Presiden Zimbabwe Tak Sengaja Membaca Pidato Ulangan

Presiden Zimbabwe tidak sadar telah membacakan pidato yang persis sama dengan pidatonya dua minggu sebelumnya.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 16 Sep 2015, 21:00 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2015, 21:00 WIB
Astaga, Presiden Zimbabwe Tak Sengaja Baca Pidato Ulangan
Gambar dari The Herald, Zimbabwe

Liputan6.com, Harare - Presiden Robert Mugabe dari Zimbabwe secara tidak sengaja membaca pidato yang salah dalam pembukaan sidang parlemen Selasa lalu (15/09/2015). Wacana yang salah itu sudah pernah dibacakannya tiga minggu sebelumnya. Menurut BBC, sang presiden pertama kali membacakan pidato itu pada 25 Agustus 2015.

Harian milik pemerintah, The Herald, mengutip jurubicara kepresidenan George Charamba yang mengatakan, “Telah terjadi kesalahan dalam sidang parlemen yang mengakibatkan Yang Mulia membawakan pidato yang salah.”

 “Kesalahan terjadi di kantor sekretariat kepresidenan, oleh karena itu ada baiknya pidato presiden diabaikan. Kami sesali dengan kesalahan ini, sementara itu perbaikan sedang dilakukan," lanjutnya.

Namun, menurut laporan BBC, sang presiden menyelesaikan pidatonya hingga selesai. Beberapa minggu lalu, para anggota parlemen dari partai oposisi mendapatkan peringatan keras untuk tidak mengganggu pidato pemimpin Zimbabwe itu. Hal ini dikarenakan interupsi yang dilakukan partai penentang dalam pidato presiden dalam sidang parlemen 25 Agustus 2015 lalu.

Menurut BBC kondisi menjelang pidato sedang tegang dimana 6 orang anggota parlemen dari partai oposisi, Movement for Democratic Change (MDC), mendapat ancaman pembunuhan dari pengirim yang menamakan dirinya “Death” (maut), untuk tidak mengganggu pidato presiden Robert Mugabe (91) di masa mendatang.

Anggota parlemen tampak duduk dengan tenang ketika presiden membacakan pidato ulangan tersebut Selasa lalu (15/09/2015). Beberapa orang anggota dari partai Zanu-PF yang berkuasa terlihat bertepuk tangan secara teratur. 

Pidato itu berisi rencana 10 langkah untuk mengatasi krisis ekonomi Zimbabwe. Langkah itu antara lain reformasi buruh dan upaya merangsang penanaman modal dari sejumlah negara, seperti Tiongkok. (Alx/Rcy)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya