Liputan6.com, Seoul - Hari itu, Senin 4 Mei 2009, kapal kargo berbendera Korea Utara dalam kondisi terjepit. Bahtera yang sedang berlayar di Teluk Arden itu menjadi target buruan bajak laut Somalia.
Para perompak hanya berjarak 3 kilometer di belakang mereka. Sementara, pelabuhan terdekat berada 37 kilometer jauhnya di wilayah Yaman. Para awak tahu benar, nyawa mereka sedang jadi taruhan.
Para lanun asal Somalia dikenal sangar sekaligus keji. Memanggul senapan mesin dan berbekal granat, mereka akan menguras barang bawaan, menyandera para awak, bahkan tak segan-segan membunuh.
Advertisement
Baca Juga
Seperti dikutip dari The Star, Kamis (3/5/2018), tak ada pilihan lain, para awak kapal kargo pun meminta bantuan. Sinyal darurat dikirim.
Tak lama kemudian, muncul balasan. "Ini Angkatan Laut Republik Korea. Kami Akan mengamankan kapal Anda," kata seorang anggota Angkatan Laut Korea Selatan lewat saluran radio, sesuai transkrip pembicaraan yang dirilis pihak Kepala Staf Gabungan (Joint Chief of Staff) Korsel.
Tentu saja, itu bukan jawaban yang diharapkan pihak Korut. Dua Korea secara teknis masih dalam kondisi tempur. Sebab, Perang Korea yang berlangsung pada 1950-1953 berakhir lewat gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Hubungan Seoul dan Pyongyang kian tegang di bawah kepemimpinan Lee Myung-bak dari kubu konservatif Korsel. Sementara Korut masih dipimpin Kim Jong-il.
Pemimpin Korsel bersumpah untuk bersikap keras terhadap Utara atas program nuklirnya. Di sisi lain, Pyongyang kemudian memutuskan hubungan dan menghentikan atau membatasi proyek-proyek rekonsiliasi. Dua negara bertetangga saling bermusuhan.
Kembali ke Teluk Aden, setelah mendapat jaminan keamanan, awak kapal Korut merespons. "Terima kasih. Kami meminta agar Anda terus mengawasi kami."
Tak lama kemudian, sebuah helikopter tempur jenis Lynx diterbangkan dari kapal perusak (destroyer) milik Angkatan Laut Korea Selatan yang bersiaga di Teluk Aden, lengkap dengan sniper atau penembak jitu yang siap membidik.
Saat helikopter tiba di lokasi, kapal kargo Korea Utara dan bajak laut hanya terpisah jarak 3 kilometer.
"Tiga kilometer adalah jarak yang sangat dekat, jika Anda bicara soal lautan," kata salah satu pejabat militer Seoul.
Mendapat ancaman verbal, para perompak menyerah dan menjauh dari kapal Korut, bahkan sebelum tembakan peringatan dilepaskan dari atas helikopter.
Setelah bebas dari bahaya, kapal kargo Korut lalu mengucapkan "terima kasih" lewat pesan radio.
Pada saat yang hampir bersamaan, kapal perang Rusia membebaskan delapan warga Iran yang disandera selama lebih dari tiga bulan oleh bajak laut Somalia.
Rusia dan Korea Selatan masuk dalam daftar belasan negara yang melakukan patroli anti-pembajakan dekat Somalia.
Kapal perang milik Seoul berjaga sejak April 2009, menjaga jalur pelayaran kapal kontainer dan tanker dari dan ke Korea Selatan.
Â
Saksikan juga video menarik soal Korea Utara di bawah ini:Â
AS Selamatkan Kapal Korut
Bukan kali itu saja kapal kargo Korut diselamatkan pihak militer "musuh". Pada 29 Oktober 2007, MV Dai Hong Dan ditawan bajak laut Somalia di perairan yang berjarak 110 kilometer dari Mogadishu.
Kala itu, kapal Korut baru saja menurunkan kargo di pelabuhan yang ada di ibu kota Somalia. Tiba-tiba, tujuh perompak bersenjata, yang menyamar jadi petugas, masuk ke kapal.
Mereka menahan 22 pelaut di ruang kemudi dan ruang mesin. Kapal tersebut kemudian dipaksa angkat sauh ke laut. Para pelaut menuntut tebusan sebesar US$ 15.000.
Hari berikutnya, kapal perusak milik AS, USS James E. Williams mendekati kapal Korut dan mengirim helikopter. Sementara itu, para awak menyerang para perompak, merebut senjata milik mereka. Pertarungan sengit dimenangkan pihak Korut.
Satu atau dua bajak laut tewas, lainnya kemudian dibekuk. Sementara, enam pelaut Korut dalam kondisi terluka, tiga di antaranya membutuhkan penanganan medis segera -- yang kemudian diberikan oleh personel AS.
Pasca-insiden tersebut, corong media Pyongyang, KCNA merilis pernyataan tak biasa, yang menggarisbawahi keberhasilan kolaborasi AS-Korut mengatasi perompak Somalia.
"Yankee imperialis terkadang bisa membantu," demikian pernyataan yang dipublikasikan KCNA.
Selain pembebasan kapal Korut dari bajak laut Somalia, tanggal 4 Mei juga menjadi momentum sejumlah kejadian bersejarah di dunia.
Pada 1904, pembangunan Terusan Panama dilanjutkan oleh Amerika Serikat setelah dihentikan oleh Perancis pada tahun 1893.
Sementara, pada 1979, Margaret Thatcher menjadi wanita pertama yang terpilih jadi Perdana Menteri Inggris. Ketegasannya membuat perempuan itu berjuluk 'Iron Lady'.
Advertisement