, menuturkan BBKFK baru-baru ini telah melakukan penelitian terhadap migrasi BPA galon polikarbonat berbagai merek.

“Sampai bulan ini kita ada delapan perusahaan yang mengajukan uji migrasi BPA dari galon polikarbonat,” tuturnya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dia mengungkapkan bahwa hasil migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat itu tidak ada yang melebihi ambang batas aman yang ditetapkan BPOM sebesar 0,6 bpj.

“Kalau yang masuk ke kita, nilainya itu masih dalam batas ambang semua. Kita juga uji tiga kali setiap 10 hari, tetap masih di bawah batas ambangnya,” tuturnya.

“Rata-rata migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat yang kita teliti itu masih jauh di bawah angka 0,012 bpj, juga ada yang 0,1 bpj. Tapi, semua masih di bawah batas ambang aman yang ditetapkan BPOM,” katanya.

 

Penelitian ITB

Penelitian terbaru dari Institut Teknologi Bandung (ITB) juga menegaskan bahwa galon AMDK berbahan polikarbonat tidak mengandung zat berbahaya seperti BPA.

Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Akhmad Zainal Abidin, mengungkapkan bahwa kelompok studi Polimer ITB telah melakukan uji keamanan dan kualitas air minum dari galon berbahan polikarbonat di Provinsi Jawa Barat. Hasilnya, tidak ditemukan migrasi BPA dalam sampel air minum dari galon yang diuji.

"Semua sampel AMDK yang kami uji terbukti aman dan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh BPOM, SNI, dan juga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," kata Zainal.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kualitas dan keamanan AMDK berdasarkan uji ilmiah yang independen dan terpercaya.

Zainal menjelaskan, penelitian ini mengikuti metode uji baku yang mengacu pada standar nasional dan internasional, termasuk dari BPOM dan Peraturan Menteri Kesehatan. Dengan menggunakan alat ukur canggih seperti High Performance Liquid Chromatography (HPLC), penelitian ini mampu mendeteksi migrasi BPA dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar BPA dalam air minum jauh di bawah batas yang ditetapkan oleh BPOM, yaitu 600 mikrogram per liter (0,6 ppm), dengan nilai Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter.

Infografis: Sumber Air Jakarta Bermasalah (Liputan6.com / Triyasni)
Infografis: Sumber Air Jakarta Bermasalah (Liputan6.com / Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya