Liputan6.com, Banyuwangi - Suara Nanang Kosim, penyandang disabilitas tuna netra asal Desa Labanasem, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur terdengar lantang dan merdu saat membacakan salawat tarkhiem jelang azan salat zuhur di Masjid Baitul Muttaqin dekat rumahnya.
Lewat suara merdunya itu, Masjid Baitul Muttaqin tidak perlu memutar kaset qiroat atau salawat tarkhiem jelang waktu salat lima waktu.
Baca Juga
Meski kondisi Nanang disabilitas tuna netra, sejak lulus SD dia sudah rajin dalam menghafal berbagai nada azan, qiroat, dan salawatan yang sudah populer di televisi, radio, maupun dari pita kaset dan kepingan CD.
Advertisement
"Azan itu ada temporal lagu-lagunya. Sekarang saya hafal 17 lagu nada azan. 5 belajar dari saudara, lainnya belajar sendiri. Ada yang nada kenceng dan rendah. Tujuannya biar ganti-ganti dan jemaahnya semangat," kata Nanang.
Siang itu, satu jam sebelum memasuki waktu salat zuhur dimulai, Nanang sudah terlihat berjalan menuju masjid. Setiap berangkat ke masjid, Nanang memastikan perutnya harus dalam keadaan kosong agar suara azan yang ia kumandangkan tetap lantang dan panjang.
"Satu jam sebelum azan harus kosong perutnya untuk menjaga kekuatan suara. Soalnya baca qiroat 23 menit, azan, kemudian puji-pujian 2 menit," ucapnya.
Rupanya, Nanang sangat rutin menjaga kualitas suara. Caranya adalah dengan menyelam sambil teriak di dalam air dengan durasi maksimal 1,5 menit.
Dari 17 jenis nada azan yang telah dikuasai, Nanang yang merupakan disabilitas ini berharap dapat menambah jumlah orang muslim untuk terus rajin salat berjemaah di masjid. Terutama bagi generasi muda seusianya.
"Tadi nada azan zuhur hari ini umum. Nada azan untuk hari Senin, Selasa, sampai hari Minggu seperti apa. Semua saya atur biar tidak bosen," kata Nanang.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Keinginan Nanang
Nanang memang sempat di bangku SD umum, namun tidak dilanjutkkan lagi karena mengetahui adanya pendidikan khusus bagi penyandang disabilitas.
Dalam waktu dekat, dia pun bertekad akan melanjutkan di SLB untuk belajar huruf braille. "Sementara ini masih metode menghafal, ada yang bacakan, direkam," ucapnya.
Meski kesehariannya hanya di rumah saja dan rajin mengeluarkan suara merdunya di masjid setiap ibadah lima waktu, Nanang sudah mendapatkan penghasilan dari suaranya.
Beberapa kali, masyarakat sekitar sering mengundang Nanang untuk jadi muazin di masjid lain, baca qiroat dan bermain musik hadrah saat acara pernikahan.
Nanang memiliki asa. Ia bercita-cita agar suaranya bisa masuk ke dapur rekaman sehingga bisa diputar di masjid seluruh Indonesia. Dia juga ingin bisa azan di Masjid Al Akbar, Surabaya.
"Saya sudah pernah ke sana jauh-jauh tapi tidak boleh, karena sudah ada yang orang pastinya," kata Nanang.
Nanang menceritakan kondisi penglihatannya telah terganggu sejak lahir. Kemudian semakin bertambah usia, penglihatannya semakin hilang.
"Sekarang penglihatan saya tinggal 5 persen," tukas Nanang.
Sementara itu, ketua dari tamkir Masjid Baitul Muttaqin Burhadi (64) mengatakan saat 2000-an tidak lagi menggunakan kaset setiap ibadah salat jemaah lima waktu.
"Sejak Nanang azan di sini sudah tidak pakai kaset. Kondisi masjid seperti ini, hanya bisa bantu per bulan bulan kami kasih Rp 300 ribu," tegasnya.
Reporter : Mohammad Ulil Albab
Sumber : Merdeka.com
(Annisa Suryanie)
Advertisement