Migran Uni Eropa Membeludak Parah Sejak Perang Bosnia 1992

"Mereka membunuhi kaum perempuan kami. Apa yang harus kami perbuat?" kata salah seorang pengungsi.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 19 Agu 2015, 17:25 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2015, 17:25 WIB
Uni Eropa Alami Krisis Migran Terparah Sejak Perang Bosnia 1992
Ribuan pengungsi antre depan gedung German Reception Center (NPR)

Liputan6.com, Berlin - Barakat tersenyum saat seorang penderma memberikan anak laki-laki dan perempuannya beberapa potong baju bekas. Ia adalah salah satu pencari suaka ke Jerman yang berasal dari etnis Yazidi dari Irak, sebuah kaum minoritas di negeri bergolak itu.

Etnis Yazidi adalah mereka percaya kepada Tuhan sambil menghadap matahari serta memuja 7 malaikat. Mereka ini adalah etnis yang paling rapuh dan sasaran kekerasan di Irak.

"Mereka membunuhi kaum perempuan kami. Apa yang harus kami perbuat?" tanya Barakat kepada koresponden BBC Jenny Hill di Berlin.

Tak jauh dari ia berdiri, ratusan orang mengantre di depan gedung abu-abu. Samar-samar terdengar suara petunjuk dari speaker.

Gedung itu adalah Berlin Reception Center, bangunan di mana para pengungsi datang untuk mendaftar mendapatkan rumah dan layanan lainnya. Banyak relawan yang menyediakan makanan, air, baju dan obat-obatan. Seorang dokter bekerja bergantian untuk menolong orang yang terluka bahkan melakukan operasi di sebuah tenda tak jauh dari lokasi itu.

"Seharusnya bukan relawan yang melakukan ini semua," kata dokter yang tidak mau disebutkan identitasnya kepada BBC. "Tapi pihak keamanan tidak menyangka akan kedatangan begitu banyak orang secara tiba-tiba.

Ketika koresponden BBC meninggalkan tempat itu, ia berpapasan dengan seorang perempuan tua yang mendorong kereta belanjanya.

"Aku datang untuk menyumbang baju. Kenapa kamu tidak membantu orang-orang ini?" gerutu perempuan itu.

Cerita haru lainnya datang dari seorang supir bus yang tiba-tiba membuat penumpangnya 'berkaca-kaca'. Ia adalah Sven Latteyer yang melakukan penyambutan terhadap 15 orang asing di busnya.

"Perhatian tuan dan nona dari seluruh dunia di busku. Aku hanya ingin mengucapkan sesuatu untuk kalian semua. Selamat datang di Jerman, selamat datang di negeriku. Semoga hari kalian menyenangkan," kata Sven dalam bahasa Inggris seperti dikutip harian lokal Nachricten yang dikutip dari BBC, Rabu (19/8/2018).

Sambutannya dibalas dengan tepukan tangan "termasuk oleh orang Jerman itu sendiri," kata seorang saksi mata, "Bahkan salah satu perempuan dari Afrika mengusap air matanya."

Cerita ini tersebar viral lewat sosial media. Beberapa warga Jerman pun merasa terharu.

"Akhir-akhir ini, aku jarang mendengar, 'selamat datang di Jerman,' dengan nada positif," kata salah seorang pembaca koran itu lewat akun Twitternya.

Bahkan pembawa acara TV ZDF nyaris tersedak dan bergetar saat harus membacakan berita ini.

Sven mengatakan kepada media lokal Jerman, bahwa apa yang ia lakukan adalah berdasarkan pengalaman kakak iparnya yang harus mengungsi dari konflik Kosovo tahun 90an. Juga sang kakek yang terluka saat berperang di zaman Perang Dunia II.

Jumlah Migran Semakin Membeludak

Dua orang anak pengungsi tertidur di halaman gedung German Reception Center  (NPR)

Meningkatnya eskalasi politik di Suriah, Afrika dan negeri-negeri Balkan, membuat negara-negara Uni Eropa kelabakan menampung para imigran. Bulan Juli 2015, otoritas keamanan melaporkan ada sekitar 107.500 imigran berada di perbatasan UE dengan negara tujuan Jerman.

Angka imigran yang masuk Eropa kali ini jauh lebih tinggi dibanding saat pengungsi masa krisis Bosnia. Tahun 1992 pengungsi hanya 438 ribu.

Jerman sendiri kerepotan menghadapi 750 ribu pengungsi dari Suriah dan negara-negara Balkan. Uni Eropa kini menghadapi krisis pengungsi. Belum lagi persoalan antara Prancis dan Inggris dalam menyelesaikan pengungsi yang kini tinggal di Calais, Prancis.

Musim panas tahun ini, ribuan ilegal migran masuk ke Inggris melewati terowongan Channel serta membuat perkampungan di utara Prancis itu.

Rencananya, Kementerian Luar Negeri kedua belah pihak akan membuat perjanjian kerja sama untuk mengurus masalah imigran, termasuk di antaranya para mafia penyelundup manusia.

Otoritas perbatasan UE, Frontex, mengatakan bahwa tiap bulan mereka kedatangan 100 ribu pendatang dari negara-negara konflik semenjak tahun 2008 hingga sekarang.

Pada dasarnya, Jerman membuka pintu kepada para imigran ini. Berlin bahkan menyanggupi untuk 450 ribu pencari suaka untuk tahun 2015. Namun, angka ini melonjak drastis dari kuota yang bisa disediakan menjadi 650 ribu.

Komisi Tinggi PBB untuk pengungsi atau UNHCR mengatakan bahwa negara UE harus membagi beban pengungsi ke tiap anggota negaranya.

"Ini sungguh tidak adil, hanya Jerman dan Swedia yang mengambil alih masalah pengungsi," kata Ketua UNCHR Antonio Guterres kepada media lokal Jerman seperti dikutip dari BBC.

Salah satu negara Uni Eropa, Hungaria yang mempunyai kebijakan lebih longgar kepada turis dan pendatang, dimanfaatkan oleh para imigran ini untuk masuk ke UE. Oleh karena itu, negara ini akan mengirimkan ribuan petugas keamanan menjaga perbatasan Hungaria dengan Serbia untuk membendung aliran pengungsi dari Balkan.

Kedatangan mereka kali ini membuat pemerintah negeri Kanselir Markel ini kewalahan. Mereka terpaksa membuat shelter sementara di tengah kota dan menyulap pusat kebugaran olah raga menjadi tempat penampungan.

Hal ini mengakibatkan sebagian warga protes. Di timur Berlin, ribuan orang protes dengan perlakuan pemerintahnya dan meminta penampungan sementara dibubarkan. (Rie/Tnt)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya