Apa yang Terjadi Jika Matahari Berhenti Bersinar? Ini Jawabannya

Akhir masa hidup Matahari ditandai oleh inti yang kehabisan hidrogen.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 09 Mei 2018, 08:15 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2018, 08:15 WIB
matahari
Ilustrasi matahari (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Pernahkah terpikir berapa lama lagi Matahari dapat terus bersinar? Menurut beberapa penelitian, umur pusat tata surya itu hanya tersisa sekitar lima miliar tahun lagi.

Hal itu berarti, setelahnya Matahari akan terbakar, mengoyak seluruh komposisi, dan mengubahnya menjadi cincin bercahaya yang dipenuhi oleh gas dan debu antarbintang berukuran sangat besar.

Dikutip dari South China Morning Post pada Selasa (8/5/2018), para astronom telah lama mengetahui bahwa Matahari akan mati ketika kehabisan bahan bakar, tetapi sifat ketetapannya masih belum bisa dipahami secara jelas hingga saat ini.

Setelah puluhan tahun meneliti, sekarang tim ilmuwan internasional telah berhasil menyusun rinciannya.

Dengan menggunakan model komputer baru, mereka menemukan bahwa alih-alih memudar seperti yang dipikirkan sebelumnya, Matahari yang sedang sekarat akan berubah menjadi planet nebula yang menakjubkan, dan dapat dideteksi dari jarak pandang jutaan tahun cahaya di sekitarnya.

"Planet nebula ini adalah obyek tercantik di langit, dan meskipun tanda bekas Matahari hanya akan menjadi samar, namun hal itu masih bisa terlihat dari galaksi tetangga," kata Albert Zijlstra, profesor astrofisika di University of Manchester.

"Jika Anda tinggal di galaksi Andromeda, yang berjarak dua juta tahun cahaya dari Bumi, Anda masih bisa melihatnya."

Matahari dalam banyak hal merupakan bintang pada umumnya, yang berukuran sedang dengan masa hidup miliaran tahun.

Akhir masa hidup Matahari ditandai oleh inti yang kehabisan hidrogen, sehingga menyebabkan kutub pusatnya runtuh.

Ketika ini terjadi, reaksi nuklir akan tercipta di luar inti, menyebabkan matahari membengkak menjadi raksasa merah yang akhirnya menelan Merkurius dan Venus.

Tapi itu bukan akhir dari cerita, laporan ilmiah yang dimuat di jurnal Nature Astronomy, menjelaskan bahwa setelah membentuk raksasa merah, Matahari akan kehilangan sekitar setengah dari massanya. Hal ini tidak lain disebabkan oleh tiupan angin kencang berkekuatan 20 kilometer per detik.

Selanjutnya, inti akan memanas dengan cepat, membuatnya terus memancarkan sinar ultraviolet dan sinar X, yang menangkap lapisan luar dan mengubahnya menjadi cincin plasma bercahaya terang.

Dalam bentuk terbarunya sebagai planet Nebula, sisa cahaya Matahari disebut mampu bertahan tidak lebih dari 10.000 tahun lamanya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

Semakin Tua, Semakin Terang

Ilustrasi badai Matahari
Ilustrasi badai Matahari (NASA's Goddard Space Flight Center/Genna Duberstein).

Sementara model komputer yang lebih tua meramalkan Matahari akan kehilangan lapisan luar di akhir masa hidupnya, mereka juga menunjukkan bahwa inti akan memanas terlalu lambat untuk membuat lapisan yang hilang berkilau.

Pada saat inti mencapai suhu yang dibutuhkan, yakni 30.000 derajat Celcius, lapisan luar akan lama hilang, dan tersebar menjadi gas dan debu yang melayang di antara bintang-bintang.

"Apa yang kami tunjukkan adalah bahwa inti akan cukup panas dalam lima hingga 10 ribu tahun, setelah lapisan luar (Matahari) telah terlontar, dan itu bisa terjadi cukup cepat," kata Zijlstra.

Sementara Bumi dapat bertahan hidup dari matinya matahari, namun kehidupan yang ada di dalamnya akan lebih dulu punah.

Ketika usia Matahari semakin tua, ia akan terus bertambah terang, dan dalam dua miliar tahun mendatang, pusat tata surya ini bisa menjadi cukup panas untuk merebus lautan.

"(Bumi) ini tidak akan menjadi tempat yang sangat menyenangkan," ungkap Zijlstra.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya