Digempur Taliban, 200 Militan ISIS Menyerah kepada Tentara Afghanistan

Sekitar 200 militan ISIS menyerah kepada militer Afghanistan, di tengah pertempuran sengit antara organisasi teror tersebut dengan kelompok Taliban.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 02 Agu 2018, 15:00 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2018, 15:00 WIB
Ilustrasi ISIS
Ilustrasi ISIS (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Kabul - Ratusan militan ISIS telah menyerah kepada militer Afghanistan, di tengah pertempuran sengit antara organisasi tersebut dengan kelompok Taliban di Provinsi Jawzjan utara, kata seorang pejabat.

Kepala Kepolisian Provinsi, Faqeer Mohammad Jawzjani mengatakan pada 1 Agustus, setidaknya 200 militan ISIS telah menyerah di Distrik Darzab, Jawzjan Utara, sejak 31 Juli 2018. Demikian seperti dikutip dari Radio Free Europe, Kamis (2/8/2018).

Jawzjani mengatakan, wilayah pertahanan utama ISIS di Afghanistan utara telah berada di bawah kendali Taliban. Keduanya telah berperang untuk memperebutkan area itu selama 1 bulan terakhir.

"Fenomena jahat Daesh (nama Arab untuk ISIS) telah sepenuhnya dihilangkan dan orang-orang di Provinsi Jawzjan telah dibebaskan dari siksaan," kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid dalam sebuah pernyataan.

Belum ada komentar langsung dari ISIS terkait hal ini.

Mohammad Ismail, Kepala Polisi Afghanistan di Distrik Darzab, membenarkan bahwa kelompok militan IS menyerah kepada pasukan keamanan Afghanistan di tengah bentrokan yang sedang berlangsung.

Pejabat lainnya mengatakan, seorang komandan senior ISIS di Afghanistan utara, yang diidentifikasi sebagai Mawlawi Habiburrahman, termasuk di antara militan yang menyerah.

Wakil kepala kepolisian Provinsi Jawzjan, Abdul Hafeez Khashi, mengatakan bahwa pertempuran antara ISIS dan Taliban --yang saling bersaing-- itu terjadi di wilayah yurisdiksinya sejak 31 Juli dan masih berlangsung.

Delapan militan Taliban dan enam anggota ISIS tewas dalam pertempuran itu, kata Khashi kepada kantor berita Pajhwok.

Belum ada komentar langsung dari kelompok Taliban atau ISIS.

Bulan lalu, komandan militer AS di Afghanistan, Jenderal John Nicholson, menyatakan keprihatinan tentang kehadiran ISIS di Afghanistan.

"Kami akan sepenuhnya melawan ISIS. Kami juga mencatat bahwa Taliban memerangi ISIS, dan kami mendorong itu karena ISIS harus dihancurkan," kata Nicholson kepada wartawan pada 23 Juli 2018.

"Tidak ada tempat bagi ISIS di masa depan Afghanistan," tambahnya.

Pemerintah yang didukung Barat di Kabul telah berjuang untuk menangkis Taliban, ISIS, dan kelompok militan lainnya sejak penarikan sebagian besar pasukan NATO pada 2014.

Pada 31 Juli 2018, setidaknya 15 orang tewas di kota Jalalabad di timur ketika para pria bersenjata menyerang sebuah gedung pemerintah dan melancarkan aksi bom bunuh diri, kata para pejabat.

Seorang karyawan wanita 22 tahun dari Organisasi Internasional untuk Migrasi adalah di antara mereka yang tewas, menurut Misi Bantuan PBB di Afghanistan.

Di Distrik Bala Baluk, Provinsi Farah barat, 11 orang dilaporkan tewas ketika bus mereka terkena bom pinggir jalan. Tidak ada yang segera mengklaim bertanggung jawab atas dua serangan itu.

 

Simak video pilihan berikut:

Serangan ISIS Memicu Kerja Sama AS-Afghanistan-Taliban?

3 Prajurit AS Dibunuh Tentara Afghanistan dalam Serangan Jebakan
(Ilustrasi) Tentara AS bersama militer Afghanistan (HOSHANG HASHIMI / AFP)

Serangan kelompok ISIS di Afghanistan (dikenal dengan nama Islamic State Khorasan Province atau ISKP) tampak dilakukan sebagai tanggapan atas meningkatnya operasi pasukan khusus Amerika Serikat dan tentara Afghanistan yang berkoalisi membasmi Daesh di Distrik Deh Bala dan pedesaan lainnya di Provinsi Nangarhar timur.

Peningkatan operasi militer koalisi AS-Afghanistan itu dianggap mengganggu jalur suplai dan akses perjalanan militan ISIS untuk mencapai Pakistan.

Namun, eskalasi serangan ISKP mungkin dengan sengaja disebabkan oleh tanda-tanda kemajuan dalam upaya baru untuk menghentikan perang 17 tahun antara AS-pemerintah Afghanistan melawan Taliban, The Guardian melaporkan, dikutip Kamis 2 Agustus 2018.

Selama gencatan senjata tiga hari pada Lebaran tahun ini, para pejuang Taliban menangguhkan pertempuran mereka untuk masuk ke sejumlah kota guna menghadiri pertemuan damai mendadak dengan pejabat lokal dan para tetua adat yang pro Kabul.

Hal itu sesuai dengan keinginan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani yang mendambakan perdamaian antara Taliban dengan pemerintah. Menilik hasil positif itu, Ghani dikabarkan akan mengumumkan gencatan senjata lagi, terkhusus jelang pemilu parlemen Afghanistan yang akan berlangsung pada Oktober 2018.

Sementara itu, terungkap pekan lalu bahwa pejabat senior AS baru-baru ini bertemu dengan para pemimpin Taliban di Doha, Qatar dalam upaya nyata untuk memulai proses perdamaian. Pemerintah AS sebelumnya selalu menolak permintaan para pemberontak untuk pembicaraan tatap muka, bersikeras bahwa mereka hanya berurusan dengan pemerintah Afghanistan yang terlegitimisai.

Sekarang, pertemuan tindak lanjut --yang mungkin akan melibatkan petinggi AS, Afghanistan dan Taliban-- telah direncanakan.

Para pengamat menilai, ISKP melakukan serangan di Afghanistan karena untuk menolak segala bentuk aktivitas negara Barat di Afghanistan, dan berniat mengganggu inisiatif perdamaian sebelum mereka bisa keluar sepenuhnya secara aman dari negara itu --guna membentuk basis aktivitas di negara lain.

Sekarang, AS dan pemerintah Afghanistan tampaknya bergantung pada Taliban untuk membantu mereka mengalahkan ISKP dan sekaligus mengakhiri perang.

Analis mengatakan, kekhawatiran AS terhadap ISKP turut dirasakan oleh Iran dan Rusia. China, yang selalu memikirkan kepentingan ekonomi kawasannya, juga berbagi kekhawatiran terhadap ISKP, yang mereka anggap dapat melemahkan kepemimpinan Taliban dan mengurangi kemampuannya untuk mencapai kesepakatan perdamaian yang langgeng dengan pemerintah Afghanistan.

Di sisi lain, ISKP sendiri diyakini telah diperkuat oleh pembelot Taliban, militan ISIS yang melarikan diri dari Irak dan Suriah, dan militan dari Sudan, Chechnya, Uzbekistan dan Tajikistan. Pendanaannya diduga berasal dari donor swasta, negara-negara Teluk Arab dan pajak lokal informal.

Menurut Sudha Ratan dari Augusta University, India dan Afghanistan melihat ISKP dan 3.000-5.000 pejuangnya sebagai "faksi sempalan" Tehreek-e-Taliban (TTP), atau Taliban Pakistan, yang diduga didukung oleh ISI, dinas intelijen Pakistan.

Pakistan membantah tuduhan itu, meski negara Barat meyakini betul bahwa Islamabad melanggengkan keberadaan TTP. Akan tetapi, belakangan terakhir usai pemilu, Pakistan tampak menginginkan hubungan yang lebih baik dengan Kabul.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya