Seni Terbakar Matahari, Tren yang Membuat Dokter Kulit Ngeri

Membiarkan diri berlama-lama di bawah sinar matahari untuk menciptakan gambar di kulit – setimpal, kah?

oleh Indy Keningar diperbarui 07 Jul 2015, 13:00 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2015, 13:00 WIB
Seni Terbakar Matahari, Tren yang Membuat Dokter Kulit Ngeri
Membiarkan diri berlama-lama dibawah sinar matahari untuk membuat gambar di kulit – setimpal, kah?

Liputan6.com, Jakarta Ribuan pengguna Instagram dari seluruh dunia terancam risiko kanker kulit akibat tren `gila` terbaru – sunburn art (seni terbakar matahari).

Sejak beberapa tahun belakangan, pengguna media sosial beramai-ramai menggambari kulit mereka menggunakan stensil atau tabir surya dan membiarkan kulit mereka terbakar sinar matahari. Pola yang digambar dengan teknik ini bervariasi, mulai dari geometri, motif bunga, hingga abstrak. Beberapa orang hanya membuat desain kecil di kulit mereka, sementara beberapa orang lainnya membuat gambar yang besar di seluruh tubuh mereka.

foto: Oddity Central

Namun, tren ini membuat ngeri para dokter kulit.

“Paparan sinar matahari menyebabkan kerusakan sel kulit, mempercepat penuaan, dan meningkatkan risiko kanker kulit,” Ungkap Yayasan Kanker Kulit (The Skin Cancer Foundation) pada media. “Faktanya, mempertahankan lima atau lebih hasil paparan matahari di masa muda meningkatkan risiko menderita melanoma hingga 80 persen.”

foto: Oddity Central

Dermatolog New York, Dr. Barney Kenet, setuju dengan hal ini. “Sudah jelas bahwa terbakar sinar matahari menimbulkan dua akibat untuk Anda: membuat kulit keriput dan bebercak, serta mengakibatkan kanker kulit, terutama melanoma,” tuturnya pada Oddity Central. Bahkan menurut Kenet, sunburn art lebih berbahaya dibanding berjemur biasa. Sebab, orang-orang cenderung berada di bawah paparan sinar matahari lebih lama demi mendapat hasil bakaran yang lebih bagus.

foto: Oddity Central

Beberapa dermatolog bahkan menggunakan Twitter untuk mengungkapkan ketidaksetujuan mereka terhadap tren ini. “#SunBurnArt ini ide buruk. #Beauty tidak seharusnya mematikan.” Begitu bunyi tweet dari dokter kulit asal Massachusetts, Robin Travers. (Ikr/heidy)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya