Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas kerap menemui hambatan dalam menjalankan ibadah. Baik saat sembahyang maupun saat membaca kitab suci.
Hal ini melatarbelakangi Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) dalam meluncurkan kitab suci Braille.
Setelah meluncurkan Al-Quran versi Braille, Kemenag kini menghadirkan Dhammapada Braille atau kitab suci bagi pemeluk Budha yang menyandang disabilitas netra.
Advertisement
“Salah satu concern saya selama memimpin Kementerian Agama adalah bagaimana agar layanan keagamaan juga mudah diakses oleh kalangan disabilitas. Salah satunya dengan menghadirkan kitab dalam versi cetak Braille,” kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, mengutip keterangan resmi, Selasa (16/4/2024).
“Alhamdulillah, Mushaf Al-Quran Braille sudah hadir lebih awal. Kini, Kemenag hadirkan juga Kitab Suci Buddha versi cetak Braille yang diawali dengan Dhammapada. Saya apresiasi terobosan Balitbang Kemenag dan juga Ditjen Bimas Buddha,” tambahnya.
Melihat langkah baik ini, Yaqut meminta agar upaya memberikan kemudahan akses umat beragama terhadap kitab sucinya bisa dilakukan oleh Ditjen Bimas lainnya di Kementerian Agama. Tak terbatas pada kitab suci versi Braille, tapi beragam inovasi lain yang memudahkan penyandang disabilitas.
“Jadi tidak selalu juga dalam bentuk Braille, tapi prinsipnya bagaimana umat beragama bisa merasa lebih mudah aksesnya untuk membaca dan mempelajari kitab suci,” katanya.
Dilakukan Secara Bertahap dan Berkelanjutan
Dalam keterangan yang sama, Dirjen Bimas Buddha, Supriyadi menambahkan, upaya menghadirkan Kitab Suci Buddha dalam versi cetak Braille akan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.
Pada tahap awal, terobosan ini dilakukan dengan Dhammapada Braille.
Menurutnya, kehadiran Dhammapada Braille ini sejalan dengan amanah Undang-undang No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pasal 5 mengatur bahwa penyandang disabilitas memiliki sejumlah hak, salah satunya adalah hak keagamaan.
Advertisement
Hak Keagamaan Penyandang Disabilitas
Dalam pasal 14 dijelaskan bahwa hak keagamaan Penyandang Disabilitas antara lain:
- Memeluk agama.
- Beribadah sesuai agamanya.
- Memperoleh kemudahan akses dalam memanfaatkan tempat peribadatan.
- Mendapatkan kitab suci dan lektur keagamaan lainnya yang mudah diakses berdasarkan kebutuhannya.
Supriyadi mengakui bahwa sampai saat ini masih ada keterbatasan bagi kelompok penyandang disabilitas terhadap akses kitab suci agamanya.
“Penerbitan Kitab Suci Dhammapada Braille menjadi upaya kita untuk memberikan kemudahan bagi para penyandang disabilitas, khususnya yang beragama Buddha. Kami berharap ini bisa bermanfaat bagi mereka dalam mempelajari dharma,” ucap Supriyadi.
Proses Penyusunan Dhammapada Versi Braille
Dijelaskan Supriyadi, Dhammapada versi cetak Braille ini disiapkan oleh tim penyusun Kitab Suci Dhammapada Ditjen Bimas Buddha bekerja sama dengan Yayasan Mitra Netra.
Proses penyusunannya dimulai dengan mengubah file dari huruf latin ke dalam huruf braille. Proses penyusunannya berlangsung selama lebih kurang empat bulan.
“Kitab Suci Dhammapada Braille ini menggunakan bahasa baca atau bahasa bunyi dari Bahasa Pali disertai dengan terjemahan dalam Bahasa Indonesia. Kitab Suci Dhammapada Braille ini berpedoman pada cetakan Kitab Suci Dhammapada yang diterbitkan oleh Yayasan Dhammadipa Arama edisi ke tujuh tahun 2022,” jelas Supriyadi.
“Keberadaan Kitab Suci Dhammapada versi cetak braille ini diharapkan dapat memfasilitasi masyarakat yang berkebutuhan khusus untuk mendapat wawasan dan pengetahuan mengenai Kitab Suci Dhammapada. Ini juga diharapkan menambah kepustakaan mengenai Kitab Suci Agama Buddha untuk Pendidikan Agama dan Keagamaan Buddha,” katanya lagi.
Ke depan, pihak Supriyadi akan mencoba menyusun versi Braille untuk kitab suci lainnya dari agama Buddha.
Advertisement