Liputan6.com, Manila - Presiden Rodrigo Duterte menyerukan penarikan pasukan khusus Amerika Serikat dari sejumlah pulau di Filipina Selatan. Ia mengatakan, kehadiran pasukan tersebut dapat menyulitkan pemerintah Filipina melakukan serangan terhadap kelompok militan Abu Sayaf.
Duterte yang akhir-akhir ini menjadi sorotan media karena bersikap keras terhadap Pemerintah AS mengatakan, jika warga Amerika masih di Mindanao maka mereka akan menjadi sasaran bernilai tinggi bagi kelompok Abu Sayaf.
Baca Juga
Quincy Kammeraad, Kiper Filipina yang Gawangnya Kebobolan 7 Kali oleh Timnas Indonesia 7 Tahun Lalu Kini Jadi Pahlawan di Piala AFF 2024
Harga Mentereng Kristensen, Pemain Filipina yang Pupuskan Asa Indonesia di Piala AFF 2024
Piala AFF 2024 Sedang Berlangsung, Tonton Live Streaming Pertandingan Timnas Indonesia VS Filipina di Sini
"Mereka harus pergi. Saya tak ingin ada keretakan dengan Amerika. Tapi mereka harus pergi," ujar Duterte dalam pidato yang ia sampaikan pada Senin, 12 September 2016 waktu setempat.
Advertisement
"Warga Amerika, mereka akan benar-benar membunuhnya, mereka akan berusaha menculiknya untuk mendapatkan tebusan," imbuh dia.
Menanggapi hal itu Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS John Kirby menyebut, belum mendapat kabar resmi terkait penarikan tersebut. Sementara itu Juru Bicara Pentagon Gary Ross mengatakan, mereka akan terus berkomunikasi dengan Filipina.
"(Kami) akan berkomunikasi dengan Filipina untuk menyesuaikan bantuan kami dengan tepat, sesuai dengan apa yang disetujui oleh pemerintah baru," ujar Ross seperti dikutip dari Reuters, Selasa (13/9/2016).
Pemerintah AS mengerahkan pasukan khusus ke Mindanao pada 2002 untuk melatih pasukan Filipina dalam memerangi Abu Sayaf, yang melibatkan 1.200 tentara AS.
Pada 2015 aktivitas itu dihentikan, namun sebagian kecil pasukan masih berada di sana untuk memberi dukungan logistik dan teknis.
Tak lama sebelum Duterte menjabat sebagai presiden pada Juni 2016, Pemerintah AS dan Filipina memberlakukan Perjanjian Peningkatan Pertahanan Kerjasama sebagai terkait sengketa Laut China Selatan. Atas perjanjian itu, AS mendapat akses rotasi di lima pangkalan Filipina.