Liputan6.com, Middle Island - Di sebuah pulau terbesar di barat Australia, terlihat pemandangan yang nampak tak nyata. Di sana terdapat danau berwarna merah muda cerah bernama Lake Hillier yang menarik para wisatawan maupun peneliti.
Berdasarkan spekulasi terakhir, warna merah muda itu disebabkan oleh alga. Namun dalam penelitian terbaru, peneliti mengonfirmasi bahwa kehadiran mikroba extremophille berkontribusi terhadap warna yang dihasilkan danau itu.
Dalam video terbaru, pembawa acara SciShow, Hank Green, mendeskripsikan extremophille sebagai salah anggota ekosistem di Bumi yang paling aneh karena dapat hidup dalam kondisi ekstrem.
Advertisement
Baca Juga
Organisme tersebut dapat hidup dalam lingkungan yang memiliki tingkat salinitas tinggi, misalnya Lake Hillier di Middle Island, Australia. Hal tersebut dikutip dari Daily Mail, Selasa (22/3/2016).
Danau tersebut ditemukan pertama kali oleh SciSchow di tahun 2013 dan memacu minat para peneliti di eXtreme Microbiome Project.
Peneliti mengumpulkan sedimen dan air dari berbagai sisi danau untuk memastikan alga, archaea, dan bakteri yang hidup di dalamnya terambil. Dengan sampel tersebut, tim tersebut menggunakan analisis metagenom di mana DNA diekstraksi untuk mengidentifikasi spesies berdasarkan infromasi genetik.
Dengan mikroba dalam sampel yang dikumpulkan di Lake Hillier, peneliti menemukan alga bernama Dunaliella salina yang diduga menjadi penyebab di balik air yang berwarna merah muda.
Alga tersebut juga bisa ditemukan di danau berwarna pink lainnya, yaitu Lake Retba di Senegal.
D. salina memproduksi senyawa pigmen bernama karotenoid yang membantu untuk menyerap sinar matahari. Senyawa tersebut juga memberikan warna merah muda dalam alga itu.
Tim tersebut juga mengidentifikasi bakteri dengan nama Dechloromonas aromatic, yang baik untuk memecah senyawa seperti bensol dan toluena yang sering ditemukan dalam pelarut kimia.
Dari informasi tersebut, peneliti dapat melacak akar penyebab munculnya warna pink dari Lake hillier. Mereka menemukan bahwa danau pink itu pada 1900an digunakan sebagai tempat penyamakan kulit, di mana banyak digunakan pelarut kimia dalam produksinya.