Liputan6.com, New York - Pemerintah Korea Utara membantah tudingan yang menyebutkan, mereka telah meretas pusat data milik komite PBB yang bertugas memantau sanksi terhadap Pyongyang. Korea Utara pun meminta Negeri Paman Sam untuk fokus pada upaya perdamaian sebelum pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump terwujud.
Lewat sebuah pernyataan, misi Korea Utara untuk PBB mengatakan, Pyongyang "tidak pernah mengakui resolusi sanksi Dewan Keamanan yang ilegal dan melanggar hukum". Selain itu, Korea Utara juga "tidak tertarik dengan apa yang dikerjakan oleh komite sanksi" sehingga tudingan bahwa Pyongyang melakukan peretasan adalah tindakan yang "tidak masuk akal".
"Pasukan Amerika Serikat dan musuh harus secara jujur mengakui tren zaman dan berusaha untuk membantu mengurangi ketegangan dan proses perdamaian di Semenanjung Korea dibanding memanipulasi plot dengan insiden peretasan itu," ungkap pernyataan misi Korea Utara untuk PBB seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (3/5/2018).
Advertisement
Misi Korea Utara menambahkan, bahwa tudingan peretasan tersebut dilontarkan misi Amerika Serikat selama pertemuan tertutup komite sanksi. Namun, pernyataan Korea Utara itu dibantah oleh misi Amerika Serikat.
"Kutipan dan komentar yang dikaitkan dengan delegasi Amerika Serikat tersebut keliru," ujar juru bicara pihak Amerika Serikat.
Terkait dengan program senjata nuklir, DK PBB telah menjatuhkan tiga set sanksi ekonomi terhadap Korea Utara pada tahun lalu. Sanksi menargetkan sejumlah sektor utama seperti batu bara, besi, perikanan, tekstil, dan minyak.
Baca Juga
Namun, perubahan signifikan terjadi di Semenanjung Korea usai pertemuan Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in.
KTT Korea Utara-Korea Selatan menghasilkan sejumlah kesepakatan yang tertuang dalam dokumen bertajuk "Panmunjom Declaration for Peace, Prosperity and Unification on the Korean Peninsula". Tiga capaian penting yang tercantum di dalamnya adalah kedua negara sepakat untuk secara resmi menyudahi Perang Korea 1953, menerapkan denuklirisasi penuh di Semenanjung Korea, dan akan bekerja sama menuju unifikasi.
Pembicaraan penting keduanya diakhiri dengan konferensi pers bersama, di mana Kim Jong-un langsung berbicara di hadapan awak media. Ini sesuatu yang tidak pernah dilakukan pemimpin Korea Utara sebelumnya.
Namun, publik dinilai masih harus menunggu apakah Korea Utara benar-benar akan melakukan denuklirisasi.
Donald Trump Diusulkan Dapat Nobel
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengusulkan agar Presiden Amerika Serikat Donald TrumpĀ meraih Nobel Perdamaian atas perjuangannya mengupayakan dialog dua Korea dan upaya perlucutan senjata nuklir Korea Utara.
Usulan itu diutarakan oleh Moon Jae-in beberapa hari usai KTT Korea Utara-Korea Selatan yang berlangsung pada Jumat, 27 April lalu. Demikian seperti dikutip dari The Independent, Selasa 1 Mei 2018.
"(Donald Trump) layak mendapatkan pengakuan yang besar karena berhasil mengupayakan dialog Inter-Korea (KTT Korut-Korsel)," kata Moon di hadapan kabinet kepresidenan, seperti dikutip salah satu pejabat tinggi Korea Selatan.
"(Oleh karena itu) Presiden Trump harus memenangi Nobel Perdamaian, karena apa yang kita butuhkan hanyalah perdamaian," lanjutnya.
Di sisi lain, sejumlah analis tak sependapat dengan usulan Moon jae-in.
TJ Pempel, profesor di University of California Berkeley mengatakan kepada The Independent bahwa Trump "layak mendapat pujian, tetapi tidak begitu banyak."
Pempel menerangkan bahwa keputusan China untuk menghentikan transaksi perdagangan dengan Korea Utara sebagai bentuk kepatuhan atas sanksi ekonomi Dewan Keamanan PBB, justru 'jauh lebih penting' ketimbang peran Donald Trump.
Advertisement