Hipotiroid Kongenital Bisa Berujung Disabilitas jika Tak Ditangani Sejak Dini

Bayi baru lahir bisa memiliki berbagai kondisi, baik disabilitas maupun non disabilitas. Namun, tak semua kondisi yang mengarah pada disabilitas dapat terlihat secara fisik.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 11 Okt 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2022, 10:00 WIB
Ilustrasi bayi baru lahir
Ilustrasi bayi baru lahir. Freepik.

Liputan6.com, Jakarta Bayi baru lahir bisa memiliki berbagai kondisi, baik disabilitas maupun non disabilitas. Namun, tak semua kondisi yang mengarah pada disabilitas dapat terlihat secara fisik.

Salah satu kondisi yang tak terlihat tapi bisa berujung disabilitas jika tak segera ditangani adalah hipotiroid kongenital.

Menurut Plt Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Ni Made Diah, hipotiroid kongenital adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir.

“Bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital tidak menunjukkan gejala, sehingga sering tidak terdiagnosis,” kata Diah dalam dalam konferensi pers daring Kemenkes, Jumat (7/10/2022).

Karena tidak terlihat, maka pemerintah menyarankan untuk skrining hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir.

“Deteksi dini diperlukan sehingga apabila positif dapat segera diobati agar anak tumbuh dan berkembang sesuai potensi genetik,” tambah Diah.

Jika skrining tidak dilakukan, maka hipotiroid kongenital pada anak tidak akan terdeteksi. Akibatnya, anak tak dapat tumbuh dengan optimal, baik secara fisik maupun intelektual.

“Hipotiroid kongenital seringkali luput tidak terdiagnosis. Padahal, jika tidak terdiagnosis dan tidak diobati maka manifestasi dari hipotiroid kongenital ini adalah gangguan tumbuh kembang bahkan sampai gangguan kognitif. Kurang lebih seperti cebol dan IQ-nya bisa rendah.”

Jika demikian, maka kualitas anak di masa depan tidak akan seperti anak-anak pada umumnya. Ini disayangkan karena jika terdeteksi sejak dini, maka anak bisa tumbuh dengan baik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dampak Jangka Panjang

Hipotiroid kongenital yang tak diobati bisa memicu dampak negatif jangka panjang, ini termasuk:

- Beban biaya untuk menanggung perawatan anak hipotiroid kongenital seumur hidup

- Beban psikologi dan sosial keluarga

- Negara harus menyiapkan guru dan Sekolah Luar Biasa (SLB)

- Bonus demografi tidak tercapai.

“Kalau anak tumbuh kembangnya kurang, intelektualnya kurang, nanti anak itu tidak produktif dan itu akan menjadi beban psikologis dan sosial keluarga.”

Mengacu pada prevalensi global, 1 dari 3.000 bayi baru lahir berpotensi lahir dengan hipotiroid kongenital. Jika di Indonesia kelahiran bayinya sebanyak 4,4 juta, maka bayi yang berpotensi lahir dengan hipotiroid kongenital adalah sebanyak 1.500 bayi.

Diah menambahkan, gejala dan tanda yang dapat diobservasi setelah 1 bulan bayi lahir antara lain tubuh pendek, lunglai, kurang aktif, bayi kuning, lidah besar, mudah tersedak, suara serak, pusar bodong, dan ubun-ubun melebar.


Alur Skrining

Skrining hipotiroid kongenital menggunakan sampel darah tumit pada bayi usia 48 jam sampai 72 jam yang diambil oleh tenaga kesehatan. Semua bayi baru lahir berhak mendapatkan pemeriksaan tersebut melalui pelayanan di Puskesmas hingga rumah sakit.

Alur skriningnya pun sederhana yakni:

- Bayi baru lahir akan diambil sampel darahnya dengan tusukan jarum khusus di tumit. Pengambilan darah dilakukan oleh tenaga kesehatan sehingga orangtua tak perlu khawatir.

- Sampel darah kemudian dikirimkan ke laboratorium rujukan dan diperiksa di laboratorium tersebut.

- Orangtua tinggal menunggu hasil dan jika hasilnya normal maka bayi tinggal menjalankan pemantauan tumbuh kembang seperti bayi pada umumnya.

- Sedangkan, jika hasil skrining menyatakan bahwa kadar hormon tiroid bayi tinggi, maka bayi akan ditatalaksana di fasilitas kesehatan oleh dokter spesialis anak.

- Akan dilakukan pula tes konfirmasi di laboratorium terstandar yang berada di kabupaten, kota, dan di laboratorium rujukan.

- Jika positif hipotiroid kongenital, maka akan ditatalaksana dengan pengobatan di fasilitas kesehatan.

“Pengobatannya nanti sesuai dengan penanganan rujukan, mengikuti mekanisme dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sedangkan, jika negatif maka akan dilakukan pemantauan tumbuh kembang di fasilitas kesehatan seperti biasa.”


Lokasi Pemeriksaan Sampel

Pemeriksaan sampel darah tumit dilakukan melalui laboratorium di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP dr. Sardjito dan RSUD dr. Soetomo, sesuai dengan regionalisasi berikut:

1. Laboratorium RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, mengampu wilayah DKI Jakarta, Banten, Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan. Bengkulu, Lampung, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Sulawesi Utara, Papua Barat, dan sebagian Jawa Barat (Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi).

2. Laboratorium RSUP Dr. Hasan Sadikin, mengampu wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat, NTT, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Jawa Barat.

3. Laboratorium RSUP Dr. Sardjito, mengampu wilayah DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Jawa Tengah, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah.

4. Laboratorium RSUD Dr. Soetomo, mengampu wilayah Jawa Timur.

“Bila pada skrining ditemukan hipotiroid kongenital, maka dilakukan pengobatan segera dalam periode emas (kurang dari 1 bulan). Dengan pengobatan yang dimulai tepat waktu, bayi dengan Hipotiroid Kongenital dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal,” kata Diah.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya