Kisah Perempuan Keturunan Timur Tengah yang Jadi Astronot NASA

NASA memilih 12 astronot baru, salah satunya adalah Jasmin Moghbeli, perempuan keturunan Iran.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 26 Jul 2017, 17:24 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2017, 17:24 WIB
Jasmin Moghbeli, kandidat astronot NASA pertama yang keturunan Timur Tengah
Jasmin Moghbeli, kandidat astronot NASA pertama yang keturunan Timur Tengah (NASA)

Liputan6.com, Houston - Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) telah memilih 12 astronot baru -- tujuh pria dan lima perempuan -- dari 18.300 pelamar. Mereka akan menjadi garda depan perjalanan antariksa masa depan.

Dua belas calon astronot angkatan 2017 tersebut berprofesi sebagai dokter, ilmuwan, insinyur, pilot, dan anggota militer. Ada yang dulunya bekerja di kapal selam, ruang ICU, kokpit pesawat tempur, kapal perang, atau berdiri di depan ruang kuliah.

Salah satu yang paling menonjol adalah Jasmin Moghbeli. Ia adalah seorang perempuan, lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan anggota Korps Marinir AS (Marine Corps) berpangkat mayor.

Seperti dikutip dari The New Yorker, Selasa (26/7/2017), Moghbeli, yang juga lulusan US Naval Test Pilot School, mencatat 1.600 jam terbang dan 150 misi tempur -- termasuk menerbangkan jet AH-1 SuperCobra di Afghanistan.

Saat mengarungi angkasa di atas gurun Afghanistan, ia memilih nama alias 'Jaw' -- hiu. Setelah kembali dari zona perang, ia menjadi pilot uji.

Saat berfoto bersama kandidat astronot, penampilan Jasmin Moghbeli menarik perhatian. Rambutnya yang dikuncir kuda berwarna hitam. Wajahnya oval, dengan "hidung Persia" yang menonjol.

NASA memilih 12 astronot baru, tujuh pria dan lima perempuan, dari 18.300 pelamar (NASA)

Penampilannya yang berbeda memberi petunjuk soal asal-usulnya. Moghbeli adalah seorang imigran dari Iran. Ia juga satu-satunya kandidat astronot NASA yang berlatar belakang Timur Tengah -- sejak angkatan pertama tahun 1959.

Keluarga Moghbeli lari dari Iran setelah Revolusi 1979. Empat tahun kemudian mereka tinggal di Jerman, negara di mana ia lahir, sebelum menetap di Amerika Serikat.

Terpilihnya Moghbeli kebetulan bertepatan dengan dikeluarkannya perintah eksekutif Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang melarang masuknya warga negara dari enam negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Iran adalah salah satunya.

Sebelumnya, selusin lebih -- dari 360 warga AS yang terpilih sebagai astronot -- adalah imigran dari Argentina, Australia, India, dan Peru.

Sudah lama Moghbeli ingin jadi astronot. Pada kelas enam, saat ditugasi menceritakan sosok yang dikagumi dan berpakaian semirip mungkin dengan idola, ia memilih Valentina Tereshkova, kosmonot Rusia yang jadi perempuan pertama di angkasa luar.

Kala itu, Moghbeli membuat tiruan pakaian antariksa dari parasut putih dan mengenakan baskom sebagai helm.

Kini, setelah jadi astronot, Moghbeli mengaku ingin menjelajahi belantara antariksa yang belum terjamah.

"Sisi petualangan dalam diriku berpikir, sungguh keren bisa menjelajah lebih jauh ke dalam Tata Surya yang belum pernah dicapai sebelumnya," kata astronot NASA itu kepada kontributor The New Yorker, Robin Wright. "Atau ke Mars."

Saksikan juga video menarik berikut ini: 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya