Pasokan Energi Terbatas, Venezuela Larang Penambangan Kripto

Tindakan-tindakan tersebut akan fokus pada pengurangan energi yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan terkait kripto.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 04 Okt 2024, 11:46 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2024, 12:00 WIB
Ilustrasi Kripto. (Foto By AI)
Ilustrasi Kripto. (Foto By AI)

Liputan6.com, Jakarta Pihak berwenang Venezuela melakukan operasi untuk mengawasi aktivitas pelanggan yang terhubung ke jaringan listrik nasional, termasuk penambang mata uang kripto, termasuk Bitcoin.

Dikutip dari News.bitcoin.com, Kamis (22/5/2024) Kementerian Tenaga Listrik Nasional Venezuela mengatakan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk memutuskan semua penambangan kripto dari sistem kelistrikan, untuk mencegah tingginya permintaan energi di negara itu.

Gubernur negara bagian Carabobo, Rafael Lacava memimpin serangkaian tindakan yang berujung pada penyitaan lebih dari 11,000 ASIC dan pemutusan sejumlah penambangan kripto dalam jumlah yang belum ditentukan.

Tindakan-tindakan tersebut akan fokus pada pengurangan energi yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan terkait kripto. Langkah tersebut dilakukan lantaran Venezuela terusmenghadapi pemadaman listrik akibat kekurangan pasokan imbas situasi iklim dan sanksi.

Gubernur Lacava menyatakan para penambang tidak dapat melanjutkan operasinya sementara masyarakat umum menghadapi gangguan energi yang terus menerus.

Namun, pihak berwenang tidak menjelaskan apakah tindakan ini bersifat definitif atau akan diterapkan seiring penyesuaian sistem kelistrikan nasional untuk menghasilkan lebih banyak energi.

Gubernur Lacava menyatakan bahwa lebih banyak lagi penambangan Bitcoin akan terputus dan langkah-langkah lain, termasuk perintah eksekutif nasional untuk mengurangi konsumsi energi lembaga-lembaga negara, akan diumumkan dalam beberapa hari ke depan.

Tindakan ini memberikan wawasan tentang industri penambang kripto di Venezuela setelah pemutusan beberapa peternakan penambangan bitcoin ketika Sunacrip, pengawas kripto nasional, dikaitkan dengan skema korupsi yang melibatkan penjualan minyak yang dikenai sanksi untuk mata uang kripto.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Disanksi AS, Perusahaan Minyak Venezuela Mau Dibayar Pakai Kripto

Ilustrasi Kripto, Crypto atau Cryptocurrency. Foto: Freepik/Frimufilms
Ilustrasi Kripto, Crypto atau Cryptocurrency. Foto: Freepik/Frimufilms

Venezuela sedang bersiap untuk meningkatkan ketergantungan salah satu industri utamanya pada pembayaran kripto dan stablecoin.

Dilansir dari Bitcoin.com, Minggu (28/4/2024), menurut laporan, PDVSA, perusahaan minyak milik negara Venezuela akan siap untuk meningkatkan jumlah pembayaran yang diterima dalam kripto USDT. Langkah ini dipengaruhi oleh penerapan kembali sanksi sepihak AS terhadap negara tersebut.

Sebuah kantor berita internasional menyatakan sejak tahun lalu, perusahaan telah mulai menggunakan kripto USDT, stablecoin yang dipatok dalam dolar sebagai bagian dari mata uang pembayaran yang diterima.

Namun, pemberlakuan kembali sanksi oleh pemerintah AS telah mempercepat proses ini, dengan PDVSA beralih ke model kontrak yang kini mengharuskan lebih dari separuh pembayaran setiap pengiriman dilakukan menggunakan USDT.

Selain itu, PDVSA akan mewajibkan perusahaan yang mengadopsi kontrak semacam ini untuk mendaftar ke database internalnya dan memberikan bukti mereka memiliki mata uang kripto yang diperlukan untuk menyelesaikan pembayaran, menurut sumber lain.

Tindakan pencegahan ini mungkin berasal dari skema pencucian uang dan penggelapan yang baru-baru ini terungkap yang melibatkan pembayaran kripto untuk pengiriman minyak yang tidak terdaftar.

Skema ini melibatkan beberapa mantan anggota tingkat tinggi pemerintah Venezuela, termasuk mantan menteri perminyakan Tareck El Aissami dan Joselit Ramirez, mantan kepala pengawas mata uang kripto Venezuela Sunacrip, keduanya saat ini ditangkap.

Meskipun masih belum ada informasi mengenai jumlah uang yang digelapkan dan kemudian dicuci menggunakan kripto sebagai alatnya, laporan sebelumnya menunjukkan setidaknya USD 20 miliar atau setara Rp 322,7 triliun telah dikurangkan dari kas publik.

Dugaan penggunaan USDT untuk menghindari sanksi AS telah menggerakkan komunitas cryptocurrency karena konsekuensi tersiratnya. Namun, Tether berjanji untuk menegakkan sanksi AS bila diperlukan.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Jaksa Venezuela Ungkap Dugaan Pencucian Uang, Beli Minyak Pakai Kripto

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital.
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Sebelumnya, Jaksa Agung Venezuela, Tarek William Saab, pada 9 April mengumumkan penahanan gelombang kedua terkait skema penggelapan uang, yang melibatkan penjualan minyak yang dibayar tunai dan mata uang kripto, dan pencucian uang lainnya dengan menggunakan metode berbeda.

Melansir Bitcoin.com, Sabtu (13/4/2024) dugaan skema tersebut dilakukan bersama oleh mantan pemimpin perusahaan minyak milik pemerintah Venezuela PDVSA, Tareck El Aissami, dan mantan kepala pengawas mata uang kripto Sunacrip Joselit Ramirez.

Keduanya diduga terlibat penugasan dan likuidasi minyak mentah dalam jumlah yang tidak ditentukan menggunakan transaksi digital dan uang tunai.

Saab mengutip sebuah informan yang mengungkapkan bahwa El Aissami dan Ramirez menggunakan pemberlakuan sanksi terhadap pemerintah Venezuela sebagai dalih untuk menghindari prosedur standar.

Para informan menyatakan bahwa, suatu kali, uang senilai USD 35 juta diterima di rekening bank sebuah perusahaan, dan kemudian sebagian dari uang ini diubah menjadi aset kripto.

Meskipun Saab tidak membagikan angka-angka yang terkait dengan dugaan tersebut, laporan sebelumnya menunjukkan bahwa angka kerugian mencapai sekitar USD 20 miliar atau setara Rp. 322,4 triliun, karena penjualan tidak terdaftar yang kemudian dicuci menggunakan pembelian mata uang kripto dan metode lainnya.

Keterlibatan aset mata uang kripto, menurut Saab, menjadi salah satu faktor yang membuat kasus ini sulit diselidiki.

"Orang-orang ini menggunakan sistem keuangan paling modern, yaitu mata uang digital. Teknologi keuangan digital digunakan untuk menutupi dan menghindari tanggung jawab," bebernya.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya