Liputan6.com, Garissa - Penyelidikan terhadap para pelaku 'serangan fajar' di kampus Kenya masih terus dilakukan. Dalam hasil penyelidikan terbaru, pemerintah setempat mengatakan Mohamed Mohamud, juga dikenal dengan nama alias Dulyadin dan Gamadhere, adalah dalang dari pembantaian pada Kamis 2 April itu.
"Mohamud diketahui memiliki jaringan teroris besar di Kenya," demikian menurut info dari dokumen Kemendagri yang diberikan kepada CNN, seperti dimuat Senin (6/4/2015).
Informasi tersebut disampaikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)Â Kenya melalui akun Twitter-nya. Di mana mereka mengumumkan beberapa orang yang diduga terlibat serangan di Garissa University College.
Advertisement
"We are still looking for them. If you have any info about them or their whereabouts, call the authorities #OneKenya," tulis Kemendagri Kenya melalui akun Twitter @InteriorKE.
Kemendagri Kenya juga memposting pengumuman sayembara perburuan otak 'serangan fajar' itu. "Most Wanted" untuk Mohamud, dengan tawaran hadiah sekitar US$ 215.000 atau setara Rp 2,7 miliar.
"Kami menyerukan kepada siapa pun yang tahu informasi tentang #Gamadhere, agar berbagi dengan pihak berwenang dan badan-badan keamanan yang relevan," tulis Kemendagri Kenya.
Dari dokumen tersebut, Mohamud juga dinyatakan bertanggung jawab atas serangkaian serangan di Kenya. Dia disebutkan menjadi komandan regional Al-Shabab wilayah Juba.
Mohamud berperan memerintahkan milisi di sepanjang perbatasan Kenya dengan Somalia, dan bertanggung jawab atas serangan lintas-perbatasan di negara itu. Jaringannya meluas hingga ke kamp pengungsi Dadaab.
Menurut PBB, Dadaab adalah kamp pengungsi terbesar dunia. Rumah bagi ribuan orang pengungsi. Kota itu terletak di provinsi Timur Utara Kenya dekat Somalia.
Kelompok teroris yang berbasis di Somalia itu sebelumnya juga mengaku bertanggung jawab atas serangan di Westgate Mall, Nairobi pada 2013. Di mana 148 orang tewas.
Mohamud juga mengaku mendalangi beberapa serangan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di tambang sebuah desa Kenya dekat perbatasan Somalia pada Desember 2014. Dalam serangan yang menewaskan 36 orang itu, militan Al-Shabaab memisahkan pekerja non-Muslim dari pekerja Muslim sebelum mengeksekusinya.
Dalam dokumen pemerintah itu, juga tertulis bahwa Mohamud adalah warga Kenya yang memiliki tiga istri dan tiga saudara kandung. Dua di antaranya terkait dengan kelompok Al-Shabaab.
Sebelumnya, dari identifikasi jasad tersangka militan bersenjata yang tewas dalam pembantaian 148 orang itu, diketahui salah satunya adalah putra seorang pejabat pemerintah Kenya.
Seorang kepala pemerintahan di Mandera, Kenya utara, Abdullahi Daqare mengatakan kepada CNN bahwa anaknya hilang.
"Abdirahim Abdullahi termasuk di antara empat penyerang yang tewas dalam serangan pada hari Kamis. Pejabat pemerintah itu -- tak disebutkan identitasnya -- melapor bahwa anaknya hilang," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Kenya, Mwenda Njoka seperti dikutip dari VOA News.
Berdasarkan penuturan Daqare, anaknya lulus pada 2013 dari sekolah hukum Nairobi University dan bekerja untuk sebuah bank selama dua bulan. Sebelum dilaporkan menghilang.
"Aku menerima laporan dari orang-orang yang menemukan informasi di Internet, bahwa anakku adalah salah satu teroris. Sebelumnya aku juga mengabarkan pemerintah bahwa anakku hilang, dan meminta bantuan mereka untuk mencari keberadaan anakku," ucap pria berdarah campuran Kenya-Somalia yang mengaku putus asa mencari putranya. (Tnt/Yus)