Liputan6.com, Kuala Lumpur - Ada apa dengan pesawat Malaysia Airlines MH370? Keberadaan burung besi Boeing 777-200 ER itu hingga kini masih misterius setelah dinyatakan hilang pada Sabtu 8 Maret 2014.
Setiap informasi baru yang muncul, anehnya, makin menambah misteri hilangnya pesawat milik maskapai negeri jiran. Penyelidik Malaysia kini sedang menginvestigasi dugaan kesengajaan seseorang di kokpit mematikan sistem komunikasi dan mengalihkan MH370 dari rute yang ditentukan -- menuju Beijing.
Lalu ada 'ping' yang dikirim dari pesawat ke satelit komersial, berjam-jam setelah MH370 raib, mengarahkan dugaan ia menempuh rute utara atau selatan. Pencarian meluas pun dilakukan dari Kazakhstan ke China bagian barat, atau Indonesia ke wilayah selatan Samudera Hindia.
Misteri raibnya MH370 memicu puluhan teori dan spekulasi soal nasib pesawat dan 239 orang di dalamnya, dari yang masuk akal hingga konspiratif. Berikut 5 kemungkinan nasib MH370 berdasarkan informasi yang beredar di publik, seperti Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience, Selasa (18/3/2014).
1. Pilot Bunuh Diri
Transponder MH370 dan sistem pelaporan dan komunikasi (ACARS) dimatikan sesaat setelah pesawat lepas landas pukul 00.41 waktu Malaysia. Ada jeda 14 menit antara transmisi terakhir ACARS dan sinyal akhir dari transponder. Fakta itu mengindikasikan, sistem tak rusak atau hancur dalam kondisi darurat yang mendadak.
Tak hanya itu, suara -- yang diduga kopilot Fariq Abdul Hamid -- bicara pada pengawas udara Malaysia setelah ACARS dimatikan, dan hanya sesaat setelah transponder mati. Pesan itu disampaikan dengan tenang: "All right, good night"..."Baiklah, selamat malam".
Pesawat tersebut kemudian berbalik dari rute semula Kuala Lumpur -Beijing. Satelit militer mendeteksi ia bergerak ke barat Semenanjung Malaysia pada pukul 02.15 waktu setempat.
"Berdasarkan detil yang terungkap sejauh ini, diduga ini adalah eksekusi dari operasi yang sangat terencana," kata David Cenciotti, mantan pilot tempur Italia sekaligus jurnalis, yang menjadi blogger di TheAviationist.com.
Butuh kemampuan untuk melakukan manuver tersebut. Kini para penyelidik sedang menginvestigasi sang pilot, Kapten Zaharie Ahmad Shah (53) dan kopilot Fariq Ab Hamid (27).
Secara teoritis, salah satu dari mereka bisa saja melakukan aksi bunuh diri dengan pesawat. Ini adalah kejadian langka, namun pernah terjadi. Misalnya, para detektif Amerika Serikat menyimpulkan bagwa kecelakaan tahun 1999 dekat Nantucket, yang menewaskan 217 orang di dalam pesawat EgyptAir Penerbangan 990, adalah akibat dari apa yang dilakukan kopilot yang sengaja menerbangkan pesawat ke laut --meski pihak Mesir membantah dugaan itu.
Serupa, Silk Air Penerbangan 185 yang celaka di Sumatra pada 1997, diduga adalah upaya bunuh diri pilot. Sebab, tak ada kesalahan teknis mengapa pesawat bisa jatuh secara vertikal -- demikian ujar Badan Keamanan Transportasi AS atau U.S. National Transportation Safety Board.
Hal serupa bisa saja terjadi pada MH370. Namun, ada yang aneh. Pilot lain yang melalukan bunuh diri mengarahkan hidung pesawat ke bawah dan berakhir dengan cepat. Sementara pesawat Malaysia Airlines itu terbang beberapa jam sejak hilang kontak.
"Mengapa seseorang membawa 200 orang dalam sebuah aksi bunuh diri? Setiap orang yang logis ingin tahu kenapa," kata Gregory "Sid" McGuirk, dosen lalu lintas udara dari Embry-Riddle Aeronautical University.
2. Konspirasi Pilot
Teori lain menyebut para penerbang, atau satu di antara mereka, mengubah rute pesawat untuk beberapa alasan. Teori ini berdasar pada pengetahuan teknis yang dibutuhkan untuk mengalihkan laju MH370 -- juga keadaan yang mencurigakan di sekitar waktu penerbangan.
Mematikan transponder dan ACAR di kokpit semudah membalik saklar atau memindahkan rem tangan. Transponder dilaporkan mati saat pesawat beralih dari pengawas lalu lintas udara Malaysia ke Vietnam. Di atas daratan AS, radar tumpang tindih sehingga tak ada celah. Namun, di atas lautan tak ada antena berbasis darat. Sejumlah negara, termasuk India, punya celah dalam cakupan radar mereka.
"Jika ini kasusnya, seseorang tahu benar di mana celah radar berada dan memutuskan untuk memanfaatkannya," kata McGuirk.
Semakin jauh ke radar, semakin sulit untuk secara positif mengidentifikasi pesawat 'non kooperatif' itu.
