Liputan6.com, Berlin - Partai pendukung Angela Merkel mengalami kekalahan bersejarah dalam pemilihan parlemen negara bagian Berlin.
Banyak pemilih yang beralih kepada partai kanan Alternative for Germany (AfD) yang meraup 13 persen suara. Dengan demikian, AfD untuk pertama kalinya akan mendapat kursi di parlemen, demikian menurut sejumlah proyeksi awal.
Dikutip dari Daily Mail pada Selasa (20/9/2016), wali kota Michael Müller memperingatkan bahwa peroleh dua digit oleh AfD bisa dipandang dunia sebagai tanda-tanda kembalinya sayap kanan dan Nazi di Jerman.
Advertisement
Baca Juga
Partai CDU di bawah pimpinan Merkel hanya meraih 18 persen, turun 5 angka. Perolehan partai kiri-tengah Sosial Demokrat (SPU) juga turun, hanya mendapat 22 persen .
SPU tetap menjadi partai dengan perolehan terbesar dan diduga akan mendepak CDu dari koalisi yang sekarang.
Semua ini berlangsung setelah Merkel mengaku ia berandai-andai bisa 'mengulang waktu' untuk mempersiapkan diri menghadapi krisis pengungsi yang bermula pada 2015.
Pada Sabtu lalu, Merkel mengumumkan rencana menanggalkan kampanye 'kita bisa melakukan ini' terkait akomodasi pengungsi, sementara hasil jajak pendapat menunjukan dukungan yang terus merosot.
Kepada sebuah harian Jerman, ia mengatakan, "Hal itu telah menjadi slogan sepele, hampir seperti rumusan tak berarti."
Ia melanjutkan, "Ada beberapa pihak yang terusik dengan pernyataan itu, walaupun bukan itu maksudnya."
Partai Sayap Kanan Naik Daun
Kekalahan ini terjadi setelah dua minggu lalu CDU tersodok hingga tempat ke tiga di negara bagian Mecklenburg-Western Pomerania di timur Jerman.
Dengan waktu 1 tahun sebelum menuju pemilu nasional, hasil di Berlin menambah tekanan kepada Merkel dan memperlebar jurang dengan kubu konservatifnya.
Partai Christian Social Union (CSU), salah satu anggota koalisi, diduga akan semakin kritis di Bavaria.
Markus Soeder, menteri keuangan dari CSU, segera menyebut kekalahan itu sebagai "panggilan ke dua untuk bangun" dalam 2 minggu.
Kata Soeder kepada harian Bild, "Raibnya kepercayaan jangka panjang dan besar-besaran di kalangan pemilih tradisional mengancam blok konservatif."
Ia menyerukan koalisi nasional sang Kanselir untuk kembali merebut dukungan dengan mengganti arah kebijakan imigrasi. Secara khusus, mereka menginginkan pembatasan 200 ribu pengungsi per tahun. Merkel menolaknya.
Peter Tauber, sekretaris jenderal CDU, agak menyalahkan CSU karena kekalahan di Berlin.
"Kalau ada gesekan dalam blok konservatif, hal itu tidak membantu, apalagi kalau perselisihan itu berlangsung seperti yang terjadi di Munich."
Perlawanan terhadap kebijakan migran mengundang pertanyaan tentang Merkel yang sekarang ini menjadi pemimpin paling digdaya di Eropa. Tapi, partainya belum memiliki pilihan calon lain.
Kali ini, Merkel berjanji tidak ada lagi pembukaan 'hiruk pikuk' perbatasan untuk para pengungsi.
Walaupun ia mempertahankan keputusan 'politis dan etis' yang mengijinkan 1 juta pencari suaka pada 2015 dengan alasan kemanusiaan, Merkel mencoba mendekati para pemberi kritik.
"Seandainya saya mampu, saya mau mengulang waktu hingga beberapa tahun untuk mempersiapkan diri saya, pemerintah federal, dan siapapun yang dalam posisi bertanggung jawab atas situasi ini di akhir musim panas 2015," kata Merkel.
Dalam sambutan pembukaan yang agak tidak biasa, Merkel mengatakan bahwa kesalahan di masa lalu mencakup penolakan yang terlalu lama untuk menerima transformasi Jerman menjadi masyarakat multi budaya.
Ia mengakui, "Kita bukanlah juara dunia dalam hal integrasi sebelum kedatangan para pengungsi itu," katanya sambil menegaskan bahwa infrastrukur untuk pelatihan bahasa dan ketrampilan harus diadakan tergesa-gesa.
Merkel mengakui bahwa ungkapan "kita bisa melakukannya" pada saat berlangsungnya krisis pengungsi telah mengusik banyak orang yang menganggap hal itu sebagai kecerobohan tentang tantangan di masa depan. Ia mengatakan akan berhenti menggunakan ungkapan itu.
Namun demikian, Merkel tetap menolak seruan dari blok konservatifnya yang menginginkan peresmian batas atas jumlah pencari suaka ke Jerman. Ia juga tetap optimistis tentang kemampuan negara itu untuk melebur puluhan ribu pengungsi dalam Jerman.
Merkel membela kebijakan imigrasinya dari serangan para kritikus, katanya, "Tidak cukup…untuk sekedar mengetahui siapa kambing hitamnya, tidak cukup untuk mengetahui yang menentang. Kita perlu solusi yang baik untuk menjaga masyarakat kita secara bersama."
Sementara itu, AfD, yang didirikan pada 2013 sebagai partai anti-euro, meraih pol antara 11 dan 14 persen secara nasional.
Tahun lalu, partai itu menggunakan ketakutan pemilih tentang integrasi sekitar 1 juta pengungsi yang masuk ke Jerman pada tahun lalu.
Georg Pazderski, calon dari AfD, mengatakan sesudah hasil pemilu, "Dari nol menjadi dua digit, hal itu unik untuk Berlin. Koalisi besar telah tersingkir--belum di tingkat nasional, tapi akan berubah tahun depan."
Para komentator mengatakan bahwa hasil yang ada menjadi indikasi AfD bisa memasuki parlemen pada 2017.
Thomas Jaeger, ahli ilmu politik Universitas Cologne, mengatakan, "Dengan hasil Berlin, AfD telah memperkokoh posisinya dan menunjukkan bisa menarik para pemilih dari berbagai kalangan."
Advertisement