Membangun NKRI yang Kuat, Amanat Para Pahlawan

HUT TNI yang ke-68 lalu menjadi momentum merefleksikan diri bagi para prajurit.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Nov 2013, 09:35 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2013, 09:35 WIB
131113ankri.jpg
Citizen6, Jakarta: HUT TNI yang ke-68 lalu tentu menjadi momentum merefleksikan diri bagi para prajurit bahwa masyarakat Indonesia merupakan ibu kandung yang telah melahirkan dan membentuk jiwa patriotisme TNI. Memberikan kekuatan dengan kesadaran bahwa TNI selalu siap berjuang dan mengabdikan diri sekuat tenaga dan profesional untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Hal ini dapat dilihat dari kemanunggalan TNI dan rakyat yang terbangun dalam jiwa bangsa atas rasa senasib sepenanggungan guna meraih dan mewujudkan cita-cita bangsa. Selain itu, berbagai tatanan nilai yang melandasi setiap perjuangan TNI yakni Sumpah Prajurit, Sapta Marga, Delapan Wajib TNI, dan Sebelas Azas kepemimpinan merupakan simbol kekuatan bahwa TNI akan selalu mengabdikan diri kepada rakyat.

Setidaknya TNI memiliki 2 prinsip dasar yaitu prinsip hak sejarah (birthright principle) dan prinsip kompetensi (competence principle). Prinsip hak sejarah didasarkan pada suatu interpretasi sejarah bahwa militer berperan besar dalam sejarah pembentukan bangsa dan siap berkorban untuk mewujudkan dan mempertahankan negara. Sedangkan, prinsip kompetensi menjelaskan militer merupakan institusi terbaik yang dimiliki negara untuk mempertahankan dan mencapai kepentingan nasional. Ā 

Dengan demikian, berdasarkan prinsip hak sejarah dan prinsip kompetensi tersebut, maka TNI sejak awal memiliki wujud profesionalismenya sendiri, yang dirumuskan berdasarkan sistem nilai yang terpadu sesuai abstraksi semangat kejuangan, patriotisme dan nasionalisme para pendiri (The founding Fathers) bangsa. Pengalaman sejarah yang dilewati oleh TNI dan rakyat Indonesia dalam perjuangan meraih kemerdekaan merupakan alasan logis terjadinya perbedaan mendasar mengenai visi, profesionalisme TNI. Sebagai institusi yang lahir dari kancah perjuangan bersama rakyat, profesionalisme TNI tidak semata-mata diukur dari keahlian (expertise), tanggung jawab (responsibility) dan jiwa korsa (corporateness atau spirit de corps) yang terbatas di lingkungan komunitas militer semata, sehingga menjadi institusi yang eksklusif, hidup terpisah dengan rakyatnya.

Indonesia sebagai negara kesatuan dengan potensi keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras, dan etnis golongan memliki potensi timbulnya konflik dan kerawanan sosial yang cukup besat. Kondisi ini dapat terlihat dari meningkatnya konflik yang bernuasa SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI (Gerakan Separatisme) akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik tersebut dapat di indikasikan sebagai pertanda menurunnya rasa nasionalisme di dalam diri masyarakat Indonesia.

Untuk itu, peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam membangun Indonesia yang bermartabat tentu sangat diperlukan. Sesuai dengan amanat Pahlawan pendahulunya dan cita-cita Panglima Besar Jendral Soedirman, maka TNI harus terus mendekatkan diri dan meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat berbangsa dan bertanah air. TNI harus senantiasa menjadi mitra dan bagian terpenting di dalam masyarakat, melalui langkah perjuangan yang diarunginya atas rasa cinta tanah air yang sangat kuat.

Pada era globalisasi ini, sifat ancaman tidak lagi didominasi oleh ancaman militer tetapi juga oleh ancaman non militer atau ancaman non tradisional. Dilihat dari sumber ancaman, semakin besar keterkaitan antara eksternal dan internal. Dimensi ancaman mudah berkembang dari satu dimensi ke dimensi lain, termasuk dimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, informasi dan teknologi, serta keamanan. Spektrum ancaman dapat berubah dengan tiba-tiba dari lokal ke nasional, demikian juga perkembangan eskalasi keadaan dari tertib hingga darurat, dan sebaliknya tidak mudah untuk diprediksi. Apabila tidak ditangani secara cepat dan tanggap akan menjadi "bom waktu", yang dapat meledak kapan saja.

