Sejarah Bali Process Melawan Perbudakan dan Perdagangan Manusia

Saat dunia dihantui permasalahan mengenai pengungsi dan perdagangan orang, Bali Process menjadi salah satu solusinya.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 23 Agu 2017, 23:00 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2017, 23:00 WIB
Pecahkan Solusi Perdagangan Orang, Pertemuan Bali Process Dimulai
Pecahkan Solusi Perdagangan Orang, Pertemuan Bali Process Dimulai (Liputan6)

Liputan6.com, Jakarta - Demi memberantas perdagangan orang serta perbudakan moderen, Indonesia dan Australia menginisiasi pembentukan Bali Process Government and Busines Forum.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Bali Process yang diselenggarakan di Perth pada tahun 2017 ini, untuk kali pertamanya menggandeng pelaku bisnis.

Bali Process terbentuk sejak 2002. Semenjak tahun tersebut, forum ini telah berbicara dan melakukan banyak hal demi mengatasi kasus tindak pidana perdagangan orang, perbudakan moderen dan juga irregular movement person.

Salah satu pertemuan yang paling bersejarah adalah Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Bali Process di Nusa Dua 2016 lalu.

Pasalnya, pertemuan yang digelar dari 22 sampai 23 Maret 2016 ini menghasilkan dua outcome document.

"Pertemuan sukses menghasilkan dua dokumen, yaitu Co-Chair Statement yang berisi semua hal yang dibahas dalam Bali Process ini, dan yang kedua adalah Bali Declaration of People Smuggling, Trafficking in Person and Related Transnational Crime," sebut Menlu Retno di Nusa Dua Bali kala itu.

"Dokumen kedua merefleksikan komitmen dari anggota negara Bali Process untuk mengambi langkah menyelesaikan masalah tersebut," tegas mantan Duta Besar RI untuk Belanda itu.

Menlu Retno menjelaskan, Bali Process ke-6 ini sangat spesial. Sebab baru tahun ini, KTM tersebut menghasilkan deklarasi.

"Ini adalah pertama kalinya Bali Process memproduksi deklarasi," sebut Retno.

Keluarnya dua dokumen ini, ditegaskan Retno menjadi sangat penting dalam upaya menangani permasalahan perdagangan orang dan kejahatan lintas negara serupa. Pasalnya, dokumen-dokumen ini disetujui oleh 43 negara yang ikut dalam Bali Process.

"Yang paling penting adalah dalam dokumen tersebut sepenuhnya didukung oleh semua pihak terkait," kata Retno.

Dia menambahkan, dalam outcome document Bali Process, juga ada mekanisme untuk mengatur apa yang dilakukan suatu negara jika mengalami serbuan pengungsi dari negara lain secara tiba-tiba.

"(Dalam dokumen tersebut ada) mekanisme khusus yang bisa dilakukan jika terjadi suatu keadaan darurat," tuturnya.

Solusi Jangka Panjang

Di tempat yang sama, Menlu Australia Julie Bishop punya pandangan tersendiri terkait Bali Process. Dia melihat, outcome document Bali Process bisa menjadi solusi jangka panjang terkait masalah migrasi ilegal.

"Deklarasi ini adalah langkah penting untuk menjawab tantangan global mengenai migrasi ilegal," tutur Bishop.

"Ini berisi solusi jangka panjang bagi pengungsi dan imigran ilegal, termasuk mengatasi akar permasalahannya," sambung dia.

Bishop menyebut dalam Bali Process delegasi dari puluhan negara ini terlihat sangat ambisius untuk mencapai kesepakatan dalam menangani permasalahan tersebut.

Sikap ambisius di Bali Process, dalam persepsi Bishop, adalah hal baik. Karena menunjukkan sikap negara dunia bahwa persoalan imigran ilegal dan pengungsi merupakan masalah global.

"Kami bekerja secara kolektif dalam upaya untuk hasil yang terbaik. Hari ini anggota negara Bali Process telah menandatangani agenda yang ambisius bagi kerja sama di masa depan," kata dia.

Bishop pun mendorong agar negara dunia juga punya kepedulian lain terhadap masalah pengungsi. Kepedulian itu dapat ditunjukan dengan memberi perlindungan ada pengungsi dan korban perdagangan manusia.

"Keamanan dan perlindungan bagi para korban sangat penting, negara lain didorong untuk berani mengatasi krisis ini," pungkas Julie Bishop.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya