55 Juta Warga Iran Ikut Pemilu Perdana Pasca-Perjanjian Nuklir

Pemilu kali ini ditujukan untuk memilih 290 anggota parlemen untuk masa jabat 4 tahun.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 26 Feb 2016, 12:41 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2016, 12:41 WIB
55 Juta Warga Iran Ikut Pemilu Perdana Sejak Perjanjian Nuklir
Pemilihan parlemen kali ini ditujukan untuk memilih 290 anggota parlemen untuk masa jabat 4 tahun.

Liputan6.com, Tehran - Warga Iran hari Jumat ini berbondong-bondong memberikan suara dalam pemilu memilih parlemen negara dan Majelis Ahli -- sebuah badan ulama yang menunjuk pemimpin tertinggi.

Jajak pendapat ini adalah yang pertama sejak Iran dan dunia menyetujui kesepakatan atas program nuklirnya.

Reformis dan moderat yang mendukung Presiden Hassan Rouhani membentuk koalisi pendukung yang disebut dengan The List of Hope -- yang bertujuan mengurangi jumlah garis keras dalam dua kubu.

Hampir 55 juta orang berhak untuk memilih dalam jajak pendapat kali ini, seperti disebutkan BBC, Jumat (26/2/2016).

Pemilihan parlemen kali ini ditujukan untuk memilih 290 anggota parlemen untuk masa jabat 4 tahun. Lalu memilih 88 ulama untuk Majelis Ahli yang bertugas selama 8 tahun.

Pemilu Iran ini dimulai pukul 08.00 waktu setempat (04.30 GMT) dan ditutup pada pukul 18.00. Namun para pejabat mengatakan TPS bisa buka lebih lama jika ada antrean panjang.

Wartawan BBC Persia, Ali Hamedani mengatakan perbaikan ekonomi menjadi isu utama dalam pemilu ini.

"Dengan sanksi dicabut dan investor Barat mulai kembali ke Iran, ada harapan yang tinggi untuk perbaikan dalam kehidupan sehari-hari," kata Hamedani.

Kaum reformis dan moderat mengatakan mereka menargetkan investasi asing yang lebih besar, yang katanya akan mendorong lapangan kerja bagi kaum muda. Lebih dari setengah warga Iran berada di bawah usia 35 tahun, tetapi tingkat pengangguran kaum mudanya mencapai 25% -- lebih tinggi 2,5 kali rata-rata nasional.

Namun pihak konservatif mengatakan pertumbuhan ekonomi yang kuat, kemungkinan berasal dari produksi dalam negeri yang mereka gambarkan sebagai 'perlawanan ekonomi' yang mengacu pada cita-cita Revolusi Islam tahun 1979 di negara itu.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya