Liputan6.com, New York - Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Yong-ho, mengancam bahwa Pyongyang dapat melakukan uji coba bom hidrogen terbesar di Samudra Pasifik. Hal tersebut merupakan respons terhadap ancaman aksi militer Presiden AS Donald Trump.
Meski demikian, Ri mengatakan bahwa keputusan akhir ada pada pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un.
"Ini bisa saja jadi uji coba bom hidrogen terkuat di Samudra Pasifik. Mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, saya tak begitu tahu karena hal ini dilakukan Kim Jong-un," ujar Ri kepada awak media di tengah-tengah Sidang Majelis Umum PBB di New York.
Advertisement
Dikutip dari CNN, Jumat (22/9/2017), pernyataan Ri datang tak lama setelah Kim mengatakan bahwa Trump akan "membayar mahal" karena telah mengancam menghancurkan Korea Utara. Trump pun mengatakan bahwa AS akan siap menghancurkan Korea Utara sepenuhnya jika terpaksa membela sekutunya.
Baca Juga
Pernyataan yang disampaikan dalam pidato pertamanya di Sidang Majelis Umum PBB itu mengagetkan banyak pihak. Pasalnya, Presiden AS sebelumnya belum pernah menyampaikan pidato semacam itu di depan pemimpin dan diplomat papan atas berbagai pemimpin dunia.
Merespons hal tersebut, Kim mengatakan bahwa ia akan mempertimbangkan dengan serius untuk melakukan tindakan keras.
"Saya saat ini berpikir keras tentang respons apa yang ia (Trump) duga saat ia mengizinkan kata-kata semacam itu meluncur dari lidahnya," kata Kim dalam sebuah pernyataan langsung. "Saya pasti dan akan menjinakkan AS yang gila itu dengan api."
"Saya ingin menyarankan Trump untuk berhati-hati dalam memilih kata-kata dan memperhatikan kepada siapa ia berbicara saat berpidato di depan dunia," ujar Kim.
Sejumlah analis Korea Utara meyakini bahwa ini adalah kali pertama Kim Jong-un merilis pernyataan langsung.
"Ini belum pernah terjadi sebelumnya, sejauh yang kami tahu," ujar profesor ilmu politik di Masachusetts Institue of Technology (MIT) yang juga seorang ahli dalam kebijakan nuklir, Vipin Narang.
"Ini sama sekali tak terduga. Ia (Kim Jong-un) jelas tersinggung oleh pidato tersebut, dan yang paling mengkhawatikan saya adalah pertimbangan atas respons tersebut," imbuh Narang.
Â
Donald Trump Teken Sanksi Baru untuk Korut
Dua hari setelah Donald Trump memberi peringatan pada Korea Utara melalui pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB, ia meneken sanksi baru untuk negara pimpinan Kim Jong-un itu.
Saat mengumumkan perintah eksekutif tersebut, Trump mengatakan bahwa tindakan tersebut akan menargetkan perorangan dan perusahaan yang membiayai serta memfasilitasi perdagangan dengan Pyongyang.
"Perintah eksekutif kami akan memotong sumber pendapatan yang mendanai usaha Korut untuk mengembangkan senjata mematikan," ujar Trump, seperti dilansir Al Jazeera.
Industri yang digolongkan dalam sanksi ini meliputi tekstil, perikanan, teknologi informasi, dan manufaktur.
Pyongyang telah berulang kali tak mengindahkan tekanan internasional. Pada 3 September 2017, negara itu kembali melakukan uji coba nuklir keenamnya dan disebut sebagai yang terkuat sejauh ini.
Selain uji coba nuklir, sepanjang tahun 2017, Korut juga beberapa kali meluncurkan rudal, termasuk di antaranya dua rudal balistik antarbenua dan dua rudal jarak menengah yang melintasi langit Jepang.
Trump dikabarkan berhenti membidik mitra dagang terbesar Korut, China. Di lain sisi, ia memuji bank sentral AS karena memerintahkan bank-bank China untuk berhenti berbisnis dengan Korut.
Sementara itu, empat sumber mengatakan bahwa bank sentral China sendiri telah memerintahkan kepada seluruh bank di negara itu untuk secara ketat menerapkan sanksi PBB terhadap Korut.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement