Liputan6.com, Washington DC - Seorang perwira tinggi senior militer Amerika Serikat menyebut bahwa ISIS di Suriah dan Irak sudah kalah, serta sudah tak mampu lagi untuk membangun kembali 'kekhalifahan'-nya yang ambruk menyusul operasi gabungan antara AS dan sekutunya di kedua negara tersebut.
Hal itu juga menunjukkan bahwa pihak militer AS membantah laporan Kementerian Pertahanan (Pentagon) dan PBB yang baru-baru ini rilis, yang menyebut bahwa ISIS masih menimbulkan ancaman yang signifikan dan "siap" membangun kembali "kekhalifahannya".
Kepala Staf Gabungan (panglima) Militer AS Jenderal Joseph Dunford juga menantang perkiraan Pentagon dan laporan PBB baru-baru ini yang menunjukkan ISIS masih mempunyai sekitar 20.000 sampai 32.000 pejuang di dua negara itu meskipun kekhalifahannya ambruk.
Advertisement
"Saya melihat laporan baru-baru ini lebih dari 30.000 militan. Namun, saya tidak yakin dengan angka-angka itu," ujarnya dalam konferensi pers langka bersama Menteri Pertahanan AS James Mattis di Pentagon pada Selasa 28 Agustus, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (30/8/2018).
Baca Juga
"Kita memusatkan perhatian terhadap apa yang masih menjadi ancaman di Lembah Sungai Efrat. Kita tahu masih ada sisa kantong-kantong ISIS di Irak," tambah Dunford. "Tapi tentu saya tidak akan mengatakan ISIS punya kekuatan yang sama seperti pada periode puncaknya."
Pejabat militer dan intelijen sejak lama berhati-hati menggunakan angka dalam mengukur keefektifan serangan guna menghancurkan ISIS, dan menyebut upaya semacam itu hanya akan menjadi pengetahuan yang tidak lengkap dan menyesatkan.
Beberapa pejabat senior juga menyampaikan keprihatinan yang sama, secara internal, bahwa perkiraan terbaru itu bisa menyesatkan. Laporan itu mungkin menghitung anggota keluarga atau orang lainnya yang terkait erat dengan ISIS, namun tak mengangkat senjata atau ambil bagian dari gerakan militansi.
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Simak video pilihan berikut:
Laporan Kemhan AS dan PBB
Para pejabat di markas pertahanan Amerika Serikat, Pentagon, mengatakan bahwa kekuatan ISIS kembali tangguh di Irak Suriah, dengan pengaruh yang hampir menyamai masa kejayaannya pada 2015 lalu. Kala itu, intelijen Negeri Paman Sam meyebut anggota kelompok ekstremis itu mencapai jumlah 33.000 di kedua negara, dan terus bertambah hingga beberapa bulan setelahnya.
Namun, setelah bombardir serangan oleh pasukan AS dan Sekutu selama kurang lebih dua tahun terakhir, sekaligus dengan tewasnya para pemimpin penting ISIS, membuat kekuatan kelompok ekstremis itu melemah. Pada 2017, diperkirakan jumlah anggotanya berkurang tajam hingga 28.600 orang di Irak dan Suriah.
Kebangkitan kembali kekuatan ISIS, seperti dikutip dari VOA Indonesia pada Selasa 14 Agustus 2018, dianggap sebagai kegagalan pasukan koalisi pimpinan AS yang telah mengeluarkan US$ 14,3 miliar untuk melakukan banyak serangan udara terhadap kelompok ekstremis itu.
"ISIS tampaknya siap untuk membangun kembali dan membentuk negara seperti keinginan mereka," kata juru bicara Pentagon, Komandan Sean Robertson kepada VOA lewat e-mail, seperti dikutip dari VOA Indonesia.
"ISIS kini mungkin lebih kuat dari Al Qaeda di Irak pada masa jayanya tahun 2006-2007, ketika kelompok itu mengumumkan terbentuknya negara Islam dan beroperasi di bawah nama ISIS," kata Robertson.
Dalam laporan kwartal Inspektorat Jenderal AS, yang salah satunya didasarkan pada analisisi kementerian pertahanan, kekuatan ISIS di Irak kini diperkirakan mecapai 17.000 orang, dan sekitar 14.000 orang lainnya di Suriah. Namun, mereka yang berada di kawasan operasi pasukan koalisi, yakni di perbatasan utara kedua negara, disebut tidak lebih dari 6.000 saja.
Sebuah laporan terpisah, yang dikeluarkan PBB sampai pada kesimpulan yang sama, dan memperkirakan jumlah militan ISIS sekitar 30 ribu orang, yang tersebar di dua negara itu.
"Kalau dilihat sepintas, pemerintah Amerika mengatakan bahwa ISIS kini punya jumlah militan yang sama di Irak dan Suriah, yang disebut hampir serupa dengabn awal-awal ISIS berkuasa," kata Thomas Joscelyn, seorang pejabat senior pada Foundation for Defense of Democracies.
Jocelyn juga menambahkan bahwa laporan Pentagon itu menduga ISIS telah mampu mengganti jajaran komandonya dengan baik, walau harus bertempur melawan banyak musuh di Irak dan Suriah.
Perkiraan kekuatan ISIS di Irak dan Suriah itu sangat berbeda dengan apa yang dikatakan oleh sebagian pejabat secara terbuka sebelum ini.
"Saya tidak akan membuat perkiraan tentang berapa lama operasi ini akan berlangsung. Yang bisa saya katakan adalah, operasi akan berhenti setelah selesai," kata Jenderal Joseph Vottel, komandan U.S. Central Command kepada wartawan pada pekan lalu, tentang usaha pasukan koalisi untuk menguasai benteng ISIS yang terakhir di Suriah.
"Pertempuran yang berat masih ada di depan mata, hanya itu yang bisa saya katakan," kata Menteri Pertahanan Jim Mattis sehari sebelumnya.
"Saya tidak akan menyatakan kita menang sebelum hal itu sungguh-sungguh terjadi," tambahnya.
Advertisement