Liputan6.com, Mosul - Saat pertama kali melihat foto ini, tak ada yang mencurigakan. Gambar yang diambil di Mosul, memperlihatkan seorang perempuan menggendong bayinya sambil membawa tas.
Namun, jika diperhatikan lebih lanjut, jari di tangan kanan yang membawa tas ternyata memegang sebuah detonator, yang tak lama kemudian ia pencet untuk diledakkan.
Momen itu tertangkap oleh TV Irak sebelum perempuan bomber ISIS itu -- bersama bayinya-- meledakkan diri dekat sejumlah tentara Irak. Demikian seperti dikutip dari Telegraph pada Senin (10/7/2017).
Advertisement
"Dia tampaknya mencoba mengaktifkan peledak bom rompinya yang tersembunyi di balik hijabnya saat melewati tentara. Namun, gagal hingga ia melewati mereka," kata juru kamera TV al-Mawsleya.
Si bomber perempuan itu tewas bersama bayinya, sementara dua tentara dan belasan warga sipil lainnya terluka.
Stasiun TV tersebut telah merekam pertempuran antara tentara Irak dan militan ISIS. Mereka tidak menyadari apa yang mereka dapatkan di kamera sampai timnya meninjau rekaman tersebut.
ISIS terpojok di sebuah lapangan kecil kota Old City yang bersejarah. Menurut militer Irak, kota itu bisa dibebaskan pada kemudian hari.
"Kami melihat mereka telah terpojok dan kemenangan terakhir akan diumumkan," kata sejumlah televisi pemerintah Irak pada hari Sabtu, mengutip koresponden saluran tersebut yang disematkan oleh pasukan keamanan yang bertempur di Old City melawan ISIS, di sungai Tigris.
"Ini tinggal hitungan jam," kata TV itu.
Para militan telah menggunakan segala sesuatu di gudang senjata mereka untuk menangkis pasukan dalam pergolakan terakhir selama sembilan bulan.
Penggunaan bom bunuh diri wanita oleh ISIS dalam pertempuran, meski bukan yang baru, sangat langka dan menunjukkan keputusasaan kelompok tersebut.
Lebih dari 20 bomber bunuh diri wanita yang bersembunyi di antara warga sipil diyakini telah meledakkan bahan peledak dalam dua minggu terakhir.
Seorang jenderal mengklaim bahwa mereka bahkan menggunakan anak mereka sendiri sebagai tameng manusia.
"Para wanita nekat menggunakan anak mereka tepat di sampingnya," kata Letnan Jenderal Sami al-Aridi. "Ini membuat kita ragu untuk menggunakan serangan udara. Kalau bukan karena ini, kita bisa selesai hanya dalam beberapa jam saja."
Mencegah serangan yang dilakukan perempuan telah terbukti sulit. Budaya konservatif Irak secara sosial membuat tentara tidak bisa meminta wanita untuk mengangkat pakaian mereka untuk memeriksa bahan peledak seperti yang mereka lakukan pada pria.
Para "pengantin wanita" ISIS biasanya tinggal di rumah dan merawat anak-anak. Namun para ahli mengatakan, bahwa mereka kini menjadi lebih aktif dan ingin ikut serta dalam jihad setara dengan pria.
Dalam kunjungan baru-baru ini ke Mosul, warga sipil mengatakan kepada Telegraph, bahwa anggota ISIS perempuan sama brutalnya dengan pria.
"Saya lebih takut pada militan wanita daripada pria, mereka seperti binatang buas," kata Umm Omar.
Dia mengatakan, bahwa wanita di ISIS melayani sebagai hisba, atau petugas moralitas dan akan memastikan perempuan yang tinggal dalam apa yang disebut kekhalifahan mengikuti peraturan berpakaian ketat para militan. Umm mengklaim, bahwa ia melihat banyak para 'pengantin ISIS' yang dicambuk karena pelanggaran ringan.