PM Jepang Jajaki Pertemuan dengan Kim Jong-un?

Kim Jong-un mengatakan siap untuk memulai dialog dengan Jepang kapan saja. Akankah pertemuan kedua pihak terwujud?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 01 Mei 2018, 08:24 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2018, 08:24 WIB
Pesan Kim Jong-un di Buku Tamu Peace House
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un menandatangani buku tamu di Peace House Panmunjom di sebelah Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in sebelum melakukan pertemuan antar-Korea, Jumat (2/4). (Korea Summit Press Pool via AP)

Liputan6.com, Tokyo - Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dikabarkan tengah menjajaki kemungkinan pertemuan untuk membahas pembebasan warga Jepang yang diculik Pyongyang.

Dalam KTT Korea Utara-Korea Selatan, Kim Jong-un mengatakan pada Presiden Moon Jae-in bahwa ia siap untuk berdialog dengan PM Abe kapan saja. Lalu, pernyataan tersebut disampaikan Moon ke PM Abe via telepon pada hari Minggu.

Seperti dikutip dari Telegraph.co.uk, Selasa (1/5/2018), Kepala Badan Intelijen Korea Selatan Suh Hoon, juga menyatakan PM Abe menyatakan "minat mendalam" untuk mengadakan pembicaraan dengan Korea Utara.

Bahkan beredar kabar, PM Abe saat ini memulai langkah-langkah untuk mengatur pertemuan bilateral Tokyo-Pyongyang.

Selain itu, PM Abe tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Presiden Moon Jae-in atas "kesungguhannya" menepati janji untuk mengangkat isu penculikan warga Jepang dalam KTT Korea Utara-Korea Selatan.

Setidaknya, 17 warga Jepang diculik oleh agen Korea Utara pada 1970-an dan 1980-an untuk membantu melatih mata-mata Jepang. Isu ini telah berulang kali dijanjikan akan diselesaikan oleh Abe.

Jepang dinilai telah bereaksi dengan hati-hati terhadap KTT Korea Utara-Selatan yang berlangsung pada hari Jumat, 27 April 2018.

"Kita tidak boleh terperangkap saat ini dan berayun terlalu jauh dalam arah rekonsiliasi," ujar seorang sumber resmi Kementerian Luar Negeri Jepang yang tidak disebutkan namanya kepada surat kabar Mainichi Shimbun.

Bagaimanapun, Korea Utara dinilai berusaha menunjukkan bahwa mereka bertindak dengan itikad baik. Itu terlihat dari serangkaian kebijakan yang diambil Pyongyang usai KTT Korea Utara-Korea Selatan.

Kim Jong-un mengatakan, ia akan mempercepat 30 menit jam di Korea Utara agar sama dengan zona waktu di Korea Selatan. Kedua negara memiliki perbedaan zona waktu sejak 2015, ketika Korea Utara tiba-tiba mengubah waktu standarnya menjadi mundur 30 menit di belakang Korea Selatan.

Selain itu, Kim Jong-un telah berjanji akan menutup situs utama uji coba senjata nuklir pada Mei 2018. Ia bahkan mengundang awak media untuk menyaksikan langsung penutupan tersebut.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

KTT AS-Korea Utara Harus Segera Demi Menjaga Momentum

Suasana Hangat Pertemuan Kim Jong-un dan Moon Jae-in di Peace House
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berjabat tangan dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in saat menggelar pertemuan di Peace House, Panmunjom, Korea Selatan, Jumat (27/4). Keduanya membahas terkait nuklir Korea Utara. (Korea Summit Press Pool via AFP)

Kantor kepresidenan Korea Selatan, Blue House, mengatakan bahwa Moon Jae-in dan Donald Trump yang berbincang via telepon sepakat bahwa KTT Amerika Serikat-Korea Utara harus berlangsung sesegera mungkin demi menjaga "momentum keberhasilan" dari KTT Korea Utara-Korea Selatan.

"Saya rasa kami akan menghasilkan sebuah solusi. Jika tidak, kami akan meninggalkan ruangan," ujar Donald Trump terkait pertemuannya dengan Kim Jong-un.

Donald Trump sendiri memuji KTT Korea Utara-Korea Selatan yang menghasilkan sejumlah kesepakatan, di antaranya kedua pihak sepakat untuk menyudahi perang.

"Perang Korea akan berakhir! Amerika Serikat dan seluruh orang, seharusnya sangat bangga dengan apa yang terjadi saat ini di Korea!," demikian twit Donald Trump merespons pertemuan Kim Jong-un dan Moon Jae-in.

Korea Selatan telah lama menolak berpartisipasi dalam pembicaraan untuk mengakhiri Perang Korea, hingga kesepakatan hanya melahirkan gencatan senjata antara Korea Utara dan China di satu sisi, dan pasukan PBB yang dipimpin Amerika Serikat di lain sisi.

Meski China sendiri sudah lama menarik pasukannya, lebih dari 28.000 personel Amerika Serikat tetap berpangkalan di Korea Selatan. Hal inilah yang kemudian dicap oleh rezim Kim Jong-un sebagai ancaman abadi.

Pertemuan antara dua pemimpin Korea mempertontonkan adegan demi adegan bersejarah. Dimulai jabat tangan keduanya, Kim Jong-un melangkahkan kaki ke Korea Selatan dan sebaliknya, keduanya bergandengan tangan, menanam pohon, hingga berbicara empat mata. Yang pasti, senyum tak henti mengembang sepanjang hajatan besar berlangsung.

KTT Korea Utara-Korea Selatan menghasilkan sejumlah kesepakatan yang tertuang dalam dokumen bertajuk "Panmunjom Declaration for Peace, Prosperity and Unification on the Korean Peninsula". Tiga capaian penting yang tercantum di dalamnya adalah kedua negara sepakat untuk secara resmi menyudahi Perang Korea 1953, menerapkan denuklirisasi penuh di Semenanjung Korea, dan akan bekerja sama menuju unifikasi.

Pembicaraan penting keduanya diakhiri dengan konferensi pers bersama, di mana Kim Jong-un langsung berbicara di hadapan awak media. Ini sesuatu yang tidak pernah dilakukan pemimpin Korea Utara sebelumnya.

Namun, publik dinilai masih harus menunggu apakah Korea Utara benar-benar akan melakukan denuklirisasi.

Dalam sebuah wawancara, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang baru Mike Pompeo, yang sempat bertemu dengan Kim Jong-un selama libur Paskah, mengatakan bahwa pembicaraan mereka adalah "percakapan yang baik" tentang "masalah serius" dan Kim Jong-un "sangat siap".

"Kim siap untuk ... menyusun peta yang akan membantu kami mencapai" denuklirisasi," kata Pompeo.

"Ketika saya pergi, Kim Jong-un memahami persis misi seperti apa yang saya gambarkan hari ini. Tujuan kami adalah denuklirisasi penuh, dapat diverifikasi, dan tidak dapat dibalikkan."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya