Citizen6, Semarang: Maksud hati ingin melakukan psikotest untuk uji kelayakan "mengangkat anak" atau adopsi, pasangan suami istri dipermalukan oleh pelayanan publik di Semarang, karena dikira mau "cerai".
Peristiwa yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Semarang ini dinilai sebagai tindakan yang sangat ceroboh dan cenderung merugikan lahir dan batin konsumen. Sampai-sampai keduanya mengungkapkan keluh kesah mereka kepada Menteri Kesehatan.
Cerita bermula dari dua aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),, Mawar dan Indri, utusan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Keluarga Berencana (BP3AKB) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng), mengantar pasangan suami-istri Jon dan Ika psikotest di RSUD Tugurejo dengan psikiater Ny Paula. Sesuai surat tugas BP3AKB Jateng, hal itu guna mempertimbangkan kelayakan suami-istri itu "mengangkat anak" wanita bernama "Niknok" usia10 tahun.
Dokter jaga RSUD yang muda dan berparas elok itu pun menyapa halus kedua pasangan suami istri itu. "Maaf, maaf ya bapak ibu. Apa bapak dan ibu akan cerai?".
Atas pertanyaan tak terduga itu, keduanya jadi tersipu malu, sebab di ruang yang sama, sejumlah pasien ikut mendengarkan. Sebelum Jon dan Ika menjawab, Mawar dan Indri segera menjelaskan. Mereka mengantar suami-istri itu untuk psikotest di ruang lain di RSUD Ny Paula.
Mendengar hal tersebut, sontak wajah dan ucapan sang dokter jaga berubah mencerminkan kemarahan. "Jangan begini caranya. Kita diberitahu dulu, apa keperluan pasien datang ke rumah sakit ini. Jangan kita dilewati begini," ucapnya dengan nada tinggi.
Antara BP3AKB Jateng dan RSUD Tugurejo, tampaknya menjalin kerjasama. Terutama jika BP3AKB Jateng butuh sesuatu terkait fungsi/tugasnya yang perlu dikonfirmasikan di RSUD Tugurejo. Tapi yang perlu dipertanyakan bentuk kerjasama itu Ilegal atau tidak? Jika kerjasama itu resmi, mengapa tidak sesuai dengan prosedur? Sampai-sampai dokter jaga di kompas, tidak diberi tahu seperti itu.
Merasa dipermalukan, pasangan Jon-Ika mengeluh kepelbagai instansi kesehatan di Kota Semarang, Provinsi Jateng, sampai ke Menteri Kesehatan. Intinya, mereka meminta agar carut-marut tata kerja RSUD Tugurejo Semarang itu tidak terulang lagi. Sebab koordinasi antara dua institusi pemerintah itu merugikan lahir-bathin masyarakat. (Heru Christiyono A/Mar)
Heru Christiyono A adalah pewarta warga yang juga angota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang bisa dihubungi di alamat email: heru.amari@yahoo.com.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke citizen6@liputan6.com
Peristiwa yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Semarang ini dinilai sebagai tindakan yang sangat ceroboh dan cenderung merugikan lahir dan batin konsumen. Sampai-sampai keduanya mengungkapkan keluh kesah mereka kepada Menteri Kesehatan.
Cerita bermula dari dua aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),, Mawar dan Indri, utusan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Keluarga Berencana (BP3AKB) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng), mengantar pasangan suami-istri Jon dan Ika psikotest di RSUD Tugurejo dengan psikiater Ny Paula. Sesuai surat tugas BP3AKB Jateng, hal itu guna mempertimbangkan kelayakan suami-istri itu "mengangkat anak" wanita bernama "Niknok" usia10 tahun.
Dokter jaga RSUD yang muda dan berparas elok itu pun menyapa halus kedua pasangan suami istri itu. "Maaf, maaf ya bapak ibu. Apa bapak dan ibu akan cerai?".
Atas pertanyaan tak terduga itu, keduanya jadi tersipu malu, sebab di ruang yang sama, sejumlah pasien ikut mendengarkan. Sebelum Jon dan Ika menjawab, Mawar dan Indri segera menjelaskan. Mereka mengantar suami-istri itu untuk psikotest di ruang lain di RSUD Ny Paula.
Mendengar hal tersebut, sontak wajah dan ucapan sang dokter jaga berubah mencerminkan kemarahan. "Jangan begini caranya. Kita diberitahu dulu, apa keperluan pasien datang ke rumah sakit ini. Jangan kita dilewati begini," ucapnya dengan nada tinggi.
Antara BP3AKB Jateng dan RSUD Tugurejo, tampaknya menjalin kerjasama. Terutama jika BP3AKB Jateng butuh sesuatu terkait fungsi/tugasnya yang perlu dikonfirmasikan di RSUD Tugurejo. Tapi yang perlu dipertanyakan bentuk kerjasama itu Ilegal atau tidak? Jika kerjasama itu resmi, mengapa tidak sesuai dengan prosedur? Sampai-sampai dokter jaga di kompas, tidak diberi tahu seperti itu.
Merasa dipermalukan, pasangan Jon-Ika mengeluh kepelbagai instansi kesehatan di Kota Semarang, Provinsi Jateng, sampai ke Menteri Kesehatan. Intinya, mereka meminta agar carut-marut tata kerja RSUD Tugurejo Semarang itu tidak terulang lagi. Sebab koordinasi antara dua institusi pemerintah itu merugikan lahir-bathin masyarakat. (Heru Christiyono A/Mar)
Heru Christiyono A adalah pewarta warga yang juga angota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang bisa dihubungi di alamat email: heru.amari@yahoo.com.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke citizen6@liputan6.com