Liputan6.com, Port-au-Prince - Korban tewas akibat terjangan Badai Matthew di Haiti telah melonjak menjadi 283 jiwa, demikian menurut keterangan pemerintah. Sebanyak 50 korban berasal dari kota di bagian selatan, Roche-a-Bateau.
Sementara itu di kota utama semenanjung, Jeremie, sekitar 80 persen bangunannya rata dengan tanah. Di Provinsi Sud, 30.000 rumah dikabarkan hancur.
Baca Juga
Badai tersebut kembali digolongkan ke kategori empat--klasifikasi badai kedua tertinggi, karena kondisi ekstrem tersebut saat ini sedang bergerak ke Florida, Amerika Serikat.
Advertisement
Badai Karibia terkuat dalam satu dekade itu telah menerjang Bahama setelah sebelumnya memorak-porandakan Haiti dan Kuba. Sejumlah pohon dan tiang listrik dikabarkan roboh di Bahama, meski tak ada laporan korban jiwa.
Dikutip dari BBC, Jumat (7/10/2016), sebagian besar korban Haiti berada di kota dan desa nelayan di sekitar pantai selatan. Korban tewas kebanyakan disebabkan tertimpa pohon, reruntuhan, dan luapan sungai.
Badai tersebut juga melewati semenanjung Tiburon dan meratakan rumah warga dengan kecepatan angin mencapai 230 km/jam yang disertai hujan lebat pada 3 dan 4 Oktober. Runtuhnya jembatan utama pada Selasa lalu telah menyebabkan akses wilayah barat daya Haiti terputus.
Organisasi non-pemerintah mengatakan, jaringan telepon dan listrik turut terputus dan warga mulai kehabisan air dan makanan.
Koresponden BBC Tony Brown yang berada di barat daya Haiti melaporkan, warga mencoba mengatasi kerusakan akibat badai Matthew dengan membangun rumah sementara dari reruntuhan tanpa bantuan tentara maupun polisi.
Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, 350.000 orang di seluruh Haiti memerlukan bantuan.
Juru bicara Palang Merah Amerika Suzy DeFrancis mengatakan, prioritas utama adalah memulihkan jaringan telepon. "Kami akan menggunakan teknologi untuk membantu melakukan hal itu," ujar dia.
"Kami juga memiliki gudang dengan persediaan bantuan yang akan kami distribusikan. Beberapa hal yang dibutuhkan keluarga mungkin peralatan dapur sehingga mereka bisa memasak, segala jenis perlengkapan kesehatan. Kami juga khawatir dengan kolera, sehingga kami akan membantu mendistribusikan aquatab untuk menjernihkan air," jelas DeFrancis.
Haiti merupakan salah satu negara termiskin di dunia, dengan banyak penduduknya tinggal di rumah yang rapuh dan berlokasi di daerah rawan banjir.
Lebih dari setengah penduduk Haiti tinggal di kawasan padat dan kumuh yang rentan akan gempa, badai, atau wabah penyakit. Epidemi kolera yang telah berlangsung sejak 2010 telah menewaskan ribuan jiwa.
Deforestasi besar-besaran yang menyebabkan erosi tanah, menyebabkan gubuk di lereng bukit dan rumah di ibu kota Port-au-Prince berada dalam bahaya. Di daerah pedesaan, lapisan tanah bagian atas yang digunakan untuk pertanian sering hanyut.
Ketidakstabilan politik dan korupsi menjadi salah satu faktor penyebab. Tanpa dipimpin pemerintahan yang efektif selama puluhan tahun, Haiti saat ini menempati urutan ke-163 dari 188 negara dalam hal Indeks Pembangunan Manusia PBB. Hal tersebut menyebabkan Haiti hanya menaruh sedikit perhatian pada pertahanan terhadap badai.