Penyanderaan Sydney di Mata Warga Australia

Menurut warga Melbourne, Australia, Paula Zatpi, keberadaan umat Muslim di kota-kota besar umumnya sudah diterima dengan baik.

oleh Adanti Pradita diperbarui 22 Des 2014, 07:00 WIB
Diterbitkan 22 Des 2014, 07:00 WIB
Penyanderaan Sydney di Mata Warga Australia
Paula Zatpi, warga Melbourne, Australia mengatakan keberadaan umat Muslim di kota-kota besar sudah diterima dengan baik. (Liputan6.com/Adanti Pradita)

Liputan6.com, Melbourne - Situasi Martin Place, Sydney hingga kini dijaga ketat oleh aparat kepolisian pasca-penyanderaan yang dilakukan seorang pria bersenjata bernama Man Haron Monis di Kafe Lindt. Tentu bagi sebagian warga Australia mengalami trauma. Lantas bagaimana pendapat warga Australia sekarang ini atau cerita pada saat tragedi berlangsung?

Paula Zatpi, seorang suster sebuah rumah sakit di Melbourne, Australia mengaku sangat terkejut mendengar tragedi yang menewaskan 3 orang tersebut, termasuk si penyandera Monis.

"Saya merasa hal tersebut sangat mengerikan karena kita tidak menyangka hal tesebut terjadi sangat dekat dengan di mana kita berada," ujar wanita berumur 22 tahun itu kepada Liputan6.com, Melbourne, Australia, Minggu (21/12/2014).

Bahkan, Paula Zatpi mengaku, nyaris meninggalkan kota tempat tinggalnya itu. "Ayah saya sempat menyuruh untuk pergi dari kota ini saat ia menelepon, karena tindakan tersebut bisa saja terjadi di kota Melbourne," ujar dia.
 
Terkait dampak teror ini bagi kaum Muslim di Australia pasca-penyanderaan tersebut, menurut Paula Zatpi, umumnya di kota-kota besar di Australia umat Muslim sudah dapat diterima dengan baik.

"Sebenarnya menurut saya, semua itu tergantung di daerah Australia mana orang Muslim tersebut berada. Kalau di kota-kota besar, saya rasa tidak ada masalah karena pasti kaum Muslim sudah lebih diterima di kota besar dan kita percaya bahwa mereka tidak akan melakukan hal yang dapat membahayakan keselamatan kita," papar dia.

Tetapi mungkin, lanjut Paula Zatpi, daerah yang tidak terlalu metropolitan seperti daerah terpencil di Australia --dimana belum terbiasa dengan budaya yang berbeda dengan mereka, dampaknya akan lebih besar. "Jadi cara mereka menatap masalah ini mungkin berbeda," imbuh dia.

Paul Zatpi berharap, bagi pelaku teror harus dihukum seberat-beratnya agar tidak mengulangi perbuatan yang sama. Apalagi hingga menghilangkan nyawa orang lain. "Jadi, menurut saya kasus seperti itu sebenarnya tidak memperbolehkan sang pelaku dikeluarkan hanya dengan bayaran," ujar dia.

Soal penanganan penyanderaan Senin 15 Desember lalu itu, Paul Zatpi menilai, pihak kepolisian setempat sudah bertindak cukup bagus. "Mereka sudah punya sistem keamanan yang baik."

"Pihak kepolisian juga langsung bergerak dengan cepat, karena mereka langsung ada di sana sesaat setelah ditelepon. Tetapi memang kasus kemarin sulit dicegah, namun untuk ke depannya polisi harus menjauhkan orang-orang yang berpotensi jahat dari keramaian," tandas wanita berambut pirang itu.

Penyanderaan Sydney terjadi pada Senin 15 Desember lalu, pukul 09.45 waktu setempat. Man Haron Monis yang berasal dari Iran membuat situasi kacau. Dengan mengenakan senjata, ia menyandera sekitar 50 pengunjung kafe.

Setelah 17 jam berlalu, polisi Negeri Kanguru memutuskan untuk menyerbu kafe setelah mendengar letupan senjata dari dalam tempat kongkow tersebut. Penyerbuan berlangsung tegang hingga baku tembak terjadi. Pada akhirnya, 3 orang tewas, termasuk pelaku Man Haron Monis.

Polisi lokal saat ini tengah menelusuri asal muasal senjata api yang dimiliki Man Haron Monis, di samping terus berjaga-jaga hingga situasi dianggap sudah benar-benar kondusif. (Rmn/Ali)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

 
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya