ICRC: Penyaluran Bantuan ke Rohingya Masih Banyak Kendala

Apa saja kendala Palang Merah Internasional atau ICRC menyalurkan bantuan ke Rakhine? Berikut penjabarannya.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 08 Mar 2018, 16:30 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2018, 16:30 WIB
Kepala Komite Palang Merah Internasional (ICRC) Regional Indonesia dan Timor Leste, Christoph Sutter (Rizki Akbar Hasan/Liputan6.com)
Kepala Komite Palang Merah Internasional (ICRC) Regional Indonesia dan Timor Leste, Christoph Sutter (Rizki Akbar Hasan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Komite Palang Merah Internasional (ICRC) menyatakan bahwa masih ada sejumlah hambatan dalam proses meyalurkan bantuan kemanusiaan yang efektif dan efisien bagi seluruh warga sipil yang terdampak konflik yang pecah di Negara Bagian Rakhine, Myanmar -- termasuk etnis Rohingya.

Christoph Sutter, Kepala ICRC Regional Indonesia dan Timor Leste menyatakan, "Logistik yang tidak tersalurkan dengan baik akibat buruknya infrastruktur di sana menjadi salah satu hambatan tersendiri," katanya di sela-sela 'Regional Conference on Humanitarian Access and Negotiations' in Asia di Jakarta, Kamis (8/3/2018).

"Kita juga menghadapi tantangan dalam bernegosiasi dengan komunitas lokal, bahwa bantuan tersebut akan diberikan kepada semua orang yang terdampak, Rohingya, Buddha, dan Hindu," tambahnya terkait bantuan ke Rakhine.

Kendati demikian, proses penyaluran bantuan kemanusiaan ke Rakhine yang berlangsung saat ini telah jauh lebih baik ketimbang beberapa waktu sebelumnya.

"Sekarang berjalan lebih baik," kata Sutter.

Ia melanjutkan, "Kita sudah bisa melakukan pembangunan dan mengirim bantuan secara berkelanjutan ke Rakhine, bagi seluruh kelompok masyarakat yang terdampak konflik, semua."

Lima tahun yang lalu di Ibu Kota Rakhine, Sittwe, hidup dua etnis berbeda namun saling berdampingan, yaitu Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya. Namun, sejak kerusuhan sektarian di tahun 2012, umat Islam di kota ini 'dibersihkan'.

Sekitar 120.000 orang Rohingya, bahkan mereka yang memiliki kewarganegaraan, diasingkan ke kamp pengungsian. Mereka juga dilaporkan ​​kehilangan mata pencaharian, tidak diperbolehkan sekolah, hingga tidak diizinkan mendapat akses kesehatan layak.

Mengapresiasi Peran Indonesia

Pengungsi Rohingya
Muslim Rohingya saat melakukan pelayaran maut untuk mengungsi dari Rakhine. (AFP)

Lebih lanjut, Christoph Sutter juga mengapresiasi konsistensi dukungan politik dari Indonesia dan ASEAN dalam membantu proses kerja ICRC dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat terdampak.

Saat krisis di Rakhine pecah, Indonesia merupakan salah satu negara yang pertama kali menjalin komunikasi intensif dengan Myanmar guna membicarakan bantuan dan dukungan kemanusiaan. Bertemu dengan para pemimpin negara tersebut juga pihak masyarakat setempat.

Hingga kini, menurut penuturan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, Indonesia masih terus menjalin komunikasi intensif itu dengan Myanmar dan ICRC demi menjamin kelancaran proses penyaluran bantuan kemanusiaan.

"Sejak awal Indonesia sudah berbicara dengan Aung San Suu Kyi terkait akses kemanusiaan yang melibatkan ICRC. Hingga kini, komunikasi engan ICRC dan Myanmar pun terus kita lakukan," kata Retno Marsudi di sela-sela Regional Conference on Humanitarian Access and Negotiations in Asia.

Di sisi lain, Retno juga menyatakan, di samping bergerak secara independen, Indonesia juga tetap akan terus mendukung ICRC dalam melaksanakan tugasnya.

"Indonesia terus mengintensifkan dukungan terhadap ICRC pusat di Jenewa dan ICRC di Myanmar seputar proses penyaluran bantuan kemanusiaan, pembangunan shelter, dan persiapan pemulangan Rohingya," jelas Retno dalam kesempatan yang sama.

"Saya sadar bahwa memang masih banyak yang perlu ditingkatkan seputar hal tersebut. Maka oleh karenanya, kita tidak akan berhenti untuk mencoba membantu dan mendukung berbagai pihak yang berniat untuk mengurangi penderitaan manusia yang terdampak," tambah sang Menlu RI.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya