Liputan6.com, Washington DC - Pada tahun 1981, sebuah penyakit misterius muncul. Mirip kanker sarkoma Kaposi -- tumor yang disebabkan infeksi virus dan ditandai dengan bintik-bintik gelap pada kulit. Pasien mengalami penurunan kekebalan tubuh.
Namun, jika sarkoma Kaposi kala itu biasanya menyerang pasien yang lebih tua, 41 kasus yang ditemukan membunuh pria-pria yang lebih muda, bahkan yang baru berusia 26 tahun. Para dokter pun dibuat bingung karenanya.
Advertisement
"Penyebab wabah tidak diketahui, namun belum ada bukti penularan," tulis koresponden medis Dr. Lawrence Altman di New York Times, dalam artikelnya yang berjudul Rare Cancer Seen in 41 Homosexuals -- kanker langka yang menyerang 41 pria homoseksual.
Penyebaran penyakit misterius tersebut menimbulkan keresahan di Amerika Serikat.
Kala itu, kondisi yang tak diketahui -- yang terdiri atas dua penyakit yang terpisah: berbentuk pneumonia dan kanker kulit, telah ditemukan pada 180 pasien di 15 negara bagian di AS sejak Juli 1981.
Sudah 75 nyawa yang terenggut di AS, 92 persennya adalah pria homoseksual. Satu kematian juga dilaporkan di London.
Meski dokter telah mengidentifikasi apa yang tampaknya seperti penyakit baru itu, mereka belum menemukan obatnya.
Epidemik tersebut juga menjadi fokus penyelidikan Centre for Disease Control di Atlanta.
Unit khusus tersebut juga menemukan kaitannya kedua penyakit lain, toxic shock syndrome (TSS) dan penyakit Legionnaires ( infeksi saluran permapasan akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella Pneumophilia) .
Dr James Curran, yang menyelidiki kondisi tersebut mengatakan, "Ini adalah masalah yang serius," demikian seperti dikutip dari BBC.
Sementara itu, tiga studi di New England Journal of Medicine menunjukkan kondisi kekebalan tubuh para pasien melemah parah, membuat mereka rentan terhadap infeksi serius dari kuman -- yang biasanya bisa dihindari orang lain.
Pasien dari kaum homoseksual yang diteliti menunjukkan kondisi kekebalan rendah terhadap sejumlah tes standar pada sistem kekebalan tubuh.
Empat pasien juga mengalami borok kulit langka yang biasanya disebabkan oleh virus herpes simpleks.
Para peneliti kala itu mengklaim bahwa temuan mereka adalah, "bagian dari epidemi nasional immunodeficiency di kalangan kaum homoseksual laki-laki".
Para dokter juga tak yakin dengan penyebab epidemik yang terkandung pada air mani dan cairan tubuh lainnya.
Sebuah penelitian di University of California, Los Angeles (UCLA) menunjukkan bahwa kaum homoseksual dapat berulang kali terinfeksi virus tersebut.
Salah satu kasus juga menemukan kaitan dengan pengguna narkoba jenis suntik yang memberikan petunjuk bahwa penyakit tersebut bisa menyebar dengan cara berbagi jarum.
Belakangan, kondisi misterius itu memiliki nama, yakni AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) -- yang menyebabkan kepanikan di AS, di mana 4.000 orang terjangkiti dalam kurun waktu dua tahun.
Dan akhirnya terkuak, bukan hanya kaum homoseksual yang bisa mengalaminya, tapi juga kalangan heteroseksual, pengguna narkoba, dan pasien yang mendapatkan tranfusi darah.
Virus yang diisolasi sebagai penyebab penyakit itu disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) -- yang kali pertama ditemukan pada 1983.
Sekitar 24 ribu orang meninggal dunia akibat AIDS sejak kali pertama kondisi itu muncul -- bahkan menjadi penyebab utama kematian di sub-Sahara Afrika.
Pada tanggal yang sama tahun 1868, lampu lalu lintas pertama kali dipasang di London, Inggris. Sementara 10 Desember 1980 merupakan momen kremasi jenazah penyanyi tenar John Lennon.
Melacak Asal Usul AIDS
Asal usul pandemi AIDS terlacak dari tahun 1920-an di Kota Kinshasa yang kini menjadi bagian dari Republik Demokratik Kongo.
Laporan menyebut, perdagangan seks yang merajalela, pertumbuhan populasi yang cepat, dan jarum tak steril yang digunakan di klinik-klinik diduga menyebarkan virus tersebut. Menciptakan kondisi 'badai yang sempurna'.
Sementara itu, rel kereta yang dibangun dengan dukungan Belgia -- di mana 1 juta orang melintasi kota tiap tahunnya -- membawa virus HIV ke wilayah sekitarnya. Lalu ke dunia.
Tim ilmuwan dari University of Oxford dan University of Leuven, Belgia mencoba merekonstruksi 'pohon keluarga' HIV dan menemukan asal muasal nenek moyang virus itu.
"Anda bisa melihat jejak sejarahnya dalam genom saat ini -- data yang terekam, tanda mutasi dalam genom HIV tidak bisa dihapus," kata Profesor Oliver Pybus dari University of Oxford, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, pada 2014 lalu.
Dengan membaca tanda mutasi tersebut, tim bisa menyusun kembali pohon keluarga dan melacak akarnya.
HIV adalah versi mutasi dari virus simpanse, yang dikenal sebagai simian immunodeficiency virus (SIVcpz)-- yang mungkin melakukan lompatan spesies, ke manusia, melalui kontak dengan darah yang terinfeksi. Virus ini menyebar pertama kali pada para pemburu simpanse mungkin ketika menangani daging hewan itu. Kasus pertama dilaporkan di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, pada 1930.
Virus membuat lompatan pada beberapa kesempatan. Salah satunya mengarah pada HIV-1 subtipe O yang menyebar di Kamerun. Kemudian, HIV-1 subtipe M yang menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia.
Pada tahun 1920-an, Kinshasa -- yang dulu disebut Leopoldville hingga 1966 -- adalah bagian dari Kongo yang dikuasai Belgia.
"Kota itu sangat besar dan sangat cepat pertumbuhannya. Catatan medis era kolonial menunjukkan tingginya insiden sejumlah penyakit seksual," kata Profesor Oliver Pybus.
Kala itu, buruh-buruh pria mengalir ke kota, memicu ketudakseimbangan gender, dengan perbandingan pria dan wanita 2:1 -- yang memicu maraknya perdagangan seksual. Plus faktor praktik pengobatan penyakit dengan suntikan tak steril yang efektif menyebarkan virus.
"Aspek menarik lainnya adalah jaringan transportasi yang membuat orang-orang berpindah dengan mudah." Sekitar 1 juta orang menggunakan jaringan rel Kinshasa pada akhir tahun 1940-an."
Dan virus pun menyebar luas, awalnya ke kota tetangga Brazzaville, lalu meluas ke area provinsi yang perekonomiannya ditopang penambangan, Katanga.
Kondisi 'badai sempurna', hanya berlangsung selama beberapa dekade di Kinshasa. Namun saat itu berakhir, HIV terlanjur menyebar ke seluruh dunia.
Advertisement