Liputan6.com, Perth - Kapal berteknologi canggih Seabed Constructor menjadi andalan untuk menguak keberadaan Malaysia Airlines MH370 yang hilang entah di mana. Bahtera bertugas menyisir Samudera Hindia untuk mencari pesawat yang raib sejak Sabtu, 8 Maret 2014.
Kapal tersebut disewa perusahaan eksplorasi yang bermarkas di Texas, Amerika Serikat, Ocean Infinity, yang menandatangi kesepakatan dengan Pemerintah Malaysia. Isinya, mereka akan menerima uang 70 juta dolar Australia ((setara Rp 938 miliar) ) jika menemukan MH370 dalam waktu 90 hari. Jika tak berhasil, pemerintah Negeri Jiran tak perlu membayar apa pun.
Advertisement
Baca Juga
Seabed Constructor menyisir titik pencarian baru, yang letaknya di luar area Busur ke-7 ( 7 th Arc) -- wilayah seluas 120 kilometer persegi yang ditentukan berdasarkan 'jabat tangan' (handshake) ketujuh dan terakhir antara MH370 dan satelit.
Namun, hal mencurigakan terjadi di tengah pencarian MH370. Kapal tersebut mematikan instrumen Automatic Identification System (AIS) selama lebih dari tiga hari.
AIS dalam Seabed Constructor mati sejak 2 Januari 2018 dan baru dihidupkan kembali pada Senin malam 5 Januari 2018.
Apa yang terjadi pada Seabed Constructor tak seperti pendahulunya, Fugro Equator, Fugro Discovery, dan Havila Harmony -- yang aktivitas pencariannya bisa dipetakan lewat satelit dan disaksikan sejumlah penyelidik, baik profesional dan amatir.
Bahkan, ilmuwan antariksa Inggris Richard Cole dan ahli teknik presisi (precision machinist) Kevin Rupp, yang rajin memosting peta pencarian MH370 dibuat bingung karenanya.
"Pertanyaannya, apakah ini kesalahan yang dilakukan seseorang yang menyesuaikan pengaturan sistem AIS sebelum berangkat ke Fremantle, atau tindakan yang disengaja," kata Richard Cole seperti dikutip dari News.com.au, Senin (5/2/2018).
Apa yang dilakukan Seabed Constructor bahkan disamakan dengan situasi yang terjadi sebelum MH370 menghilang dari radar: sistem aircraft communications, addressing and reporting system (Acars) dalam pesawat itu dimatikan kurang dari sejam setelah lepas landas dari Kuala Lumpur pada 8 maret 2014.
Spekulasi pun menyebar. Sejumlah pihak menduga, Ocean Infinity punya 'rencana cadangan' jika mereka gagal menemukan MH370.
Â
Kapal Harta Karun
Alih-alih mencari MH370, Seabed Constructor diduga mengincar objek lain, yakni bangkai kapal yang diyakini sebagai S.V Inca, kapal angkut buatan Peru yang karam dalam perjalanan ke Sydney lebih dari 100 tahun lalun.
Pada Januari 2016, kapal pencari MH370, Havila Harmony menemukan keberadaannya di kedalaman 4 kilometer di dalam Busur ke-7. Bangkai bahtera itu awalnya diduga Boeing 777 yang jadi target pencarian.
S.V Inca kali terakhir diketahui keberadaannya pada 10 Maret 1911, ketika berlayar dari Callao, Peru, menuju Sydney, Australia.
Konon, kapal itu memuat muatan berharga yang masuk kategori harta karun. Meski ada yang menyebut, bahtera itu memuat kayu dalam pelayaran terakhirnya.
Kini, perangkat AIS di Seabed Constructor telah dihidupkan. Kapal itu sedang dalam perjalanan menuju Perth, Australia Barat, di mana ia dijadwalkan berlabuh di Fremantle pada 8 Februari 2018.
Kapal yang dioperasikan Ocean Infinity akan mencari MH370 di area prioritas seluas 25.000 km persegi di utara (bertolak dari area sebelumnya) yang belum sempat terjamah oleh tim operasi awal, yang dipimpin oleh Australia.
Kapal Seabed Constructor milik Ocean Infinity membawa delapan kendaraan penyelam berpemindai. Mereka akan menjelajahi dasar laut di area prioritas pencarian seluas 25.000 km persegi dari kawasan utara operasi sebelumnya, yang belum sempat terjamah oleh tim operasi awal.
Operasi itu dilaksanakan oleh 65 awak, termasuk dua perwakilan pemerintah Negeri Jiran yang diwakili Angkatan Laut Malaysia.
"Kapal tersebut bisa menyelesaikan pencarian dalam waktu tiga atau empat minggu, dan mencakup hingga 60.000 km persegi dalam 90 hari, atau empat kali lebih cepat dari upaya sebelumnya," klaim Chief Executive Ocean Infinity Oliver Plunkett.
Advertisement