Liputan6.com, Caracas - Di tengah krisis ekonomi yang melanda, warga Venezuela di beberapa kota dilaporkan menjarah sejumlah toko kelontong demi bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.
Pada 9 Januari malam misalnya, kerumunan warga yang kelaparan dikabarkan menjarah sebuah toko kelontong di Kota Puerto Ordaz hingga ludes tandas. Demikian seperti dikutip dari The Guardian (22/1/2018).
Tak ada yang tersisa, semua diambil para penjarah, mulai dari daging beku, kecap, hingga uang di mesin kasir.
Advertisement
Baca Juga
"Ingin menangis rasanya. Kami tengah mengarah ke situasi yang kacau," kata si pemilik toko, Luis Felipe Anatael, mengonfirmasi kejadian itu kepada The Guardian.
Tak hanya toko kelontong dan supermarket, gudang stok dan truk distributor bahan pangan juga menjadi sasaran para penjarah yang kelaparan di sejumlah kota lain di Venezuela, menurut laporan media serta LSM lokal.
Kelompok aktivisme HAM setempat, Venezuelan Observatory for Social Conflict, yang berbasis di Caracas melaporkan, terjadi 107 peristiwa penjarahan yang disusul sejumlah korban tewas di 19 dari total 23 negara bagian di Venezuela.
Beberapa tajuk surat kabar setempat juga menulis laporan tentang penjarahan di penjuru daerah.
Di Pulau Margarita, belasan orang mengarungi lautan dan membajak kapal nelayan lokal demi menjarah hasil tangkapan ikan sarden.
Di Kota Maracay, barat Caracas, sekelompok orang mencuri dan menjagal dua ekor kuda ras yang hamil untuk diambil dagingnya.
Sebuah video yang viral merekam kejadian di Negara Bagian Merida barat, di mana sekelompok orang mencuri dan menjagal sejumlah sapi peternakan lokal, seraya meneriakkan, "Warga kelaparan!"
Penjarahan memang bukan kejadian baru di Venezuela yang tengah dilanda krisis ekonomi terparahnya sejak negara itu merdeka, di mana harga barang membumbung tinggi, stok makanan ludes habis terjual atau dijarah, serta kapabilitas finansial warga yang lesu akibat anjloknya harga minyak nasional.
Akan tetapi, rangkaian kejadian penjarahan teranyar yang terjadi sepanjang Januari 2018 itu dianggap menambah kekhawatiran baru, bahwasanya, krisis ekonomi yang melanda Venezuela akan berkepanjangan.
Presiden Nicolas Maduro Memperparah Keadaan?
Merespons kekacauan yang terjadi di negaranya, hanya keluhan dan retorika amarah yang keluar dari mulut Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Seperti dikutip dari The Guardian, krisis yang terjadi di Venezuela merupakan kontribusi kepentingan asing dan kelompok oposisi pemerintah yang menyulut "perang ekonomi" terhadap rezim, menurut klaim Maduro.
Akan tetapi, sejumlah pengamat menilai, krisis ekonomi di Venezuela disebabkan oleh miskalkulasi Caracas yang memaksakan diri untuk menasionalisasikan industri produksi pangan dalam negeri.
Kebijakan kontrol harga pangan murah yang ditetapkan oleh Caracas juga tak dikalkulasikan dengan baik. Pemerintah menetapkan harga beli pangan yang murah, tapi tidak memikirkan tingginya biaya produksi dan perawatan aset pabrik. Ketidakseimbangan neraca produksi-penjualan itu akhirnya mengakibatkan sejumlah industri produksi pangan di Venezuela gulung tikar.
Opsi untuk mengimpor pangan dari luar negeri pun hanya semakin menebalkan masalah finansial negara.
Caracas tak mampu membeli produk pangan dari luar negeri karena kas negara yang tak berkecukupan.
Penyebabnya? Produksi minyak Venezuela yang dikabarkan turun hingga ke level terendahnya selama 29 tahun terakhir.
Karena mengalami penurunan produksi, akibatnya, aktivitas ekspor minyak negara -- yang menjadi penyumbang pundi-pundi uang terbanyak bagi kas Venezuela -- menjadi lesu.
Semua itu disebabkan mismanajemen perusahaan migas nasional oleh pemerintah pusat.
Advertisement
Skema yang Tak Masuk Akal
Alih-alih memproduksi kebijakan reformasi ekonomi yang realistis, Caracas justru menerapkan skema yang tak masuk akal sebagai solusi atas krisis yang terjadi di Venezuela.
Seperti misalnya, membentuk lembaga baru, Kementerian Pertanian Urban. Salah satu kebijakannya adalah mendorong masyarakat untuk menanam tomat, memelihara ayam, atau membudidayakan kelinci konsumsi di teras atau atap rumah masing-masing.
Pada sebuah konferensi pers baru-baru ini, Freddy Bernal, Menteri Pertanian Kota, menyatakan, "Kami membutuhkan orang untuk mengerti bahwa kelinci bukanlah hewan peliharaan. Hewan itu memiliki daging seberat 2,5 kg."
Akan tetapi, masyarakat merasa skema tersebut tidaklah efektif, dan perasaan itu cukup beralasan.
Karena, jika skema tersebut efektif, maka warga di Kota Maracaibo tak akan berkerumun di jalan raya, membajak truk distribusi pangan yang melintas, dan mencuri semua makanan yang ada di dalamnya.
Itulah yang dilaporkan telah terjadi, tak hanya di Maracaibo, tapi juga sejumlah kota lain di Venezuela.
"Kami merampok atau mati karena kelaparan," salah satu penjarah, Maryoli Corniele, mengatakan kepada Diario la Verdad, surat kabar setempat.
Terkadang penjarahan itu spontan. Namun, dalam kasus lain, penjarahan toko dan truk makanan tampaknya telah dikoordinasikan melalui grup obrolan di Facebook dan WhatsApp.
Dan, pasukan keamanan Venezuela dilaporkan tak berbuat banyak untuk menghentikan aktivitas itu.
"Kalau protes anti-pemerintah, pasukan keamanan punya cukup banyak personel, tank, dan gas air mata untuk meredakan situasi. Namun, untuk melindungi pedagang yang dijarah, tak ada pasukan keamanan untuk kami," kata Luis Felipe Anatael, pemilik toko yang kelontongnya dijarah oleh warga di Kota Puerto Ordaz, Venezuela.