Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Benua Ini Menjadi Target Baru Tujuan Wisata Seks

Sekarang, kaum wanita mulai membawa dirinya ke dalam arus ini. Mereka bukan lagi menjadi yang dicari, tapi sebagai yang mencari.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 14 Des 2016, 20:00 WIB
Diterbitkan 14 Des 2016, 20:00 WIB
Sugar Mama
Sekarang, kaum wanita mulai membawa dirinya ke dalam arus ini. Mereka bukan lagi menjadi yang dicari, tapi sebagai yang mencari. (Sumber W24)

Liputan6.com, Zanzibar - Praktik seks komersial terungkap di lukisan-lukisan dan ukiran-ukiran zaman purba, misalnya lukisan-lukisan dinding yang ditemukan di reruntuhan Pompeii, Italia.

Di bagian dunia lain, sejumlah pria berusia paruh baya--terutama dari negara maju seperti Eropa dan Amerika Utara--kerap pergi ke negara berkembang semisal Thailand, Kamboja, dan Kenya untuk melakukan wisata seks dengan pembayaran yang terjangkau menurut ukuran negara asalnya.

Namun demikian, ada kecenderungan lain yang merebak beberapa tahun belakangan ini. Dikutip dari w24.co.za pada Rabu (14/12/2016), praktik seks komersial kegemaran kaum wanita usia paruh baya mulai muncul di Zanzibar.

Dikutip dari laporan tersebut, beberapa 'anak pantai' yang marak di pantai-pantai lokal Zanzibar menawarkan kerajinan tangan, wisata perahu ke beberapa pulau sekitar, dan…seks bagi kaum wanita paruh baya berkulit putih.

Kaum wanita tersebut datang ke daerah wisata Zanzibar memang untuk keperluan tersebut dan bentuk 'wisata' seperti itu mulai mengarah ke dalam arus utama (mainstream).

Di sejumlah negara, di luar batasan sebagai prostitusi, wisata seks dipandang sebagai pertukaran sosial, bukannya sekedar perdagangan seksual demi uang. Kegiatan demikian memang dipandang sebelah mata oleh masyarakat setempat dan pihak berwenang, tapi pemberantasan seperti hampir tidak mungkin.

Sekarang, kaum wanita mulai membawa dirinya ke dalam arus ini. Mereka bukan lagi menjadi yang dicari, tapi sebagai yang mencari. Untuk keperluan itu, Afrika menjadi daerah tujuan wisata.

Ilustrasi pantai di Zanzibar. (Sumber ilmaasai.com)

Dalam ulasan Reuters pada 2012, Jake Grieves-Cook, pimpinan Dewan Pariwisata Kenya saat itu menjelaskan bahwa wisata seks oleh kaum wanita tidak serta merta dituduh jahat, tapi tidak disukai kalangan lokal.

Padahal, Kenya memiliki tingkat kejangkitan AIDS hingga 7 persen dan kondom seringkali bukan menjadi bagian dari impian seks para wanita paruh baya tersebut. Dengan demikian, wisata seks menjadi semakin berbahaya.

Kaum wanita yang berusia jauh lebih matang, terutama dari Eropa dan Amerika Utara, mengunjungi resor-resor Afrika dan kawasan Karibia demi romantisme, pendampingan, dan petualangan seksual.

Kaum pria yang terlibat bukan di bawah umur seperti yang kerap dilakukan kaum pria wisatawan seks dan hubungan seksual biasanya berdasarkan kesepakatan dua pihak dengan pengertian bahwa benda dan uang akan berpindah tangan.

Mail Online mengamati bahwa kaum wanita ini pergi sendirian atau dalam kelompok teman. Menurut Reuters, mereka seringkali dalam keadaan cerai atau pernah hancur hatinya dalam hubungan di masa lalu.

Kaum wanita ini diduga cukup berada. Tapi, Mail Online mengamati bahwa kaum wanita Eropa tidak selalu kaya. Di negara asal, mereka mengerjakan tugas administratif berbayar rendah.

Ketika Seks Menjadi Hampa

Dalam suatu film keluaran 2012, sutradara Ulrich Seidl dari Austria menyingkap tabir dunia wisata seks ketika ia mengikuti perjalanan wisata seks seorang wanita Austria berusia 50 tahun ke Kenya.

Teresa, tokoh dalam film itu, adalah seorang wanita yang berukuran besar. Di pantai-pantai Mombasa, ia disebut Sugar Mama. Di sana, ia menemukan sesuatu yang lain. Bukan cinta, tapi sesuatu antara nafsu dan cinta. Tapi, dalam banyak kasus nyata, seks tidak benar-benar jauh.

Dalam tayangan, ia terlibat dengan seks tanpa ikatan, "kencan" dengan beberapa pria muda yang kekar. Ia bahkan mengunjungi rumah mereka, membagi-bagi uang ke kiri dan kanan. Kadang-kadang, anggota keluarga para pemuda itu mendadak hadir guna mengadukan aneka jenis penyakit. Ruwet.

Pada akhirnya, siapa pelaku eksploitasi dan siapa korbannya? Teresa segera menyadari bahwa ini bukan seks, melainkan bisnis. Tidak pakai basa-basi, dan seks nya hampa.

Muncullah pertanyaan tentang wanita yang memangsa kaum pria lokal yang miskin dan membandingkannya dengan pertukaran saling menguntungkan antara dua wanita dewasa yang saling mau.

Kaum wanita yang secara aktif melakukan wisata seks dengan harapan memenuhi kebutuhan yang tidak terpuaskan di negara asalnya bisa dituduh sebagai pemangsaan oleh sebagian orang. Sebagian lagi memandangnya sebagai hal menyedihkan.

Reuters menuliskan bahwa "sejumlah pakar mengatakan ada orang yang senang dengan status sosial dan kekuasaan finansial karena mendapatkan pacar yang lebih miskin dan lebih belia."”

"Inilah yang dijual kepada bisnis wisata, yaitu arah kembali ke masa lalu kolonial, di mana kaum wanita kulit putih dilayani dan dimanjakan oleh kaum kulit hitam," demikian menurut Davidson dari Nottingham University.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya