Pembunuhan Aktivis Lingkungan Marak Terjadi di Amerika Selatan

Sebuah LSM merilis data tentang kasus pembunuhan aktivis lingkungan. Sekitar 60 persen kasus terjadi di Amerika Selatan.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 14 Jul 2017, 12:30 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2017, 12:30 WIB
Ilustrasi Pembunuhan (iStock)
Ilustrasi Pembunuhan (iStock)

Liputan6.com, Brasilia - Sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) merilis data tentang kasus pembunuhan para aktivis pembela lingkungan pada sepanjang tahun 2016. Data tersebut menyimpulkan bahwa Amerika Selatan menjadi kawasan kasus pembunuhan aktivis pembela lingkungan tertinggi di seluruh dunia.

Global Witness, lembaga swadaya yang bergerak di bidang anti-eksploitasi alam, menjelaskan bahwa setidaknya ada 200 kasus pembunuhan aktivis lingkungan yang terjadi di 24 negara. Data 2016 juga menunjukkan kenaikan kuantitas kasus jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Data tersebut juga menjelaskan bahwa isu eksploitasi tambang, agribisnis, dan penebangan liar, merupakan problema utama yang menjadi penyebab terbunuhnya aktivis lingkungan. Demikian seperti diwartakan BBC, Jumat (14/7/2017).

Sementara itu, dari 24 negara, Brasil dan Kolombia di Amerika Selatan merupakan kawasan dengan kasus pembunuhan aktivis lingkungan terbanyak. India menyusul di posisi ketiga.

Pembunuhan aktivis lingkungan di Amerika Selatan mencakup sekitar 60 persen dari total seluruh kasus di dunia. Dari persentase tersebut, korban pembunuhan didominasi oleh aktivis yang berstatus sebagai anggota komunitas adat.

"Kami lihat bahwa kasus pembunuhan aktivis kerap terjadi di daerah terpencil, dan akan mengalami peningkatan ketika kasus-kasus tersebut seringkali gagal di prosekusi oleh sistem peradilan pidana setempat. Hal itu menyebabkan serangan terhadap para aktivis menjadi lebih berani," jelas Billy Kyte, anggota Global Witness.

"Terutama aktivis yang berstatus sebagai anggota komunitas adat. Karena banyak lahan adat mereka tumpang tindih dengan sumber daya mineral yang terkandung di dalamnya, ditambah juga, komunitas adat seperti itu kerap tidak memiliki akses terhadap perlindungan hukum," tambah Kyte.

Sementara itu, menurut Global Witness, faktor sampingan yang menyebabkan Amerika Selatan menjadi kawasan dengan kasus pembunuhan aktivis tertinggi adalah konflik politik dan bersenjata yang terjadi di sejumlah negara.

Misalnya, konflik antara pemerintah Kolombia dengan pemberontak Farc, dianggap berkontribusi dalam polemik isu lingkungan di komunitas adat setempat. Apalagi, dalam proses konflik tersebut, kedua belah pihak kerap menyerobot sejumlah lahan adat, untuk dieksploitasi kandungan sumber daya alamnya.

"Karena itu, komunitas adat akan kembali mencoba untuk merebut kembali tanah mereka. Dalam proses itu, komunitas adat bersinggungan dengan paramiliter maupun pemberontak," jelas Billy Kyte.

"Apalagi jika ditambah dengan kenyataan bahwa kawasan Amerika Selatan banyak memiliki kelompok kejahatan terorganisir, yang mampu memperburuk keadaan, sindikat itu kerap mengeksploitasi lahan minyak sawit untuk dijual kembali," tambahnya.

Berdasarkan data, sepanjang 2016, kasus pembunuhan aktivis lingkungan di Kolombia mencapai rekor terbanyak dalam sejarah negara tersebut, yakni 37 korban. Sementara Brasil, yang berada di posisi tertinggi, memiliki jumlah korban pembunuhan aktivis sebanyak 49 orang.

(sumber: Global Witness)

Simpulan data yang disusun oleh organisasi nonprofit itu merupakan hasil olahan informasi yang diperoleh dari sejumlah lembaga dunia, seperti PBB dan lembaga pemantau lingkungan di berbagai negara.

Berdasarkan hasil analisis, penyimpul data meyakini bahwa entitas bisnis yang bergerak di sektor lingkungan --seperti bank dan investor di pertambangan besar, agribisnis, atau proyek penebangan kayu-- harus menghentikan kontribusinya sebagai salah satu dalang di balik pembunuhan para aktivis.

"Tindakan eksploitasi lingkungan yang didanai oleh entitas bisnis, berkontribusi bagi munculnya fenomena kekerasan yang dialami oleh para aktivis. Para entitas bisnis dan investor harus lebih terlibat aktif untuk meredakan ketegangan di seputar proyek yang mereka lakukan," jelas Kyte.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya