Liputan6.com, Astana - Antelop adalah mamalia yang bentuknya menyerupai kambing dengan tanduk tegak lurus ke atas. Jumlahnya hanya tersisa sedikit di dunia. Nyaris punah.
Maka, ketika 200 ribu antelop saiga (Saiga tatarica) mati mendadak di Kazakhstan pada Mei 2015, itu dianggap perkara gawat. Bayangkan, hanya dalam waktu tiga pekan, 60 persen populasi hewan itu di dunia binasa.
Itu bukan kali pertamanya. Pada Mei 1998, 270 ribu antelop saiga mati. Kondisinya mirip. Juga pada Mei 2010, 12 ribu dari total 26 ribu hewan tersebut mati.
Advertisement
Baca Juga
Seperti dikutip dari situs sains Science Alert, Kamis (18/1/2018), dalam kedua kasus itu, para ilmuwan tak bisa menjangkau habitat hewan tersebut yang terpencil dan susah diakses. Sulit untuk memecahkan misteri di balik kematian massal antelop.
Untuk insiden pada tahun 2015, yang menjadi tertuduh utama adalah infeksi bakteri yang disebut pasteurellosis.
Sebelumnya, tim ilmuwan internasional menyimpulkan hewan-hewan itu mati akibat haemorrhagic septicaemia atau keracunan darah, yang disebabkan bakteri Pasteurella multocida type B.
Belakangan, studi terbaru dari tim yang sama mengungkap, bakteri yang hidup di dalam tubuh antelop sejatinya tak berbahaya hingga bisa memicu kematian massal. Ia dipastikan bukanlah satu-satunya penyebab.
Kemudian, para peneliti menyelidiki insiden tersebut dengan melacak kondisi iklim yang terjadi saat itu, yang tak biasanya, hangat dan lembab.
Iklim tersebut diyakini memicu invasi bakteri ke aliran darah para antelop.
Mei adalah saat di mana antelop saiga melahirkan anak yang biasanya dalam jumlah banyak. Kala itu, para induk mengalami stres fisiologis atau stres secara fisik. Sementara, bayi yang baru dilahirkan dalam kondisi sangat rentan.
Dengan meneliti data cuaca secara historis di Kazakhstan, para peneliti menemukan pola yang sama dalam dua peristiwa kematian massal sebelumnya, pada 1988 dan 1981, di mana 70 ribu hewan mati.
Setelah menyebar di padang rumput Eurasia, populasi antelop saiga menurun. Habitat hewan tersebut kini hanya ada satu di Rusia dan tiga lokasi di Kazakhstan.
Faktor Kematian
Peristiwa kematian massal bisa terus terjadi, mengancam kelangsungan hidup spesies yang telah hidup di muka Bumi sejak akhir Pleistosen, hampir 100.000 tahun yang lalu.
Ada juga sejumlah faktor lain yang mengancam keberlangsungan hidup antelop, yang masuk daftar terancam punah sejak 2002.
"Tingkat perburuan yang tinggi sejak tahun 1990-an menjadi faktor utama penurunan jumlah spesies. Sementara, meningkatnya pembangunan infrastruktur mengancam memecah habitat mereka dan mengintervensi pola migrasi mereka," kata para ilmuwan dari Royal Veterinary College, London.
"Menghadapi segala ancaman tersebut, bisa jadi kematian massal akibat penyakit bisa mengurangi jumlahnya, hingga pada level di mana pemulihan tak mungkin bisa dilakukan."
Hingga kini belum jelas bagaimana persisnya peningkatan temperatur dan kelembaban memicu bakteri menjadi mematikan bagi para antelop.
Namun, temuan tersebut tentu saja mengkhawatirkan. Sebab, menurut para ilmuwan, kenaikan suhu akibat perubahan iklim diproyeksikan terjadi di kawasan yang menjadi habitat antelop dalam jangka pendek hingga menengah. Sudah ada bukti kuatnya.
Advertisement
Tak Ada Lagi yang Bisa Dilakukan?
Namun, meski manusia bisa memprediksi kapan perubahan cuaca terjadi, tak mungkin untuk mencegah kepunahan antelop saiga. Memberikan penisilin ke seluruh kawanan yang menyebar di padang rumput terpencil di Kazakhstan mustahil dilakukan saat ini.
"Dengan memahami insiden kematian massal, apa pemicunya, dan apa yang bisa dilakukan untuk mencegahnya adalah hal yang sangat penting untuk mengembangkan strategi konservasi antelop saiga," kata Steffen Zuther dari Frankfurt Zoological Society/Association for the Conservation of Biodiversity of Kazakhstan.
"Pemicu kematian massal antelop saiga, yang melibatkan cuaca, menunjukkan bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mencegah hal itu terjadi. Oleh karena, penting untuk menjaga populasinya, dalam jumlah yang cukup, agar spesies tersebut dapat bertahan di tengah malapetaka."
Penelitian terkait kematian massal antelop saiga telah dipublikasikan di jurnal Science Advances.