Terkuak, Jejak Firaun Perempuan yang Hidup Sebagai Laki-laki

Hatshepsut adalah satu-satunya perempuan yang menyandang status 'firaun'. Dendam berusaha menghapusnya dari sejarah.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 19 Apr 2016, 20:17 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2016, 20:17 WIB
Seru, Ukiran Mumi Ini Sebagai Bukti Intrik Politik Mesir Kuno
Rekaan wajah Ratu Hatshepsut menurut seniman. (Sumber socialstudies.school)

Liputan6.com, Kairo - Para ahli Mesir Kuno mengakuinya sebagai sebagai firaun paling sukses. Ia memerintah pada Dinasti ke-18 mulai tahun 1473 Sebelum Masehi, mendampingi putranya tirinya -- anak suaminya dan seorang selir dari harem -- Thutmosis III yang mewarisi kepemimpinan pada usia 2 tahun. Namun belakangan sosok tersebut menobatkan dirinya sebagai penguasa.

Kala itu, haram bagi seorang perempuan untuk menduduki takhta. Untuk mereka yang berdarah biru sekalipun. Maka Hatshepsut mengubah namanya -- yang berarti 'yang paling terkemuka di antara wanita mulia' -- menjadi lebih maskulin, Hatshepsu. Ia pun kemudian menjalani hidup sebagai seorang pemimpin pria.

Wanita Terkaya Dunia Sepanjang Masa Hatshepsut (Time)

Seperti dikutip dari Daily Mail, Selasa (19/4/2016), ia memperkuat cengkeraman kekuasaannya dengan mendekorasi kuil para dewa, memasang citra dirinya sebagai firaun -- menggunakan pakaian tradisional dan segala simbol kepemimpinan termasuk janggut yang lancip.

Saat mengerjakan urusan kenegaraan, dikelilingi para penasihat laki-laki, ia mungkin mengenakan pakaian pria. Meski, pada masa awal kekuasaannya, perempuan itu kerap mengenakan gaun pas badan yang menunjukkan lekuk tubuhnya.

Konspirasi Jahat Hapus Ratu Mesir Kuno dari Sejarah (Daily Mail/Blue Lantern)

Hatshepsut adalah sosok yang punya ambisi kuat, luar biasa ulet, dan tanpa ampun. Kemampuannya yang hebat sebagai politisi dan negarawan telah terbukti selama masa kepemimpinannya yang sukses.

Sembari mengurus negara, ia membiarkan putra tirinya menyempurnakan karir di bidang militer, saking suksesnya, para sejarawan menjuluki Thutmosis III sebagai 'Napoleon of Egypt' -- Napoleon dari Mesir.

Namun, pria itu tak diizinkan berkuasa melampaui sang ibu tiri. Ia harus berada di bawah bayang-bayang firaun perempuan itu.

Hatshepsut adalah perempuan pertama yang memerintah Mesir Kuno -- meski ada yang menyebut, ada ratu bernama Sobekneferu atau Neferusobek yang pernah memerintah pada 1806 SM.

Namun, ia bukan satu-satunya kaum hawa yang memerintah di dunia yang didominasi laki-laki.

Setelahnya, ada Ratu Mesir Nefertiti, lalu Cleopatra yang bertakhta 1.500 tahun kemudian. Namun, tak satu pun dari mereka yang menyandang gelar firaun.

Namun, mengapa raja sekaligus ratu Mesir Kuno, yang berhasil memerintah Dinasti ke-18 menjadi kerajaan yang sejahtera, seakan terhapus dari sejarah?

Apalagi, nama Hatshepsut bahkan masuk dalam daftar perempuan paling kaya sepanjang masa.

Semua mungkin berawal dari dendam.

Hatshepsut meninggal dunia pada usia 50 tahun, mungkin karena kanker. Seharusnya ia dimakamkan di Lembah Para Firaun (Valley of the Kings).

Namun, putra tirinya, Thutmosis III memakamkannya di lokasi yang sederhana. Selama 40 tahun berkuasa sebagai firaun, ia berusaha menghapus nama Hatshepsut dari sejarah.

Patung-patung perempuan mulia itu dibuang ke dalam tambang, di depan kuil besar yang dibangun Hatshepsut. Potretnya juga dihapus dari istana.

Sosok Sejati Hatshepsut

Sosok Sejati Hatshepsut

Makam Hatshepsut ditemukan oleh Howard Carter, arkeolog yang menguak makam Firaun Tutankhamun.

Ia yang awalnya adalah pemimpin Mesir yang paling tak dikenal pada awal Abad ke-20, menjadi tenar. Perempuan itu dianggap mewakili gerakan feminisme yang marak pada dekade tersebut. Sebuah asteroid bahkan menyandang namanya: 2436 Hatshepsut. 

Namun, seperti apa sosok sejati sang firaun perempuan, terus jadi misteri. Sebab, citra yang menggambarkannya sebagai wanita jarang ditemukan.

Baru-baru ini, para ilmuwan dari German Archaeological Institute menemukan sejumlah bongkahan batu yang memberi petunjuk upaya mengubah sesosok perempuan menjadi figur lelaki. Temuan itu dihasilkan di Pulau Elephantine di Aswan, Mesir.

Sebuah bongkahan batu menggambarkan sosok wanita diubah menjadi figur lelaki. Lainnya menggambarkan bentuk limas bertuliskan namanya telah terkikis.

Pakar Mesir Kuno Dr Mahmoud Afify mengatakan, bangunan tempat asal bongkahan-bongkahan itu diduga didirikan pada tahun-tahun awal kekuasaan Hatshepsut, sebelum ia menggambarkan diri sebagai seorang firaun berkelamin lelaki.

Bongkahan tiang yang menjadi penanda festival dewa Khnum. (Sumber Lembaga Arkeologi Jerman via Heritage Daily)

Hanya ada sedikit bangunan dari masa-masa awal ia bertakhta, yang pernah ditemukan hingga sekarang.

Beberapa di antaranya ada di Karnak, sehingga temuan 'baru' kali ini termasuk yang sangat jarang.

Badan Urusan Peninggalan Antik Mesir Kuno mengatakan, penemuan baru tersebut mengungkapkan tentang masa awal kekuasaan sang ratu dan Thutmosis III. 

Dr Felix Arnold, direktur lapangan ekskavasi tersebut mengungkapkan bahwa kuil asal bongkahan batu tersebut kemungkinan dibangun sebagai lokasi perayaan untuk Dewa Khnum atau dewa pencipta.

Bangunan itu kemudian dirubuhkan dan sekitar 30 bongkahannya ditemukan di landasan kuil dewa Khnum lain yang didirikan oleh Nectanebo II, firaun yang memerintah antara 360 dan 342 SM.

Beberapa bongkahan itu ditemukan dalam ekskavasi sebelumnya oleh para ahli dari Swiss Institute. Namun, baru kali ini ada temuan yang menggambarkan Hatshepsut sebagai perempuan.

Suatu ukiran pada batu yang menunjukkan pengikisan citra Hatshepsut sebagai wanita. (Sumber Ancient Origins)

Dengan temuan bongkahan-bongkahan itu, penampilan asli bangunannya dapat direkonstruksi. Menurut para pakar, ada ruang khusus untuk patung Dewa Khnum yang dikeliling pilar-pilar di empat sisi.

Pilar-pilar tersebut melambangkan sejumlah versi untuk dewa yang tersebut dan sejumlah dewa lainnya, antara lain Imi-Peref ("Ia yang hadir dalam rumah"), Nebet-menit ("Wanita tonggak tambatan"), dan Min-Amun dari Nubia.

"Karenanya, bangunan ini bukan hanya memperkaya pengetahuan kita tentang riwayat Ratu Hatshepsut, tapi juga pengertian kita tentang kepercayaan di Pulau Elephantine semasa kekuasannya," kata pihak berwenang Mesir.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya