Liputan6.com, Roma - Kehancuran terpampang nyata di area pegunungan di Italia tengah, pascagempa 6,2 skala Richter yang terjadi di kedalaman 10 kilometer. Petugas penyelamat kini sedang berpacu dengan waktu, untuk menyelamatkan korban selamat yang masih terjebak di dalam puing-puing batu.
Setidaknya 120 orang dinyatakan meninggal dunia, 368 lainnya mengalami luka dalam musibah tersebut.
"Ini belum angka final," kata Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi memperingatkan, usai mengumumkan angka korban jiwa dalam tragedi gempa, seperti dikutip dari CNN, Kamis (25/8/2016).
Pujian disampaikan sang pemimpin kepada para relawan dan petugas pertahanan sipil yang bergegas menuju lokasi bencana pada malam buta, menggunakan tangan mereka untuk menggali puing-puing, demi menyelamatkan jiwa orang lain.
"Tak ada keluarga, kota, dan dusun yang akan merasa ditinggalkan dalam bencana ini," itu janji PM Italia.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Italia, Beatrice Lorenzin mengatakan, di antara korban jiwa adalah anak-anak.
Gempa memang datang tak terduga pada Rabu 24 Agustus 2016 pukul 03.36 waktu setempat, saat sebagian masyarakat sedang terlelap tidur.
Baca Juga
Baca Juga
Jumlah kematian terbesar, 86 jiwa, terjadi di kota bersejarah Amatrice.
"Kota kami sudah tak bersisa lagi," itu yang sebelumnya dikatakan Sergio Pirozzi, Wali kota Amatrice, menggambarkan dua pertiga wilayahnya yang hancur. Banyak orang diyakini masih terjebak di bawah puing-puing.
Petugas penyelamat mengerahkan alat berat atau dengan tangan kosong untuk mencari para korban. Prioritas mereka adalah menemukan dan mengevakuasi mereka yang masih bernyawa.
Seperti halnya di Desa Pescara del Tronto. Masyarakat bersorak saat gadis cilik berusia 8 tahun ditarik hidup-hidup dari reruntuhan rumah. Ia sudah terjebak selama 17 jam di sana.
Advertisement
Namun, tak semua beruntung. Di Accumoli, satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak mereka yang masih muda meninggal dunia.
Petugas penyelamat dari seluruh negeri dikerahkan ke lokasi terdampak.
Area paling parah berada di wilayah pegunungan dengan akses yang sulit dijangkau. Tenda-tenda sejauh ini telah dibangun untuk menampung para pengungsi.
Sejumlah bangunan yang masih kokoh, seperti gelanggang olahraga, juga digunakan sebagai lokasi penampungan. Beberapa korban gempa adalah mereka yang sedang berlibur di wilayah pegunungan itu.
200 Gempa Susulan
Guncangan gempa pada Rabu dini hari dirasakan kuat hampir di seluruh Italia, dari Bologna di utara hingga Naples di selatan. Setelahnya, puluhan lindu susulan terjadi.
Wilayah terdampak terparah berada di kota-kota atau desa-desa kecil di area pegunungan, pertemuan antara tiga wilayah yakni Umbria, Lazio, dan Le Marche.
Institut Geofisika dan Vokanologi Italia mencatat, ada 200 gempa susulan yang terjadi dari terjadinya gempa utama hingga Rabu pukul 15.00 waktu setempat.
Bukan kali ini saja Italia diguncang gempa. Pada 2009 lalu, gempa dahsyat meenewaskan lebih dari 300 orang di L'Aquila.
Sementara, pada Mei 2012, dua lindu terjadi hanya berselang sembilan hari dan menewaskan lebih dari 20 orang di area Emilia Romagna.
Para ilmuwan mengatakan, aktivitas seismik di kawasan Mediterania dipicu tumbukan antara lempeng tektonik Afrika dan Eurasia.
Namun, untuk menjelaskan penyebab gempa pada Rabu dini hari dibutuhkan informasi lebih rinci.
Sebab, Laut Tyrrhenian yang terletak di Italia Barat antara daratan Sardinia dan Corsica perlahan-lahan sedang membuka.
Para ahli berpendapat, hal tersebut juga berkontribusi terhadap ekstensi atau amblesan (pull-apart) di sepanjang Apennines. Tekanan tersebut diperparah pergerakan di wilayah timur, di Adriatik.
Hasilnya adalah sistem sesar utama yang membentang di area pegunungan, dengan serangkaian sesar yang lebih kecil di tepiannya.
Kota-kota seperti Perugia dan L'Aquila di Italia berada di atas area rentan tersebut.