Mengingat kompleksitas ancaman yang dihadapi, semua komponen pertahanan negara dan unsur-unsur diluar bidang pertahanan dituntut untuk saling mendukung dan bersinergi satu dengan yang lain, dengan senantiasa mengindahkan tataran dan lingkup kewenangan yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari setiap konflik, ancaman aktual yang menuntut sinergitas tinggi dalam penanganannya dan perlu mendapat perhatian serius adalah ancaman terhadap konflik di wilayah perbatasan dan keamanan pulau-pulau kecil terluar, ancaman separatisme, terorisme, bencana alam, konflik horizontal, radikalisme, kelangkaan energi dan berbagai kegiatan ilegal baik di darat maupun di laut. Konfik-konflik ini tentu membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.

Selain itu, kesiapan pertahanan negara dalam menghadapi ancaman potensial seperti pencemaran lingkungan, pandemik, cyber crime, pemanasan global, krisis finansial, agresi militer, serta berbagai kemungkinan ancaman yang muncul di sepanjang alur laut kepulauan Indonesia tetap menjadi perhatian pembangunan pertahanan negara dalam jangka pendek, sedang, maupun panjang.

Dalam undang-undang tentang Tentara Nasional Indonesia menegaskan tugas pokok TNI dalam operasi militer untuk perang adalah menghadapi agresi musuh dari luar negeri. Sedangkan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang antara lain, mengatasi gerakan separatis bersenjata, mengatasi pemberontakan bersenjata, mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan, mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis, melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai sistem pertahanan semesta, dan membantu tugas pemerintah di daerah. Ā 

Selain itu tugas pokok TNI juga membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur undang-undang, membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia, membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan, membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue), serta membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

Untuk itu, alasan yang sangat logis apabila prajurit TNI harus mampu mendekatkan diri dengan rakyat. Menghilangkan batas jarak yang sadar atau tidak di sadari dapat terjadi. Kemanunggalan dengan rakyat merupakan nyawa bagi keberlangsungan hidup TNI, negara dan bangsa. Ukuran utama profesionalisme TNI adalah ketika mampu menjadi prajurit yang dicintai oleh rakyatnya.

Seperti yang dilakukan oleh Presiden AS, Jhon Kennedy. Kennedy sangat memahami cara mengajak seluruh rakyat Amerika untuk "focus" kepada sasaran yang hendak dicapai oleh Amerika. Kennedy mengajak seluruh pengikutnya, seluruh rakyatnya kepada keyakinan bahwa kita dapat memberikan hal yang besar kepada negara dengan bekerja bersama-sama, dibanding hanya berusaha untuk bersama-sama memperoleh sesuatu dari negara. Dia berusaha membangunkan kesadaran untuk mendahulukan memberi dari pada meminta. Keyakinan bahwa mulai dengan memberi jauh akan lebih baik hasilnya dari pada memulainya dengan mengharapkan keuntungan terlebih dahulu. Kennedy telah berhasil merubah mindset warga Amerika dari pemahaman berupaya untuk memperoleh sebesar-besar dengan pemahaman berilah sebesar-besar yang kamu mampu.

Semangat yang dibangun dari jargonnya Kennedy itu adalah mengandung dua hal yang sangat mendasar yaitu, membangun moril yang tinggi dan menebarkan kesetiakawanan. Dua hal ini merupakan pelataran tempat berdirinya karakter atau jatidiri yang kokoh dan kuat sebagai modal dalam konteks menuju keberhasilan, apapun yang hendak dicapai. Dengan dua hal ini, maka akan menjadi lebih mudah dalam membentuk The Winning Team. Bersama rakyat, Indonesia sangat meyakini bahwa TNI mampu membentuk NKRI yang aman, adil, bermartabat dan disegani oleh bangsa lain.

Dan lebih dari sekedar itu, maka para pahlawan kita yang telah gugur mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk Indonesia, terutama bagi Panglima Besar Jendral Soerdirman yang tidak hanya memberikan semangat dan jargonnya tetapi jiwa raganya untuk Indonesia, maka hendaknya dapat menjadi roh dan jiwa bagi TNI untuk berbuat dan memberikan sumbangsih terbesar dan terdepannya sebagai teladan dan contoh bagi masyarakat dalam hal menjaga dan membangun Indonesia yang lebih baik. Tidak menjadi larut dalam dinamika transisi demokrasi Indonesia yang hanya menjadi penonton, namun dapat memberikan solusi terbaik berdasarkan asas Demokrasi, Penegakan HAM, Transparansi dan Komitmen Kebangsaan dengan Pancasila sebagai pedoman jatidirinya. Selamat Hari Pahlawan Para Pejuang Bangsa. (Yudistira/mar)

Yudistira adalah Alumnus Pascasarjana KSI UI dan Senior Analis Lembaga Kajian Strategis Nusantara Bersatu dan pewarta warga.

Mulai 6 November-15 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Jika Aku Punya Startup". Dapatkan 3 tiket masuk ke acara Startup Asia Jakarta 2013, yang masing-masing tiketnya bernilai Rp 3,3 jutaan ditambah merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya