Liputan6.com, Jakarta Kecanggihan teknologi pada mobil tanpa kemudi bisa menjadi dua mata pisau. Satu sisi bisa membantu memudahkan pengendara, tetapi juga bisa membahayakan.
Seperti yang terjadi minggu lalu di Jepang. Sebuah mobil tanpa kemudi sempat disetop izinnya karena menabrak atlet tunanetra. Meski kini Toyota telah melanjutkan operasi kendaraannya, perusahaan kini menawarkan lebih banyak kontrol operator dan staf tambahan untuk memastikan mereka tidak menabrak orang lagi.
Advertisement
Baca Juga
Seperti dilansir BBC, atlet paralimpiade yang ditabrak, yaitu Aramitsu Kitazono, anggota tim judo Jepang. Ia tertabrak saat sedang berjalan melintasi penyeberangan pejalan kaki. Oleh karena itu, ia tidak dapat bersaing dalam kategori 81kg karena kecelakaan itu.
Ia tidak mengalami cedera serius, namun ia harus mengundurkan diri dari acara karena terluka dan memar-memar.Â
Â
Sensor berfungsi tapi mobil tak bisa berhenti
Dalam sebuah pernyataan pada Senin malam, Toyota mengumumkan,"Sensor kendaraan mendeteksi penyeberangan pejalan kaki dan mengaktifkan rem otomatis, dan operator juga mengaktifkan rem darurat. Namun, kendaraan dan pejalan kaki harus bersentuhan dulu sebelum akhirnya berhenti total," dikutip dari BBC.
Perusahaan tersbeut menjelaskan bahwa mulai sekarang, operator akan diberikan kendali atas seberapa cepat kendaraan itu bergerak, dengan dua anggota staf keselamatan di dalamnya, bukan satu, untuk membantu mengawasi pejalan kaki.
Sementara fitur keselamatan baru juga akan mencakup suara peringatan yang lebih keras, sementara pemandu pejalan kaki di penyeberangan yang sibuk di desa Paralimpiade akan ditingkatkan menjadi 20 dari enam. Toyota juga mengatakan akan terus melakukan perbaikan keselamatan setiap hari sampai penutupan acara. Toyota juga mengatakan sedang bekerja sama dengan penyelidikan polisi setempat untuk menentukan penyebab kecelakaan itu.
Â
Advertisement
Permintaan maaf kepala eksekutif
Kepala eksekutif Toyota Akio Toyoda membuat permintaan maaf publik setelah insiden tersebut.
"Kendaraan lebih kuat dari seseorang, jadi saya jelas khawatir tentang bagaimana keadaan mereka," katanya dalam video YouTube.
Toyoda mengatakan kecelakaan itu menggambarkan betapa sulitnya mengoperasikan kendaraan self-driving dalam kondisi khusus seperti desa paralimpiade, dengan orang-orang di sana yang tunanetra atau penyandang disabilitas lainnya.
"Ini menunjukkan bahwa kendaraan otonom belum realistis untuk jalan normal," tambahnya.
Ambisi otonom
Perusahaan pengembang Pod e-Palette, kendaraan listrik yang sepenuhnya otonom, diadaptasi secara khusus untuk digunakan selama Olimpiade Tokyo dan Paralimpiade, dengan pintu besar dan jalur elektrik untuk memungkinkan sekelompok atlet pergi dengan cepat.
Produsen mobil terbesar di dunia, seperti banyak pesaing industri motornya, sedang mencoba mengembangkan kendaraan otonom untuk beroperasi dengan aman di jalan umum.
E-Palette diresmikan di pameran teknologi CES di Las Vegas pada tahun 2018, dengan perusahaan menggembar-gemborkannya sebagai simbol mobilitas yang melampaui mobil untuk menyediakan layanan pelanggan dan nilai-nilai baru.
Saat itu, Toyoda menyatakan bahwa Toyota akan mengubah dirinya dari perusahaan mobil menjadi perusahaan mobilitas.
Infografis David Jacobs Raih Medali Perunggu Paralimpiade Tokyo 2020
Advertisement