Jika salah satu atau kedua pilot memutuskan untuk mengubah rute pesawat, motif mereka tak jelas. Sang pilot Zaharie dilaporkan punya pandangan politik kuat dan punya simulator terbang pribadi di rumahnya. Namun pandangan politik yang kuat tak mengindikasikan terorisme. Juga, banyak pilot berlatih atau sekadar bermain dengan simulator terbang di rumah mereka.
3. Teroris Mengambil Alih Pesawat
Dugaan lain, para pilot juga mungkin dipaksa oleh teroris di pesawat untuk memutuskan komunikasi dan mengubah arah, sebelum menabrakkannya ke suatu tempat .
Atau, siapa pun yang mengendalikan pesawat bisa saja seorang ahli dalam pesawat dan menerbangkannya sendiri.
Pihak berwenang tidak mengesampingkan terorisme sebagai penyebab, meski belum ada satu pihak pun yang mengklaim bertanggung jawab atau menjadikan penumpang dan awak sebagai sandera.
Tapi ada juga teroris yang diam. Misalnya, ketika Pan Am Penerbangan 103 meledak oleh bom atas Lockerbie, Skotlandia. Para penyidik membutuhkan waktu 3 tahun sebelum mengeluarkan perintah penangkapan terhadap 2 orang Libya.
Bahkan, butuh waktu lama sampai tahun 2003, hingga pemimpin Libya Moammar Khadafi mengakui peran negaranya dalam pemboman itu.
4. Teroris Menyembunyikan Pesawat
Salah satu penjelasan mengapa kelompok teror tak mengklaim bertanggung jawab atas pembajakan adalah: mereka berencana menggunakan pesawat nantinya.
Pesawat mungkin didaratkan ke area terpencil yang bisa didarati Boeing 777 yang berukuran besar. Namun, mendaratkan pesawat dengan ukuran tersebut tanpa landasan yang berfungsi akan sangat sulit -- khususnya jika burung besi itu akan diterbangkan lagi.
"Bukan perkara gampang mencuri sebuah Boeing 777 dengan cap Malaysia," kata McGuirk. "Butuh landasan sepanjang 10.000 kaki. Jadi di mana bisa menyembunyikannya?
Jika pesawat terbang ke utara, yang membuka kesempatan untuk pendaratan, ia akan terbang di atas wilayah padat penduduk, membuatnya gampang dideteksi.
Terdengar mengada-ada, tapi masuk akal untuk menghindari deteksi adalah dengan memakai kedok atau 'bayang-bayang' pesawat lain -- terbang sedekat mungkin sehingga dua pesawat terlihat seperti satu obyek.
"Itu akan jadi manuver yang sangat sulit," kata David Cenciotti. "Jangan lupa seluruh manuver, jika benar dilakukan, apalagi pada malam hari -- tanpa bantuan dari radar darat. Memperkirakan kecepatan timbal balik, jarak, ketinggian hanya didasarkan pada lampu navigasi."
Selain 9/11, ada preseden pesawat dicuri untuk digunakan dalam serangan nanti. Pada 1959, anggota Angkatan Udara Brasil membajak pesawat baling-baling dengan 44 orang di dalamnya, dan mendaratkannya di selatan Negeri Samba. Mereka merencanakan untuk menggunakannya untuk mengebom Rio de Janeiro, namun rencana itu gagal dan semua sandera berhasil selamat.
Pada 1994, pegawai Federal Express, Auburn Calloway berencana membajak pesawat kargo FedEx untuk digunakan dalam serangan bunuh diri dengan sasaran kantor pusat perusahaan.
Pesawat lain, Boeing 727-223 yang melaju di landasan pacu Angola pada 2003. Mekanik Ben Charles Padilla dan salah satu pegawai, John Mikel Mutantu berada dalam pesawat, namun tak diketahui apakah mereka menerbangkannya.
Dugaan lain seseorang membunuh atau menjadikan mereka sandera. Pesawat tersebut tak pernah ditemukan, FBI menutup kasus tersebut pada 2005.
5. Pembajakan yang Gagal
Hilangnya MH 370 bisa juga dikaitkan dengan dugaan pembajakan yang gagal total. Misalnya pada 1996, Ethiopian Airlines Penerbangan 961 celaka di Samudera Hindia setelah para pembajak menuntut burung besi itu diterbangkan ke Australia . Pesawat hanya memiliki bahan bakar yang cukup untuk sampai ke tujuan di Nairobi, tapi para pembajak menolak untuk percaya pada pilot.
Awalnya, pilot bersikukuh untuk tetap berada di dekat pantai Afrika, avtur tak bakal cukup sampai Australia. Ketika para pembajak bersikeras agar pesawat menuju timur, pilot Leul Abate malah menerbangkannya keKepulauan Comoro di lepas pantai timur Afrika.
Di sana, saat pesawat kehabisan bahan bakar, pilot berusaha untuk melakukan pendaratan darurat di bandara di Grande Comore, tapi serangan pembajak memaksa mereka mendarat di air dangkal. 125 dari 175 penumpang dan awak pesawat tewas. Sisanya, 50 orang selamat dalam kondisi luka-luka.
Hal serupa bisa terjadi pada MH370 . Mungkin pembajak memaksa kru untuk kembali ke Malaysia sebagai bagian dari serangan ala '9/11'.
Namun, semua skenario adalah spekulatif. "Apa motivasinya?" tanya McGuirk. Dia menambahkan, kini ada lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. (Yus Ariyanto)