Liputan6.com, Berlin - Presiden Rusia Vladimir Putin, pada Sabtu 18 Agustus 2018, menyerukan Jerman dan Eropa untuk menyumbang dana bagi rekonstruksi di Suriah pascaperang, agar jutaan pengungsi bisa pulang.
"Kita perlu memperkuat upaya kemanusiaan dalam konflik Suriah," katanya sebelum mengadakan pertemuan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel di utara Berlin, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (20/8/2018).
Advertisement
Baca Juga
"Maksud saya, berikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Suriah dan bantu (rekonstruksi) wilayah supaya pengungsi di luar negeri bisa pulang."
"Sekarang ini terdapat satu juta pengungsi Suriah di Yordania, jumlah yang sama di Lebanon dan tiga juta di Turki," kata Putin.
Di sisi lain, Jerman telah menerima ratusan ribu imigran, termasuk Suriah, sejak 2015. Isu itu secara politis melemahkan posisi Merkel dan menimbulkan perpecahan di Eropa.
"Ini merupakan beban besar bagi Eropa. Itulah sebabnya kita perlu melakukan segalanya untuk membantu para pengungsi ini pulang," tambahnya.
Presiden Rusia itu juga menekankan perlunya memulihkan layanan pokok seperti persediaan air dan layanan kesehatan di Suriah.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Simak video pilihan berikut:
Isu Ukraina hingga Proyek Pipa Gas Jadi Sorotan
Dalam pertemuan yang sama, Kanselir Jerman Angela Merkel juga mengangkat isu soal Ukraina dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Soal Ukraina, Merkel mengatakan dia berharap akan ada upaya baru yang dapat dilakukan untuk memisahkan pasukan militer Ukraina dan separatis di garis depan di wilayah Donbass. Lebih lanjut, Merkel juga mengatakan bahwa ia berencana untuk mengangkat masalah hak asasi manusia dengan Putin, dan membahas hubungan bilateral keda negara yang tegang sejak aneksasi Rusia di Krimea, Ukraina pada 2014.
"Saya berpendapat bahwa isu-isu kontroversial hanya dapat diatasi dalam dan melalui dialog," kata sang kanselir Jerman bersama dengan presiden Rusia.
Merkel juga menegaskan kembali perlunya transit gas melalui Ukraina dalam proyek pembangunan pipa gas Nord Stream 2. Proyek itu akan memungkinkan Jerman menerima lebih banyak gas langsung dari Rusia.
Menyikapi hal tersebut, Presiden Vladimir Putin mengatakan kelanjutan gas mencapai Eropa melalui Ukraina akan tergantung pada argumen ekonomi.
"(Proyek Nord Stream 2) tidak menutup kemungkinan untuk transit gas Rusia melalui Ukraina," kata Putin. "Saya hanya ingin menekankan bahwa hal utama adalah bahwa transit yang melalui Ukraina ini memerlukan persyaratan ekonomi". Demikian seperti dikutip dari The Financial Times, Minggu 19 Agustus 2018.
"Nord Stream 2 secara eksklusif merupakan proyek ekonomi," tegasnya.
Proyek pembangunan pipa gas tersebut telah menuai kritik dari Amerika Serikat --salah satu sekutu Jerman-- dan beberapa negara lain, termasuk Ukraina.
Amerika Serikat menekan Jerman untuk menghentikan proyek pipa tersebut, dengan alasan bahwa hal itu akan meningkatkan ketergantungan Jerman pada Rusia di sektor energi. Bahkan, pengamat internasional memperkirakan bahwa AS mungkin akan mengancam menjatuhkan sanksinya kepada kedua negara yang terlibat dalam Nord Stream 2 demi menegaskan agar proyek terebut terhenti sepenugnya.
Di sisi lain, Ukraina takut bahwa proyek pipa gas itu akan memungkinkan Rusia untuk memotongnya dari bisnis distribusi gas.
Sementara itu, tetangga Jerman di Eropa Timur juga menyuarakan keprihatinan tentang proyek itu, karena dianggap mampu memicu Rusia melakukan perambahan di wilayah yang dilintasi oleh pipa-pipa gas tersebut.
Pertemuan itu adalah pertama kalinya Putin bertatap muka dengan Merkel di Jerman --sejak sebelum konflik di Ukraina pecah pada 2014.
Pertemuan itu disebut mampu menjadi titik balik dalam hubungan Rusia-Jerman, karena setelahnya, menteri luar negeri kedua negara akan bertemu dalam waktu dekat, jelas Menlu Jerman Heiko Maas. Menlu Rusia Sergei Lavrov dijadwalkan akan berkunjung ke Berlin pada 14 September.
Stefan Meister dari German Council on Foreign Relations mengatakan, sementara tidak ada terobosan yang diharapkan dalam diskusi tentang konflik di Ukraina, masalah seperti Nord Stream 2, perang di Suriah, perjanjian nuklir Iran dan pecahnya perang perdagangan global akan mendorong Rusia-Jerman melakukan "sebuah pembicaraan politik yang dipicu oleh kepentingan pragmatis di kedua sisi".
"Kebijakan AS di bawah Presiden Donald Trump adalah pendorong penting dari hal ini," kata Meister. "Keduanya ingin mengirim sinyal ke Washington bahwa mereka tidak akan diperas oleh Trump."
Pertemuan itu, tambahnya, "menjadi kesempatan untuk menormalisasi hubungan Jerman-Rusia di tingkat kerja (antar menteri dan pejabat teknis)."
Advertisement