Pelari dengan Spektrum Autisme Ini Ajak Teman-Teman Disabilitas untuk Aktif di Dunia Olahraga

Teman-teman penyandang disabilitas dapat ikut aktif dalam dunia olahraga.

oleh Fariza Noviani Abidin diperbarui 03 Mei 2024, 09:00 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2024, 09:00 WIB
Penyandang Disabilitas Rayakan Kemerdekaan RI
Teman-teman disabilitas berolahraga (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah keragaman manusia, terdapat individu-individu dengan kemampuan yang unik dan istimewa. Salah satu contohnya adalah penyandang disabilitas, yang memiliki potensi luar biasa untuk berkarya dan berprestasi di berbagai bidang, termasuk olahraga.

Kisah inspiratif datang dari Natrio Catra Yososha atau yang akrab dipanggil Osha, seorang penyandang autisme yang aktif di dunia olahraga dan memiliki semangat untuk mengajak teman-teman disabilitas lainnya untuk ikut berkontribusi.

Osha adalah seorang atlet lari yang memiliki Autism Spectrum Disorder (ASD). Dia menyandang gelar The First Autistic Indonesian Marathoner atau pelari maraton pertama di Indonesia. 

Gelar tersebut ia dapatkan setelah berhasil menyelesaikan lari marathon sepanjang 42 km pada gelaran BTN Jakarta Run 2023 dengan catatan waktu 6 jam 47 menit.

Osha meyakini lari merupakan olahraga yang terbuka untuk siapa saja. "Saya percaya lari itu olahraga untuk semua, bukan hanya untuk orang-orang typical atau orang-orang reguler," ucapnya dalam acara konferensi pers Garmin Run 2024 (22/2/24) di Jakarta.

Ia menyampaikan bahwa lari merupakan olahraga yang mudah dan tidak membutuhkan alat apapun. Sehingga semua orang seharusnya dapat terlibat dan berpartisipasi. 

Dengan ini, Osha ingin menyebarkan semangat kepada teman-teman disabilitas lainnya untuk juga dapat aktif di bidang olahraga seperti dirinya.

Ia percaya bahwa olahraga dapat menjadi alat yang ampuh untuk membangun kepercayaan diri, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, serta menjalin persahabatan. 

Bersama Melawan Stigma Negatif Disabilitas

Di tengah keragaman manusia, masih terdapat stigma negatif yang melekat pada penyandang disabilitas. Stigma ini sering kali didasarkan pada ketidaktahuan, prasangka, dan ketakutan, dan dapat berakibat pada diskriminasi, isolasi, dan hilangnya kesempatan bagi penyandang disabilitas.

Osha sendiri menyampaikan bahwa pandangan negatif tersebut yang cenderung mengecilkan teman-teman disabilitas, "Saya ingin bisa membantu dan menjadi support system untuk mengkampanyekan disabilitas terutama autisme."

Dengan menjadi atlet marathon, Osha berharap bahwa ia dapat menyebarkan kepedulian serta memperbesar rasa penerimaan masyarakat atas individu dengan disabilitas.

Olahraga Itu Untuk Siapa Saja yang Ingin Hidup Sehat dan Bersosialisasi

Selain untuk membuktikan ketidakbenaran pandangan negatif akan penyandang disabilitas, Osha juga mengungkapkan bahwa ia berolahraga karena ia ingin hidup sehat, "Saya ingin bisa hidup sehat, sama seperti yang lainnya karena olahraga itu bisa untuk siapa pun."

Namun, Osha menggarisbawahi bahwa disamping teman-teman disabilitas harus diberikan kesempatan, mereka juga perlu untuk difasilitasi agar tetap bisa berolahraga dengan nyaman dan enak. 

Hal tersebut juga harus dipenuhi karena olahraga merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu yang mana juga menjadi hak bagi setiap orang untuk bisa merasakan hal yang sama saat berolahraga.

"Olahraga lari itu juga bisa menjadi tempat untuk saya dan teman-teman yang spesial untuk bisa latihan bersosialisasi dan hadir di masyarakat supaya kita bisa berkembang bersama-sama."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya