Bitcoin Terjun ke Level USD 65.000, Ini Gara-garanya

Koreksi Bitcoin di periode ini didorong oleh aliran dana (netflow) ETF Bitcoin Spot pada tanggal 1 April lalu minus USD 85,7 juta atau setara Rp 1,3 triliun , yang mana menjadi netflow negatif pertama sejak netflow positif pada 25 Maret.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 03 Apr 2024, 13:17 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2024, 13:17 WIB
Ilustrasi Bitcoin
Kondisi perekonomian internasional dan nasional masih dibayang-bayangi keberhasilan upaya menurunkan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang turut berpengaruh pada iklim investasi sehingga menekan harga Bitcoin. (Ilustrasi Bitcoin (Ist))

Liputan6.com, Jakarta - Bitcoin terkoreksi 5,64% ke level USD 65.503 atau setara Rp 1,03 Miliar (asumsi kurs Rp 15.920 per dolar AS) menurut data CoinMarketCap pada Rabu, 3 April 2024. Merespons penurunan harga Bitcoin ini, Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin menyebut ada beberapa faktor penyebab penurunan pasar kripto.

Aliran Dana Keluar ETF Bitcoin 

Fahmi mengatakan koreksi Bitcoin di periode ini didorong oleh aliran dana (netflow) ETF Bitcoin Spot pada tanggal 1 April lalu minus USD 85,7 juta atau setara Rp 1,3 triliun , yang mana menjadi netflow negatif pertama sejak netflow positif pada 25 Maret. 

Fahmi mengatakan koreksi yang terjadi tidak lantas membuat Bitcoin menjadi kurang menarik atau dapat disimpulkan sebagai perubahan arah tren. Sebab Bitcoin masih menarik sebagai instrumen investasi, khususnya dengan dinamika ekonomi dunia yang masih berkutat dengan inflasi dan tantangan pertumbuhan. 

Kondisi Ekonomi Global

Kondisi perekonomian internasional dan nasional masih dibayang-bayangi keberhasilan upaya menurunkan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang turut berpengaruh pada iklim investasi. 

“Pasalnya, suku bunga tinggi 5% atau lebih The Fed yang telah berlangsung sejak akhir Maret 2023 atau telah menginjak periode satu tahun saat ini, masih belum mampu menurunkan inflasi ke target yang dicanangkan,” ungkap Fahmi dalam siaran pers, Rabu (3/4/2024).

Di tingkat domestik, Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini mengumumkan inflasi Ramadan tahun ini naik lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu, yakni 0,52%. Ini menggambarkan baik kondisi ekonomi global dan nasional masih belum sepenuhnya lepas dari permasalahan inflasi. 

Menurut Fahmi, situasi yang terjadi menggarisbawahi pentingnya diversifikasi investasi ke kelas aset gobal yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kondisi ekonomi tradisional. 

Bitcoin menjadi instrumen yang dapat memenuhi kriteria tersebut. Oleh sebab itu saat ini banyak investor institusi di Amerika yang mulai mengadopsi Bitcoin dan menyarankan kliennya untuk mengalokasikan setidaknya 1% dari portofolio investasinya di Bitcoin,” pungkas Fahmi. 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Jumlah Aset Kripto Indonesia Peringkat 7 Besar Dunia

Bitcoin
Ilustrasi Bitcoin (iStockPhoto)

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan Hasan Fawzi, menyebut saat ini Indonesia berada di peringkat ketujuh negara dengan jumlah aset kripto terbesar di dunia.

"Jumlah investor maupun transaksi atas aset kripto domestik terus menunjukkan tren peningkatan, saat ini Indoensia berada diperingkat ketujuh, sebagai negara dengan jumlaha set kripto terbesar di dunia," kata Hasan dalam Konferensi Pers RDK Bulanan Maret 2024, Selasa (2/4/2024).

Pencapaian tersebut didukung oleh perkembangan kripto di tanah air yang tumbuh sangat pesat, baik dilihat dari transaksi maupun jumlah investornya.

Adapun hingga Februari 2024, jumlah total investor aset kripto mencapai 19,18 juta investor atau mengalami peningkatan 351 ribu investor dibadingkan bulan sebelumnya.

Sedangkan dari sisi nilai transaksi mencapai Rp 33,69 triliun atau naik 144,13% secara tahunan (yoy).

"Total akumulasi aset kripto sepanjang tahun 2024 tercatat senilai Rp 55,26 triliun," ujarnya.

 


Literasi daqn Inklusi

Ke depannya, kata Hasan, OJK akan terus mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan digital, penguatan ekosistem keuangan digital yang berkelanjutan, serta penerapan bisnis yang etis dan bertanggungjawab, khususnya terkait dengan penerapan Ai.

Selain itu, OJK akan berkolaborasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait, dan juga asosiasi di sektor Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), untuk mengoptimalkan inovasi dalam mendukung perekonomian nasional.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya