Pidato Ima Matul, WNI Korban Perbudakan di Konvensi Demokrat AS

Ima Matul, perempuan asal Desa Gondanglegi, Malang, Jawa Timur, pernah menjadi korban perdagangan manusia di AS.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 27 Jul 2016, 11:49 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2016, 11:49 WIB
Ima Matul Maisaroh, WNI Malang yang berpidato di konvensi Partai Demokrat AS. (Dokumentasi VOA News)
Ima Matul Maisaroh, WNI Malang yang berpidato di konvensi Partai Demokrat AS. (Dokumentasi VOA News)

Liputan6.com, Washington DC - Meski memiliki latar belakang yang tak mengenakkan sebagai korban perdagangan manusia, Ima Matul Maisaroh memilih bangkit. Penyintas dan aktivis anti-perdagangan manusia asal Indonesia itu berharap calon presiden Partai Demokrat Hillary Clinton bisa benar-benar mengakhiri kasus tak manusiawi itu.

Kini warga negara Indonesia (WNI) ini bekerja sebagai aktivis di Coalition to Abolish Slavery & Trafficking (CAST) atau Koalisi untuk Menghilangkan Perbudakan dan Perdagangan Manusia, LSM yang didatanginya ketika ia melarikan diri dari penyiksaan tahun 2000.

"Ketika isu perdagangan manusia belum lagi menarik perhatian kita, sebelum ada aturan hukum untuk mengidentifikasi dan melindungi korban, bahkan sebelum saya melarikan diri dari orang yang memperdagangkan saya, Hillary Clinton sudah berjuang untuk mengakhiri perbudakan modern ini," ujar Ima di hadapan ribuan hadirin Konvensi Nasional Partai Demokrat di Philadelphia, Pennsylvania, Selasa malam (26/7/2016) yang dikutip dari VOA News.

"Karena itu sebagai penyintas dan aktivis, saya berharap -- terlebih karena Hillary Clinton kini bertarung untuk menjadi presiden Amerika -- bisa mengakhiri perdagangan manusia."

Ima, perempuan asal Desa Gondanglegi, Malang, Jawa Timur, pernah menjadi korban perdagangan manusia. Ia masih berusia belasan tahun ketika datang ke Los Angeles, Amerika, tahun 1997 karena ajakan untuk bekerja.

Orang yang merekrutnya berjanji akan mengurus semua biaya administrasi untuk mendapatkan paspor, visa dan tiket pesawat, serta mencarikannya pekerjaan. Ia juga dijanjikan memperoleh US$ 150 per bulan. Tetapi Ima Matul justru dijadikan pembantu rumah tangga yang bekerja lebih dari 12 jam sehari tanpa digaji.

Ketika ia angkat bicara memprotes perlakuan itu, ia malah disiksa. Tiga tahun Ima bertahan sebelum ia melarikan diri atas pertolongan pembantu tetangganya.

"Perdagangan manusia tidak hanya terjadi di luar Amerika. Hal ini juga terjadi di halaman belakang rumah kita," tegas Ima.

Kini Ima bekerja sebagai aktivis di CAST, lembaga swadaya masyarakat yang didatanginya ketika ia melarikan diri tahun 2000.

Perjuangan Ima Matul Maisaroh

Berkat kerja keras dan perjuangannya, pada awal 2016, Ima Matul dan rekannya Shandra Woworuntu, yang juga penyintas perdagangan manusia, diangkat sebagai dua dari 11 anggota gugus tugas untuk memantau dan memberantas perdagangan manusia di Amerika dan dunia atau "The President’s Interagency Task Force to Monitor and Combat Trafficking in Persons (PITF)".

Dalam pernyataan di Gedung Putih ketika peresmian gugus tugas tersebut awal Januari lalu, Ima mengatakan tugas penting yang diemban tidak saja memberi informasi dan kesadaran pada masyarakat tentang bahaya perdagangan manusia, tetapi juga memperkuat aturan hukum untuk membawa setiap pelaku ke muka hukum.

Gugus tugas presiden yang pertama itu akan bertugas selama dua tahun dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Obama. Prioritas tugas tim ini adalah memperkuat aturan hukum, memberi saran mengenai pendanaan layanan bagi korban, mencegah perdagangan manusia dan meningkatkan kesadaran masyarakat.

Sejak 2001, Departemen Luar Negeri AS diharuskan oleh undang-undang untuk mengeluarkan laporan tahunan perdagangan manusia "Trafficking in Persons". Dalam laporan tahun 2015 diketahui bahwa Meksiko adalah sumber dan negara tujuan utama perdagangan manusia atau berada pada "Tier-1", khususnya untuk kerja paksa dan pelacuran.

Sementara Indonesia berada pada "Tier-2", sebagai sumber dan tempat transit perdagangan manusia, di mana korbannya diperkirakan mencapai 6,2 juta orang, terutama perempuan.

Banyaknya jumlah orang yang melakukan perjalanan lewat laut guna menghindari pemeriksaan imigrasi resmi bisa jadi membuat jumlah korban sebenarnya jauh lebih besar.

Selasa 26 Juli malam, Ima Matul menjadi penyintas dan sekaligus aktivis anti-perdagangan manusia asal Indonesia pertama yang berbicara di forum politik terkemuka konvensi nasional Partai Demokrat. Mantan Menteri Luar Negeri AS, Madeleine Albrihgt dan mantan Presiden Bill Clinton adalah dua tokoh yang berbicara setelah Ima.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya